Husen tertunduk mendapat tatapan tajam dari si bungsu.
"Ada apa...?", Erfly kecil kembali bertanya lirih.
"Abang juga tidak tahu ada apa, tapi... Yang jelas kita do'akan saja yang terbaik untuk semuanya", Husen bicara pelan.
Erfly kecil langsung menyerbu ke pelukan Husen, menangis sejadi-jadinya di pelukan Husen.
Istri Dirga muncul entah dari mana. "Ada apa...? Kenapa Erfly menangis...?", istri Dirga bertanya bingung.
"G'ak apa-apa tante, hanya kangen saja sama bunda", Husen melemparkan alasan sekenanya.
***
Erfly baru saja selesai sholat ashar, saat mendengar suara pintu diketuk oleh seseorang. Erfly meraih kruknya, kemudian mendekati pintu, begitu pintu dibuka Erfly terkejut melihat begitu banyak orang yang datang.
Beruntung Erfly menyewa sebuah Villa yang cukup luas, Erfly mengarahkan para tamu untuk duduk.
Seorang ibu setengah baya menyerahkan bungkusan hitam ke tangan Erfly, "Ini ada kue buatan saya sendiri, terima kasih atas bantuannya. Kalau tidak ada bu Ilen, saya tidak tahu harus meneruskan hidup bagaimana...? Kami akan tinggal dimana", ibu setengah baya itu menangis menggenggam jemari tangan kanan Erfly.
"Justru saya yang berterimakasih", Erfly bicara sungkan.
Seorang lelaki berumur 45 tahun selanjutnya meletakkan satu tandan pisang di samping Erfly.
"Saya tidak punya apa-apa, itu dari hasil kebun saya sendiri. Tolong diterima", lelaki itu menangis tersedu-sedu.
"MasyAllah pak, tidak harus seperti ini", Erfly merasa tidak enak menerima semua kebaikan warga.
Saat azan magrib berkumandang, semua yang datang menemui Erfly sudah pulang satu persatu.
"Assalamu'alaikum...", Nadhira mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam", Erfly menjawab salam.
"MasyAllah... Ilen buka toko sembako...?", Nadhira terkejut begitu membuka pintu Villa, ruang tamu sudah dipenuhi dengan segala macam hasil bumi. Mulai dari pisang, kelapa, beras, sayur mayur, cabe, tomat, kacang, jagung, pete, jengkol, bahkan ikan, cumi dan udang juga ikut ambil bagian.
"Teteh bisa minta tolong koki Villa, kita bakar-bakaran malam ini. Sekalian teh, undang team relawan makan malam disini", Erfly memberikan instruksi.
"Siap", Nadhira bicara pelan. Kemudian langsung meraih HPnya dan berlalu menuju arah kafe vila.
Tepat pukul 20.00 Wib semua persiapan sudah siap di taman belakang vila. Satu persatu team relawan sudah datang memenuhi undangan, tidak ketinggalan tim pengacara dan Notaris yang ikut serta.
Erfly memilih untuk duduk menjauh dari keramaian, meminum air mineral yang ada ditangannya.
"Tuan rumahnya kok malah ngabur", Cakya bicara santai, kemudian duduk tepat di samping Erfly. Cakya meletakkan sepiring penuh seafood kehadapan Erfly. "Masih doyan seafood bukan...?", Cakya bertanya dengan senyum jahilnya.
Erfly hanya diam menatap wajah Cakya.
"Ah... Tangan Cakya sepertinya terkilir ini", Cakya pura-pura mengaduh kesakitan.
"Cih...", Erfly tertawa kesal melihat tingkah Cakya. Kemudian meraih piring pemberian Cakya, "Terima kasih", Erfly melemparkan senyuman terbaiknya.
Cakya hanya mengangguk pelan menjawab ucapan Erfly, detik berikutnya Cakya sudah konsentrasi menghabiskan makanan yang ada di hadapannya.
