Buku itu mengeluarkan gelombang yang tidak masuk akal, sampai-sampai seluruh ruangan bergetar karenanya.
Angin yang sangat kencang, entah dari mana asalnya memutari seluruh ruangan. Membuat situasi semakin memburuk.
Ukiran-ukiran tulisan kuno yang terpajang di dinding satu persatu terjatuh, hancur tak bersisa. Pendiangan yang sejak tadi menyala terang menghangatkan ruangan seketika padam, suhu udara menjadi turun drastis. Meja bundar berwarna hitam yang ada di belakang kami juga terlempar beberapa meter, menciptakan suara dentuman yang sangat keras. Seluruh ruangan kacau balau dibuatnya.
Aku tidak bisa melanjutkan langkahku, sinar buku itu terlalu terang sehingga membuatku tidak bisa melihat sekitar dengan jelas. Benda-benda yang terlempar membuat kami semakin tidak bisa bergerak.
Keringatku bercucuran memandang buku itu, kami berdiri mematung, tidak berani bergerak. Lucia yang sejak tadi memimpin di depan terhenti gerakannya. Segera, aku menghentikan langkahku.
Lucia tidak mungkin bisa melanjutkan langkah kaki pada situasi saat ini, dia sudah lanjut usia. Aku dapat melihat Lucia yang sedang berusaha mati-matian menggapai buku aneh itu.
"Lucia, apakah kau yakin tentang ini. Sebaiknya kita keluar untuk menyelamatkan diri." Aku berteriak keras, melawan suara benda-benda yang bertabrakan.
Aku mulai khawatir dengan ini. Jika bukan karena ada Lucia disini, aku sudah pergi lari terbirit-birit menyelamatkan diri, seperti saat aku di terkam oleh singa.
Lucia Menoleh ke arahku, berteriak serak mengalahkan suara sekitar "Aku tidak bisa bergerak, sesuatu seperti sedang mengunciku. Kita harus menghentikan buku itu, jika tidak sesuatu hal yang buruk bisa terjadi."
Kami terus berusaha melangkahkan kaki, namun, semua upaya yang kami lakukan sia-sia.
Sudah tiga menit kami berdiri mematung, situasi semakin memburuk.
Sejak tadi, aku memperhatikan buku yang sedang bersinar itu. Sinarnya semakin menerang seiring berjalannya waktu.
"LUCIA, LARI DARI SINI!" Aku merasakan firasat buruk, Tanpa jeda, aku segera berseru kepada Lucia.
Ketika aku menyadarinya, itu sudah terlambat. Terdengar dentuman yang sangat keras, tubuhku terlempar dua puluh meter, menghantam tembok yang ada di sudut ruangan.
Aku terkapar tak berdaya di lantai, perlahan kesadaran ku mulai menghilang. Sebelum kehilangan kesadaran, aku sempat melihat Lucia melayang di selimuti cahaya. Seakan dia benar-benar mengeluarkan cahaya itu sendiri. Dan buku itu berhenti mengeluarkan cahaya, lalu jatuh tergeletak di lantai.
Seketika, cahaya hijau yang menyelimuti Lucia berubah warna menjadi merah tua. Cahaya itu seperti memancarkan distorsi waktu. Situasi ini seperti tidak asing bagiku, aku pernah mengalami ini sebelumnya pada saat aku membuka buku itu pertama kali.
Namun, anehnya cahaya itu menyelimuti tubuh Lucia. Aku dapat melihat dengan jelas dari kejauhan, sebelumnya warna merah tua yang memancar, hanya pada sekelilingku.
Telingaku berdengung keras, mengeluarkan darah. Aku bernafas tidak karuan, seakan aku bernafas menggunakan telingaku. Pandanganku seluruhnya menjadi putih, perlahan menjadi gelap.
Aku kehilangan kendali atas tubuhku, tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.
***
**
*
Di sisi lain, Lucia yang mendengar suara seruanku, menoleh ke belakang. Dia tidak sempat bereaksi, melihat ku terlempar dan menghantam tembok. Lucia juga terkena tekanan dari dentuman besar itu, namun dia tidak terlempar, sesuatu sedang mengunci gerakan Lucia.
"LUTFI, APA KAU BAIK-BAIK SAJA?!" Lucia yang melihatku terlampir berluluh meter dan menghantam tembok beton yang kokok di sudut ruangan, berteriak histeris.
