webnovel

[02] Pada Kedalaman Gua

"Hei, hei, apakah kau keluar kemarin?"

Anung baru saja duduk di atas batu besar di sampingnya, lantas meletakkan daging ayam liar yang masih mentah dan dibungkus oleh daun pisang yang cukup lebar untuk menampungnya. Lima langkah jauhnya dari tempat ia duduk, seekor harimau berbulu putih dengan belang-belang hitam yang berukuran dua kali lebih besar daripada harimau biasanya, tengah bersimpuh dengan kedua kaki diluruskan di depan.

Harimau inilah yang tengah ia ajak bicara, mungkin orang-orang akan tertawa jika melihatnya melakukan hal konyol seperti itu. Tetapi, dia sudah merawat harimau ini selama hampir dua minggu sejak ia menemukannya terluka parah di tepi sungai. Cukup yakin pihak lain tidak akan melukainya, maka ia tidak segan untuk berbicara atau bahkan duduk di dekatnya, dan tentu saja membawakannya makanan.

Mengulurkan bungkusan daging di tangannya, harimau itu mengangkat kepalanya dan membuat Anung hampir saja ragu untuk melangkah lebih jauh.

"Grrrrmm," Harimau itu menggeram, membuka mulutnya dan mengeluarkan lidah untuk merapikan bulu-bulu di kakinya.

Anung menghela nafas lega, "Ini, aku hanya bisa menangkap ayam hari ini. Sekarang masih waktunya matahari terbenam, tetapi sebentar lagi giliranku untuk berjaga lama. Aku tidak bisa berlama-lama."

Diam-diam dia melirik ke arah perut harimau, dimana sebagian bulu dan ramuan tumbuhan yang ia haluskan tampak menghilang dan luka sayatan memanjang itu mulai merapat dan kering. Dia tidak berani memeriksanya secara langsung, takut bahwa harimau itu akan salah sangka dan berpikir dia ingin melukainya. Dia hanya bisa memeriksa dengan hati-hati dari jauh.

Sekali lagi dia mulai berbicara, "kemarin itu pasti kau yang telah membuat Ki Jayang ketakutan? Apakah kau semakin mudah lapar akhir-akhir ini, kenapa kau sampai keluar dari gua dan berkeliaran di dekat desa. Itu berbahaya untukmu."

Harimau itu tampaknya tidak perduli, tetapi telinganya tegak sebagai pertanda mendengarkan, meskipun kepalanya menunduk dan mulai meraih daging mentah di dalam daun dan menyantapnya dengan buas.

"Hrmm ... Grrr ...."

Pada saat itu, dengan sadar diri Anung perlahan mundur dan kembali duduk di atas batu besar. Dia tahu hewan buas paling tidak suka diganggu ketika mereka tengah menyantap mangsanya.

"Hei, apakah kau akan pergi kembali kepada kelompokmu ketika kau telah sembuh? Apakah kau mungkin saja berasal dari Puncak Terlarang?" Anung mulai bertanya-tanya sendiri.

Tiba-tiba saja dia tertawa kecil menyadari sikap konyolnya saat ini, "bukankah aku sangat konyol? Semua orang di desa merasa ketakutan dan enggan untuk keluar di malam hari karena kabarnya ada harimau, dan di sinilah aku, berbicara dengan harimau yang ditakuti semua orang, ahaha, aku merasa cukup hebat."

Harimau itu sudah menyelesaikan daging ayam liar dan menyisakan daun yang bernoda darah ayam itu tergeletak di tanah, sedangkan si pelaku menatap ke arahnya, seakan-akan berusaha menunjukan sesuatu.

Anung menyadari pandangannya, tentu saja. "Untuk apa kau menatapku? Jika kau bermaksud untuk mengatakan bahwa kau belum kenyang, maka aku tidak bisa melakukan apapun. Tidak mungkin juga bagiku untuk menangkap hewan di hutan pada waktu tengah malam seperti ini. Bersabarlah sampai besok, mengerti?"

Duarrr!! Duarr!!

Suara petir tiba-tiba menyambar di luar gua, dan kilatnya berpendar jauh sampai di dalam gua, yang mengalihkan perhatian Anung untuk memeriksa barang sejenak ke arah pintu masuk gua, memastikan apakah langit mendung sehingga petir muncul tiba-tiba seperti itu.