"Mama apa kabar...?", Erfly bertanya hanya sekedar basa-basi.
"Alhamdulillah sehat", Cakya menjawab santai setelah menelan makanannya.
"Oh iya, Erfly dapat pengajuan proposal proyek kerjasama ini dari Candra. Waktu Erfly tanya bagaimana kabarnya Wulan, Candra hanya diam saja. Mereka berdua baik-baik saja bukan...?", Erfly menatap lekat wajah Cakya yang duduk di sampingnya.
"Mereka g'ak jadi nikah", Cakya bicara lirih.
"Kok bisa...?", Erfly bertanya bingung.
"Terlalu banyak yang Erfly lewatkan sejak Erfly memutuskan untuk menghilang dari Cakya", Cakya bicara pelan, tanpa menatap wajah lawan bicaranya.
Cakya yang sadar akan perubahan sikap Erfly segera mengadu bahunya dengan Erfly, "Mukanya biasa aja non, udah jelek makin jelek", Cakya tertawa renyah.
"Apa sih", Erly tertawa kesal dan memukul lengan Cakya.
"Udah lama g'ak ketemu, ternyata hobinya belum berubah ya, menyiksa anak orang", Cakya mengusap lengannya yang dipukul oleh Erly.
Hp Cakya berbunyi seketika, Cakya segera mengangkat panggilan Vidio yang masuk.
"Assalamua'laikum jagoan...?", Cakya mengucap salam.
"Wa'alikumsalam, papa masih di lokasi bencana...?", Erca bertanya lembut.
"Masih, ada apa...?", Cakya bertanya bingung, tidak biasanya Erca menghubungi Cakya kalau tidak ada sesuatu yang penting.
"Nenek masuk rumah sakit", Erca bicara lirih.
"Iya", Cakya langsung mengakhiri hubungan telfon.
"Kenapa...?", Erfly bertanya bingung melihat wajah Cakya yang tiba-tiba pucat pasi.
"Cakya harus pulang, mama masuk rumah sakit", Cakya menjawab dengan suara paling rendah.
"Cakya pulang pakai apa...?", Erfly bertanya lagi.
"Cari tiket, atau... jegat mobil travel dari Padang", Cakya menjawab santai.
Erfly segera menahan lengan Cakya, "Sebentar", Erfly segera meraih HP-nya, kemudian menekan salah satu nomor. "Siapkan mobil kita berangkat sekarang", Erfly langsung mematikan HP-nya, kemudian menatap kearah Cakya.
"Cakya siap-siap, Erfly jemput ke asrama", Erfly memberi perintah.
Cakya segera berlalu dari hadapan Erfly, berpamitan dengan rekan satu teamnya.
"Teh...", Erfly memanggil Nadhira yang kebetulan lewat.
"Yah...", Nadhira segera menghampiri Erfly.
"Kita ke Sungai Penuh, tugas disini serahkan pada Dirga dan pak Edy", Erfly memberi perintah.
Nadhira hanya mengangguk patuh, kemudian berlalu mencari Dirga dan pak Edy di tengah keramaian.
15 menit kemudian Cakya sudah duduk tenang di bangku penumpang tepat di samping supir. Erfly memilih untuk mencari posisi nyaman untuk tidur.
2 jam terpanjang yang dirasakan oleh Cakya, begitu memasuki Sungai Penuh Cakya meminta diantarkan ke ICU rumah sakit DKT. Cakya berlari menuju ruang rawat inap ibunya, sebelumnya Cakya sudah bertanya kepada Erca.
Cakya membuka pintu dengan terburu-buru, kemudian berlari menghampiri tempat tidur tempat ibunya terbaring.
"Ma...", Cakya menggenggam jemari tangan kanan ibunya.
Ibu Cakya membuka matanya perlahan, "Kenapa abang disini...?", ibu Cakya bertanya lemah.
