webnovel

Sahabat Masa Kecil 3

"Apa maksud lu dengan lu suka sama gue?" Tanya Hans akhirnya setelah terdiam cukup lama. Pernyataan temannya itu mengacaukan seluruh isi kepalanya. Sebuah dunia baru langsung terbuka lebar-lebar di depan mata Hans yang sejauh ini hanya tahu hubungan cinta antara pria dan wanita. Sayangnya Hans belum siap menerima itu.

Pertanyaan itu membuat Dika berubah gelagapan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mata cokelat tuanya bergetar kebingungan dan dia perlahan-lahan menunduk untuk memandangi lantai. Dia seperti seseorang yang baru menyadari kalau sudah melakukan dosa besar. Karenanya, Hans membiarkan temannya itu menata pikiran. Selain itu dia juga membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan ini.

"Gue... gue suka sama lu artinya ya gue suka." Jawab Dika dengan terbata-bata. Dia tidak berani menatap langsung ke wajah Hans dan masih menunduk.

"Apa itu artinya lu pengen pacaran sama gue?" Tanya Hans untuk memperjelas lagi. Dia perlu mengkonfirmasi ini. Ini pertama kalinya dia menerima pernyataan cinta dari seorang laki-laki sehingga dia masih merasa seperti berada di dunia khayalan.

Dika kembali diam lama ketika ditanyai itu. Setelah menguatkan diri, barulah dia menjawab. "Iya, gue pengen lu jadi pacar gue."

Saat itulah seseorang sampai di lorong dan memperburuk keadaan. Gio yang baru datang karena mau mengejar Hans yang katanya mau ke Timezone, langsung membeku ketika mendengar kalimat yang Dika ucapkan. Dia juga belum siap menerima dunia yang baru saja terbuka lebar di depannya.

Karena diganggu Gio, Hans dan Dika yang masih belum tahu apa yang perlu dilakukan setelah pernyataan cinta itu, langsung hening tanpa kata.

Di tengah suasana yang makin mendekati suasana pemakaman, Hans terpaksa memecahnya dan menjawab. "Gue perlu waktu buat mikirin ini. Ngga apa-apa kan?" Tanya Hans seraya mengangkat wajah Dika yang sudah terlihat pucat.

Dika hanya bisa mengangguk tanpa menambahkan kata apapun. Setelah itu dia menghela nafas karena tidak ada jalan kembali lagi.

***

Gara-gara pernyataan cinta mengejutkan itu, Hans, Dika, dan Gio tidak jadi pergi kemanapun. Mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing karena mood untuk bermain sudah tidak ada. Sesampainya di rumah, Hans merenung sangat lama namun tidak memperoleh jawaban apapun. Dia tidak pernah menyangka kalau Dika menyimpan perasaan seperti itu padanya. Selama ini dia mengira kalau Dika adalah satu dari sekian banyak cowok yang dipermainkan Renata untuk melakukan hal-hal yang tidak mau kakaknya itu lakukan sendiri.

Dia sebenarnya tahu kalau ada dunia gay di luar sana. Namun, ketika dunia itu disodorkan padanya, pikirannya kesulitan untuk menerima kalau dunia itu sangat dekat. Yang terpenting, sahabatnya sudah melakukan sesuatu yang akan mempengaruhi persahabatan mereka. Bukan hanya itu, persahabatan mereka mungkin akan hancur karena ini. Kalau Hans menolak, Dika akan terluka dan persahabatan mereka rusak. Kalau Hans menerima, Dika juga mungkin terluka dan persahabatan mereka juga akan rusak. Dia sadar betul akan perilakunya yang suka menjalin hubungan tidak serius dengan siapapun yang dilihatnya menarik. Banyak yang sudah terluka karena ini namun dia tetap tidak bisa menghentikan dirinya. Bukan tidak mungkin dia akan memperlakukan Dika sama. Kalau itu terjadi, Dika akan patah hati dan persahabatan mereka tidak mungkin kembali utuh.

Hans terjerumus ke dalam dilema yang tidak memiliki jalan keluar. Karena itu dia bertekad untuk mengundur pemberian jawaban itu selama mungkin.

