Matahari mulai terbenam, sinar senjanya menerpa bangunan-bangunan yang menjulang tinggi ke langit. Perlahan cahayanya mulai menghilang, tenggelam dalam kegelapan.
Bulan sudah muncul terlihat di langit, menggeser matahari yang telah lelah dari tugasnya. Bintang-bintang terlihat sangat jelas di langit yang cerah, mereka terlihat sangat indah, cahaya yang di pancarkan para bintang itu sangat menakjubkan.
Sekarang tepat pukul enam, sudah dua belas jam sejak kami tak sadarkan diri. Lucia tersadar lebih awal, dia telah merawat lukaku, dan mencoba berbagai cara untuk membangunkanku. Namun lukaku sangat parah, aku terlalu banyak mengeluarkan darah.
Lucia mengangkat, dan memindahkanku ke kamar. Berjalan di tumpukan puing-puing yang berserakan, semuanya terlihat hancur lebur.
Untungnya kasur yang ada di kamarku masih utuh, Lucia menaruhku yang tak sadarkan diri. Lalu dia lantas berdiri, berjalan ke luar kamar, mencari sesuatu yang dapat menyadarkan ku.
Tak lama, dia kembali membawa minyak kayu putih yang ada di genggamannya. Segera dia mengoleskan minyak kayu putih itu di hidungku.
"Ayolah bangun, Lutfi. Sekarang bukan waktunya untuk tidur." Lucia tampak mengeluh dengan kondisi ku, yang tak kunjung bangkit dari tidur yang panjang.
Secara berkala dia mengoleskan minyak itu, namun aku tak kunjung bangun. Lucia mulai menyerah, menunggu sampai besok pagi.
"Jika kau tidak bangun sampai besok pagi, aku akan menyirammu." Lucia mengancamku yang sedang tak berdaya.
Lucia juga tampak lelah, dia terluka cukup parah. Saat ini juga sudah larut, jadi dia memutuskan untuk menunggu sampai besok tiba.
Kami mengistirahatkan tubuh kami yang penuh luka, dan lelah. Lucia ikut jatuh tertidur di sebuah kursi yang rapuh, sepertinya kursi itu ikut terhantam karena buku aneh itu.
Sebelumnya, Lucia sudah mengamankan buku aneh yang berbahaya itu, khawatir sesuatu terjadi kembali.
***
**
*
Keesokan harinya, matahari pagi muncul tertutup oleh awan hujan. Menjadikan pagi yang gelap, di selimuti oleh awan mendung.
Gerimis mulai turun, terdengar rintikan air yang samar di atas langit-lagit ruangan. Suara guntur terdengar susul menyusul secara samar dari kejauhan, suhu ruangan menjadi lembap dan dingin.
Seperti biasa, Lucia bangun lebih awal, dia mulai bersiap-siap. Membersihkan tubuh yang porak-poranda, untungnya kamar mandi masih bisa di gunakan, meski airnya harus di kuras terlebih dahulu.
Selesai membersihkan tubuh, dan berganti baju, dia kembali ke kamar membawa sebuah ember besar yang penuh dengan air.
Pertama, dia membangunkan Lutfi dengan lembut,
"Bangun, fi. Kau sudah tidur secara berlebihan."
Lalu menciprat-cipratkan air itu ke wajah Lutfi.
"Oyy, bangun" Lucia membangunkan ku, sembari memercikkan air dingin ke wajah Lutfi.
Tak kunjung bangun, dia menyiram ember itu ke tubuh Lutfi.
***
**
*
Secara refleks, aku terbangun dengan cepat karena kaget. Air itu sangat dingin sekali, aku sama sekali belum sadar sepenuhnya, masih mengumpulkan nyawa.
"Akhirnya kau bangun juga, setelah dua hari tak kunjung bangun. Aku sempat khawatir jika kau tidak akan pernah bangun." Lucia tanpa rasa bersalah, mengguyur aku dengan air yang sangat dingin.
Tapi aku untungnya, Lucia segera membangunkan ku. Jika tidak, entah kapan aku akan terbangun.
Aku masih menyerap informasi yang ada di sekelilingku, pandanganku belum sepenuhnya berfungsi. Semuanya masih terlihat buram, aku menggosok-gosok mata, berharap itu kembali normal.
Aku melihat di sampingku ada seorang gadis remaja berambut hijau, dan mata yang bersinar. Sebelumnya aku mengira suara itu Lucia, tapi siapa dia? Aku belum pernah melihatnya.
"Ehh, kamu siapa? Di mana Lucia?" Aku bertanya ke pada seorang gadis yang ada di sampingku.
Nada suaranya mirip sekali dengan Nek-Lucia, Apakah dia cucunya. Kepalaku di penuhi dengan informasi baru.
"Apa yang kau bicarakan, aku Lucia." Dengan nada yang jengkel, dia membalas pertanyaanku.
Aku tidak mengerti sama sekali apa yang sedang terjadi, apakah sesuatu telah terjadi selama aku tidak sadarkan diri? Tapi gadis ini Lucia? Apakah aku tidak salah dengar.