Itu adalah pemandangan yang mengerikan, suara dentuman yang keras itu seakan-akan melemparkan apapun yang di dekatnya.
Lucia yang juga terkena efek dentuman itu, mengeluarkan darah dari telinganya. Namun, efeknya seperti sedang di redam oleh sesuatu.
Tanpa Lucia sadari, cahaya hijau dari buku itu telah merambat secara perlahan menuju tempat dia berdiri. Begitu dia menyadarinya, cahaya itu telah berputar butar mengelilingi tubuh Lucia. Secara perlahan, cahaya hijau yang berputar-putar di sekelilingnya mengangkat tubuh Lucia. Dia melayang di udara, seperti buku itu melayang.
Cahaya yang tadinya hijau, seketika berubah menjadi merah tua. Lucia yang melihatnya tidak dapat bereaksi, terlalu banyak informasi yang harus di serap olehnya. Cahaya merah tua itu semakin menerang, berputar-putar di sekeliling Lucia, seperti anak-anak yang bermain.
Lucia memperhatikan setiap hal yang terjadi, dia mengamati cahaya merah tua itu. Lucia menyadari apa yang aku sadari, dia melihat di sekelilingnya sesuatu yang di luar akal sehat manusia. Sesuatu yang mustahil terjadi. Lucia yang menyadari sesuatu, tidak dapat melakukan apa pun, dia mulai kehilangan kendali atas kesadarannya.
Sejak tadi Lucia menahan tekanan yang mampu melemparkan aku hingga dua puluh meter, dia sangat tangguh. Tapi saat cahaya hijau itu berubah menjadi merah tua, tekanannya semakin kuat. Bukan hanya tekanan udara yang ada di sekelilingnya, seakan waktu pun mengalami tekanan yang luar biasa.
Sepuluh menit telah berlalu, sejak Lucia kehilangan kesadaran. Cahaya itu tampak telah melalui klimaksnya, sinar cahaya yang terang mulai meredup.
Buku itu lebih dulu kehilangan cahaya, lalu terjatuh ke lantai marmer yang telah hancur lebur, sementara Lucia masih melayang-layang di dalam ruangan yang sunyi.
Sebuah cahaya samar masih melekat di tubuhnya. Itu sangat indah, seperti cahaya bulan di gelapnya malam. Kecantikan yang tidak pernah ada orang di dunia yang dapat membayangkannya.
Mata hijau yang bersinar serta rambut perak kehijauan yang terurai terkena embusan angin. Sebuah keindahan dunia yang mustahil ditemukan di mana pun.
Terlihat sosok seorang gadis perempuan yang sedang melayang-layang, bercahaya di udara. Rambut perak ke hijaunya terurai oleh cahaya itu. Matanya yang hijau bercahaya menerangi ruangan yang gelap. Dia terlihat seperti gadis SMA berusia 16 tahun, tingginya hampir 160 cm.
Sesuatu yang di luar akal manusia telah terjadi, namun, tidak ada seorang pun yang menyaksikannya.
Cahaya pada tubuh Lucia semakin meredup, lalu menghilang sepenuhnya. Secara perlahan tubuhnya jatuh, mendarat dengan lembut.
Kami kehilangan kesadaran, tidak tahu apa yang telah terjadi. Yang bahkan jika di ceritakan, aku akan lebih menolak fakta itu.
Tentu saja, aku tidak akan percaya bahkan jika aku menyaksikannya langsung. Siapa yang akan percaya dengan hal seperti itu, aku yakin akan di katakan gila oleh orang lain.
Ruangan yang tadinya tersusun rapih dan nyaman, berubah menjadi tidak karuan, seperti kapal pecah. Kursi bundar yang besar hancur di sudut ruangan, tembok beton yang kokoh terlihat retak di mana-mana.
Lampu-lampu yang megah tergantung di langit-langit ruangan terjatuh menerpa lantai, hingga semua marmer yang ada di seluruh ruangan hancur.
Sekarang, ruangan itu tampak gelap dan dingin. Tidak ada yang menghangatkan ruangan ini, atau bahkan hanya sekedar meneranginya.
Namun anehnya, dari luar seakan tidak terjadi apapun. Seperti ada yang mengisolasi kami di dalam.
Suara hujan menutup malam panjang yang gelap, rintikan hujan yang semakin mereda menyambut matahari terbit. Suara rintikan hujan itu seperti nyanyian kekalahan untuk kami.