"Mama kenapa...?", Cakya bertanya linglung.
"Mama g'ak apa-apa", ibu Cakya menjawab lembut. matanya langsung menangkap sosok yang ada di belakang Cakya. "Pa...", ibu Cakya berusaha keras untuk bangun.
Erfly mengerutkan keningnya tidak mengerti, Cakya membantu ibunya untuk duduk. Kemudian mempersilakan Erfly untuk duduk di bangku sebelumnya yang dia duduki.
Ibu Cakya segera menarik Erfly kedalam pelukannya, "Mama minta maaf pa, seharusnya mama lebih sabar menghadapi semuanya. Seharusnya mama tidak perlu seemosi itu, sehingga meninggalkan papa", ibu Cakya menangis sejadi-jadinya, kemudian tertidur karena kelelahan.
Erfly melangkah keluar uang rawat inap, Cakya mengekor dibelakang Erfly. setelah sampai di parkiran rumah sakit yang cukup sepi, Erfly langsung menatap Cakya sengit.
"Cakya hutang penjelasan sama Erfly", Erfly bicara dingin.
Cakya mengajak Erfly untuk duduk di salah satu bangku tunggu.
"Papa merasa bersalah setelah tahu kalau Erfly anak dari rekan bisnis yang papa curangi, karena papa terlanjur sayang sama Erfly, makanya saat papa sakit keraspun, keinginan terbesarnya adalah untuk mendapatkan maaf dari Erfly.
Saat kecelakaan itu terjadi, papa justru merasa lega karena sudah menyelamatkan Erfly kecil.
Menurut hasil CT scan yang dilakukan rumah sakit, papa mengalami pendarahan hebat di otak, dan... terancam mati otak. Sebelum papa akhirnya tidak sadarkan diri, papa minta di daftarkan menjadi pendonor organ", Cakya menjelaskan kata perkata secara perlahan, sembari melihat perubahan yang terjadi pada ekspresi wajah Erfly.
"Jadi...?", Erfly bicara dengan air mata yang mulai menyerbu keluar.
"Jantung yang Erfly pakai itu jantungnya papa", Cakya bicara berat.
Erfly menangis sejadi-jadinya, menahan dadanya yang terasa penuh dan sesak. Cakya meraih jemari tangan kanan Erfly, kemudian mengusap lembut punggung tangan Erfly berusaha menenangkan Erfly.
"Ternyata sekeras apapun Satia berusaha, Cakya masih punya tempat di hati Erfly", Satia entah muncul dari mana tersenyum pahit.
"Mas...", Cakya dan Erfly bicara bersamaan saat mendengar suara Satia yang dingin.
Cakya segera melepaskan tangan Erfly, sedangkan Erfly segera meraih kruknya untuk menghampiri Satia.
"Mas...", Erfly berusaha meraih jemari tangan Satia.
Satia menuntun Erfly untuk kembali duduk di samping Cakya, kemudian Satia duduk jongkok dihadapan Erfly.
"Sudah cukup, Satia lelah. Sudah waktunya kamu mengejar kebahagiaan kamu sendiri, stop untuk memberikan kebahagian untuk orang lain", Satia bicara kata perkata dengan nada suara berat karena menahan tangis.
"Mas... Erfly...", Erfly bicara terbata-bata.
"Mulai saat ini aku jatuhkan talak satu", Satia bicara sembari tertunduk dihadapan Erfly.
"Mas...! Mas sadar dengan apa yang mas ucapkan barusan...?", Cakya menarik kasar pundak Satia.
Satia menepuk pelan pundak kiri Cakya dengan tangan kanannya, "Jaga kupu-kupu tak bersayap, sudah cukup lelah dia berkelana selama ini", Satia bicara lirih.
Detik berikutnya Satia berlalu pergi tanpa menoleh kebelakang lagi, tidak perduli berapa kalipun Erfly dan Cakya berteriak memanggil namanya.