"Hahaha. kamu, Jangan bercanda. Aku ingin bertemu dengannya?." Aku menganggap itu sebagai gurauan, bagaimana tidak, mustahil jika dia adalah Lucia.
"Apa Lutfi mengejekku, kau sudah melibatkan aku sejauh ini." Dengan kesal, dia sekali lagi meyakinkan ku.
Aku semakin bingung dengan ini, seketika aku mulai menyadari sesuatu. Sebelumnya aku juga mengalami hal yang aneh sejak membuka buku itu, apakah itu yang terjadi pada Lucia?
Otakku sangat berfikir keras memproses setiap informasi yang masuk. Aku mulai mengingat kembali kejadian semalam, ingatan terakhir ku adalah ketika Lucia melayang dan di selimuti cahaya hijau yang perlahan berubah menjadi merah tua.
Sewaktu aku memulai perjalanan, saat pertama kali membuka buku itu, aku juga mengalami hal yang serupa. Namun, cahaya merah tua itu tidak menyelimuti ku, tetapi mengelilingi sekitar ku. Seakan sekitarku menjadi gelap karenanya.
Dan sejak saat itu, aku selalu mengalami hal aneh. Mulai dari di terkam singa yang besarnya tidak normal, dan selalu melihat sesuatu yang tidak biasa di mataku.
Awalnya aku mengira itu karena aku terlalu buta akan teknologi, namun bukan seperti itu. Aku telah berpindah ke massa yang benar-benar berbeda.
Hal serupa juga telah terjadi kepada Lucia, jika benar-benar seperti itu maka semuanya menjadi masuk akal. Bedanya kasus ku dengan Lucia adalah aku berpindah masa, sedangkan Lucia massa pada dirinya berubah.
"Jika kau benar-benar Lucia, aku ingin bertanya sesuatu. Sekarang tahun berapa?" Aku bertanya untuk memastikan kebenaran mengenai deduksi ku.
Aku berangkat bertujuan untuk bekerja ke sebuah negri di sebelah barat, saat itu tanggal 1 Januari 1923. Tepat pada saat tahun baru.
"Apa yang kamu bicarakan, bukannya sudah jelas sekarang tanggal 10 Januari 2023." Lucia menjawab heran pertanyaanku.
"Mustahil? Sungguh." Aku sangat terkejut mendengarnya. Deduksi ku benar,
kami benar-benar telah melanggar aturan dunia.
"Lucia, apakah kau tahu apa yang terjadi pada dirimu saat ini?" Aku bertanya kepada Lucia, apakah dia mengerti dengan situasi saat ini.
"Iya, sepertinya kita telah melewati waktu. Tubuhku ikut berubah, aku tidak tahu mengapa, namun sepertinya karena cahaya merah itu" Lucia menjawab dengan serius pertanyaanku.
"Betul, dan itu juga terjadi pada ku. Aku memulai perjalanan pada tahun 1923, tepat saat tahun baru. Mustahil aku telah melakukan perjalanan selama seratus tahun, pasti telah terjadi sesuatu." Aku menjelaskan informasi yang aku ketahui saat ini.
Kami mulai saling mengerti situasi satu sama lain, dan mulai memakan sarapan yang telah di siapkan oleh Lucia.
Memakan sarapan di bawah lantai marmer yang hancur porak-poranda. Kami saling mengobrol satu sama lain, bertukar informasi yang kami miliki.
Setelah selesai, aku memikirkan orang tuaku dan kakakku. Jelas pada masa ini mereka sudah tidak ada, aku harus menemukan jalan untuk kembali.
"Lucia, maafkan aku telah membuat rumah mu hancur. Aku benar-benar minta maaf. Tapi aku harus pergi, aku akan mengganti semuanya suatu saat nanti." Lucia sudah terlalu jauh terlihat, aku tidak ingin dia semakin terlibat dengan masalahku.
Aku benar-benar telah membawa bencana kepadanya, sangat jelas dia akan sangat marah kepadaku.
"Kau sudah melibatkan ku sejauh ini, bahkan tubuhku kembali menjadi saat aku masih muda. Apakah kau akan meninggalkan ku setelah berbuat semua ini? Aku akan ikut bersamamu, jika kau menolak, maka aku akan memaksa." Lucia mengintimidasi ku.
"Apakah kamu sungguh akan ikut dengan ku, Lucia." Aku bertanya kepada Lucia yang ada di depanku.
"Tentu saja!" Dia menegaskan.
Mau tidak mau aku harus menerimanya, dan juga ada sesuatu yang aku pikirkan. Aku menyadari sesuatu pada Lucia, bukan hanya fisik, sifatnya pun ikut berubah menjadi sesuai tubuhnya.
"Kamu, sifatmu sepertinya ikut berubah menyesuaikan tubuhmu, Lucia." Aku mencoba bergurau mencairkan suasana yang tegang.
Namun, tampaknya Lucia tidak menganggapnya sebagai gurauan.