webnovel

Sahabat Masa Kecil 2

Satu hari yang berat untuk Dika akhirnya berlalu. Ketika bermain game dengan Hans, dia tidak bisa berkonsentrasi karena Hans semakin terlihat menawan gara-gara tumbuh cepat dan menjadi tinggi. Wajahnya semakin dewasa dan terlihat makin maskulin dengan tatapan mata yang semakin tegas. Suaranya juga berubah timbre dan menjadi lebih rendah sehingga menggetarkan hati Dika setiap mendengarnya. Hasilnya, dia mengacaukan permainan mereka dan membuat Hans dongkol. Meskipun begitu, Hans tidak mengatakan apapun dan pengertian seperti biasa.

Sesampainya di rumah, Dika berhasil menghela nafas lega. Setidaknya hari ini dia tidak melakukan hal yang tidak-tidak meskipun logikanya makin lama makin tergerus. Bagaimanapun Hans terlihat begitu sempurna. Tidak seperti Renata yang tidak bertanggung jawab dan sering remedial, Hans sangat cemerlang di sekolah. Dia adalah juara kelas yang sering mewakili sekolah mengikuti perlombaan. Sikapnya juga sopan, pengertian, tenang, santun, dan tidak pernah terlihat marah. Kalau saja seseorang mengabaikan sifat playboynya, Hans terlihat seperti pangeran impian yang keluar dari shoujo manga. Bagaimana mungkin Dika bisa bertahan kalau berinteraksi dengan orang seperti itu setiap hari?

Cepat atau lambat, dia akan terjerumus dan menyatakan cinta pada temannya itu. Untungnya dia masih sadar kalau dia laki-laki dan itu mungkin menghancurkan persahabatan mereka.

"Baru nyampe?" Tanya sebuah suara ketika Dika sibuk menghela nafas dan memaki dirinya. Suara itu mengembalikannya ke kenyataan. Dia menoleh ke arah sumber suara dan mendapati kakaknya, Arga, turun dari tangga.

"Iya. Kapan lu balik?" Sapa Dika pada kakaknya yang kuliah di luar kota. Biasanya Arga hanya pulang kalau libur semester. Akhir-akhir ini dia pulang lebih sering karena sudah menyelesaikan skripsi.

"Barusan. Lu dari mana?" Sambil bicara, Arga mendekat ke arah Dika dengan langkah santai.

"Dari tempat Renata." Jawab Dika singkat.

Jawaban itu membuat Arga merubah raut wajah. Dia terlihat memikirkan sesuatu yang tidak menyenangkan. Setelah duduk di depan adiknya, dia membuka mulut lagi. "Lu mending ngga usah terlalu dekat sama mereka. Keluarga itu nakutin." Jelas Arga yang kini merasa cukup dewasa untuk melihat konspirasi dunia.

"Apanya yang nakutin?" Kata Dika setengah tidak percaya. Yang paling menakutkan hanya perasaannya pada Hans. Selebihnya, Dika tidak pernah merasa ada yang menakutkan dari keluarga itu. Dia bahkan bertemu dengan semua anggota keluarga mereka. Bahkan Farrel yang dikatakan angker oleh ayahnya terlihat seperti ayah yang terlalu goblok dan memanjakan semua anaknya. Mereka terlihat seperti keluarga normal.

"Nanti juga lu ngerti sendiri kalau udah belajar ngelola perusahaan." Jawab Arga tidak jelas. Karena itu urusan nanti, Dika akan memikirkannya nanti. Lagipula dia tidak bisa mengecewakan semangat ayahnya yang kelihatan begitu sumringah kalau tahu dia sering ke rumah Atmajati.

"Ngomong-ngomong, tumben lu pulang bulan segini?"

"Papa yang nyuruh. Sambil nunggu Wisuda, gue disuruh lebih rajin bantuin di perusahaan." Sahut Arga.

"Oh." Kata Dika tanpa banyak komentar. Arga terlihat santai juga dan mengambil kacang untuk dikunyah.

Karena jarak usia mereka, Arga dan Dika jarang bertengkar. Mereka juga jarang bertemu karena hampir selalu beda sekolah. Makanya Dika tidak punya banyak topik yang bisa dibicarakan dengan kakaknya dan Arga sendiri juga tidak banyak kepedulian. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing sampai ada pembantu yang datang untuk membawakan barang yang dikirim untuk Dika.