Setelah mendapat solusi meskipun bukan solusi yang ideal, Hans tiba-tiba terpikir akan kedekatan ayahnya dan Lukas. Mau tak mau dia mencium keanehan. Dua orang itu sangat dekat dan bahkan tinggal bersama. Ayahnya akan selalu bersikap sangat lembut pada Lukas dan Lukas yang biasanya dingin, hanya terlihat hangat jika Farrel ada di dekatnya. Pikiran buruk itu memakannya selama berhari-hari.

***

Ketika Hans tidak bisa memutuskan apapun, Dika juga tidak berhenti memaki dirinya. Apa yang dia pikirkan hingga begitu ceroboh dan mengucapkan bencana itu? Dia begitu ketakutan hingga akhirnya mengabaikan Renata yang merayunya untuk membuatkan PR. Mentalnya belum kuat untuk bertemu Hans di rumah Atmajati.

"Ka, lu dicariin pacar lu lagi tuh. Lu disuruh main ke rumah." Kata Hervan ketika Dika datang bergabung dengan kerumunan.

"Renata bukan pacar gue. Jangan sembarangan." Ujar Dika meluruskan. Gosip ini sudah saatnya untuk dihentikan.

"Kalau gitu ajak gue ke rumahnya Renata dong." Sahut Reno. Dia salah satu fans Renata tapi hanya bisa mendekati gadis itu di sekolah. Beberapa kali dia dimintai tolong untuk mengantri membelikan Renata bubble tea. Bukan hanya Reno, ada banyak cowok lain yang bersedia melakukan apapun untuk saudara sulung Hans itu. Dika tidak tahu mana yang lebih brengsek, Hans yang pacarnya banyak, atau Renata yang selalu memberi harapan palsu. Kalau dipikir-pikir, dua saudara itu sama-sama suka mempermainkan orang.

"Lu minta Renata aja. Gue ngga berani ngajak orang kalau ngga diijinkan." Jawab Dika netral. Memang tidak banyak orang yang diijinkan Renata datang ke rumahnya. Satu-satunya cowok yang diundang Renata sepertinya hanya dia. Entah kenapa.

"Lu ngga asik." Tukas Reno ketus. Setelah itu dia beralih ke topik lain yang membuat Dika depresi. "Gue lihat Lila jalan sama Hans kemarin. Ngga ngerti lagi gue. Kenapa cewek-cewek sukanya sama orang itu padahal dia brengsek."

Banyak yang membenarkan pernyataan itu dan topik obrolan beralih ke Hans. Dika juga membenarkan dalam hati dan memaki dirinya sebagai akibatnya. Kenapa dia juga menyukai playboy itu?

Setelah beberapa putaran gosip dan hinaan karena kekesalan banyak pihak pada Hans, Erwin tiba-tiba teringat sesuatu. "Ka, kayaknya akhir-akhir ini lu ngga pernah gue liat main sama Hans lagi. Kalian udah musuhan ya?"

Pertanyaan itu membuat Dika nyaris tersedak es teh.

'Itu karena gue nembak dia.' Kata Dika dalam hati. Tapi dia tidak mungkin mengatakan itu karena semua teman-temannya hanya akan memberinya pandangan penuh penghinaan. Mereka mungkin menambahkan kalimat menyebalkan seperti, 'Dih, jadi lu korban dia juga?' Kalau mendengar itu, Dika mungkin tidak punya muka untuk mengobrol dengan teman-temannya lagi.

"Ngga. Gue cuma lagi ngerjain hal lain." Dika yang tidak mau memperpanjang topik itu, menjawab dengan jawaban membosankan.

Mendengar hal itu, Reno langsung melingkarkan tangan di pundak Dika. Dia merasa akhirnya temannya itu memahami kebenciannya pada semua cowok yang menarik perhatian terlalu banyak wanita. "Bagus. Cowok kayak dia yang cuma ngandelin tampang buat dapetin cewek-cewek, ngga layak dijadiin temen." Kata Reno penuh iri hati.

Sayangnya Dika tidak berpendapat seperti itu. Kepala Dika penuh dengan pembelaan untuk Hans namun dia tidak mungkin mengucapkannya. Karena tidak bisa mengucapkannya, dia hanya bisa meminum teh. Dia mulai menimbang-nimbang apa yang perlu dilakukan agar kerumitan dilemanya dengan Hans bisa terselesaikan.

Berlanjut...