Melihat benda itu, wajah Dika langsung berbinar. Itu adalah action figure Airutia. Versi ini adalah limited edition yang berhasil dia menangkan karena mengikuti lomba ilustrasi. Demi ini, Dika bekerja keras selama seminggu karena benda itu tidak bisa dibeli dengan uang. Karakter ini adalah favorit Hans sehingga dia ingin menyenangkan temannya itu. Karena sudah terbutakan cinta, dia melakukan apa saja asalkan bisa melihat senyum langka Hans yang membuatnya tergila-gila.

"Apaan tuh?" Tanya Arga penasaran karena adiknya terlihat bercahaya begitu menyilaukan.

"Hadiah buat Hans." Jawab Dika singkat.

"Ka, lu jangan terlalu dekat sama mereka." Kata Arga menasehati lagi adiknya yang sepertinya sudah lupa dengan apa yang barusan dia ucapkan.

"Lu bilang apa?" Tanya Dika yang terlalu fokus membuka kiriman yang datang sehingga tidak bisa mendengar apapun.

"Lupain aja." Ujar Arga malas.

****

Dengan semangat membara, Dika mengajak Hans bertemu di sebuah lorong sepi untuk memberinya kejutan. Hari itu bukanlah hari istimewa namun karena tidak sabar menunggu sampai Hans ulang tahun, Dika yang terlalu antusias memutuskan untuk memberikan hadiahnya hari itu juga. Merekapun bertemu setelah sekolah usai.

Dika tidak sadar sama sekali kalau lorong itu adalah tempat favorit bagi para siswa untuk menyatakan cinta. Kesunyian tempat itu karena jarang dilewati, seringkali digunakan untuk hal-hal romantis. Sayangnya, lorong itu menghubungkan antara kelasnya dan kelas Hans dan tidak jauh dari situ mereka bisa langsung ke tempat parkir. Makanya mereka sering bertemu di situ sebelum dijemput supir dan pergi ke suatu tempat.

Ketika melihat Hans, Dika langsung menyerahkan apa yang ada di tangannya. "Buat elu." Katanya bersemangat. Hans yang tidak menyangka akan mendapatkan sesuatu hari itu, langsung mengambil kotak yang diserahkan.

"Apa ini?" Tanya Hans setelah benda itu ada di tangannya.

"Buka aja." Kata Dika.

Dengan ijin itu, Hans membuka kotak itu dengan hati-hati. Dia tidak pernah barbar kalau membuka apapun dan selalu memastikan kotak hadiah selalu utuh dan bisa digunakan lagi meskipun sudah dibuka. Seringkali kebiasaan ini mengundang komentar jengkel dari adik kembarnya yang berpendapat kalau bungkus apapun harus dibuang setelah terpakai. Meskipun begitu, Hans yang lebih suka melihat segalanya teratur, tetap pada kebiasaannya.

Ketika mengangkat action figure itu dengan hati-hati, Hans tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Mata obsidiannya berkilau lembut dan sebuah senyum mekar di bibirnya. Senyum itu adalah senyum yang ditunggu-tunggu Dika. Dia menjadi ikut bahagia melihat senyum itu melengkung indah dan membuat Hans berlipat-lipat lebih tampan.

"Thanks." Kata Hans berterima kasih pada temannya. Dia tahu kalau untuk mendapatkan benda itu Dika perlu berusaha keras. Karena itu, dia begitu senang dan berencana mencari sesuatu yang akan menyenangkan Dika nanti. Sayangnya, Dika yang terpana akhirnya mengungkapkan sesuatu yang seharusnya tidak boleh diungkapkan.

"Hans, gue suka sama lu." Kalimat itu akhirnya terlepas dari bibir Dika. Suasana sepi dan Hans yang berterima kasih dengan tulus membuatnya merasa kalau kerja kerasnya tidak sia-sia. Senyum Hans langsung menghancurkan sisa logika di kepala Dika sehingga kalimat terpendam itu tidak bisa disembunyikan lagi.

Ketika mengatakan itu, Dika tidak sadar sama sekali kalau bibirnya sudah bertindak sendiri. Di depannya, Hans melebarkan kedua mata dan terlihat kebingungan. Dia seperti melihat film horor. Setelah ekspresi Hans berubah, barulah Dika tersadar.

'Mati gue!' Batin Dika nelangsa. Dia sudah menghancurkan persahabatan mereka.

Berlanjut...