Ketika dia kembali ke tempatnya sebelumnya, pemandangan yang telah berubah yang membuatnya terpana di tempat. Harimau yang sebelumnya bersimpuh tiba-tiba sudah berdiri tegak dan itu masih lebih tinggi darinya. Tunggu, tunggu, dia menenangkan dirinya dan mencoba mengamati dengan lebih baik.

Harimau itu benar-benar berdiri tegak, dengan dua kaki belakangnya. Tetapi saat ini, itu lebih mirip dengan kaki manusia, ah, ya! Seperti kakinya. Harimau itu juga memiliki celana bersamanya, jika tidak, maka dia takut membayangkan apa yang mungkin akan dia lihat di bawah sana.

Secara keseluruhan, harimau itu tampaknya mengubah tubuhnya menjadi serupa dengan manusia, meskipun kepalanya masih berupa seekor harimau.

Jika tidak melihat luka memanjang di perutnya, dia takut harimau sebelumnya telah diculik dan harimau jadi-jadian ini berupaya untuk menggantikannya.

Dia berusaha menelan kegugupannya untuk bertanya, "kau, kau ... apakah kau benar-benar siluman harimau?"

Pihak lain menatap langsung ke arahnya, yang membuat Anung segera mundur dua langkah dengan wajah pucat, "maaf, maafkan aku sungguh. Aku tidak tahu jika kau penunggu Puncak Terlarang. Aku hanya bercanda tentang bertemu denganmu, sungguh, maafkan aku."

Harimau itu, ah, tepatnya sekarang adalah manusia harimau, tampaknya kelelahan dan duduk di tempatnya dengan bahu bersandar di dinding gua, melirik ke arah Anung yang masih pucat di tempatnya berdiri, lantas berbicara, "kau tidak begitu takut ketika melihatku dalam bentuk harimau, apakah bentukku yang sekarang sangat mengerikan?"

Anung semakin linglung.

Hei, suara ini sangat jernih dan tidak serak atau bernada keras seperti yang pernah ia bayangkan. Itu benar-benar suara yang halus dan jernih, membuat orang cukup senang untuk mendengarkannya.

Diam-diam ia duduk di batu tempatnya sebelumnya, mengamati manusia harimau itu dengan sungguh-sungguh. Sekaligus berjaga jika tiba-tiba pihak lain melompat dan menjadikannya mangsa berikutnya.

Dia batuk sedikit, "ekhem, aku hanya sedikit kaget. Ku kira, semua orang juga akan merasa terkejut mendapati tiba-tiba saja ada manusia harimau di hadapannya."

"Maaf untuk itu, tetapi semua orang selalu berlari setelah melihat bentuk tubuhku. Aku tidak berharap kau akan berdiri seperti patung dengan wajah pucat," ujar manusia harimau itu sambil memejamkan matanya.

Anung memiliki senyuman kecut di wajahnya, "aku memiliki reaksi yang lambat. Jika aku berlari sekarang, akankah kau mengejarku dan memakan aku?"

Harimau itu menggeleng lemah, "tenagaku sudah habis untuk berubah menjadi seperti ini, bahkan jika kau ingin membunuhku sekarang, aku tidak akan bisa melawan."

Tiba-tiba Anung memiliki perasaan untuk menggerutu, "aku merawatmu selama dua minggu, menangkap hewan liar di hutan untuk kau makan, bukankah itu akan sia-sia jika aku membunuhmu sekarang? Lagipula tidak ada senjata yang bersamaku saat ini."

Dia masih melanjutkan setelah menarik nafas sejenak, "oh, juga, kenapa kau baru berubah seperti ini sekarang? Tentu saja, kau pasti menertawakan aku ketika berbicara sendiri sebelumnya?"

Manusia harimau itu tertawa kecil.

"Aku membutuhkan tenaga untuk berubah, maka dari itu kepalaku masih berwujud harimau, karena tenagaku tidak banyak. Juga, aku harus mempertimbangkan apakah kau akan berlari melapor ke orang di desa jika aku berubah menjadi manusia harimau, karena jika kau melakukan hal itu, maka aku pasti berakhir."

Anung mengangguk dua kali, tampaknya mengerti.

"Jadi kau benar-benar harimau siluman? Penunggu Puncak Larangan?"

Manusia harimau itu membuka matanya yang berwarna keemasan, dan menatap langsung ke arah Anung.

"Aku memang siluman harimau, namaku Aryasatya. Tetapi, aku bukan penunggu Puncak Larangan, karena di sana tidak sesederhana yang kalian para manusia kira."

[To Be Continued]

Aryasatya resmi muncul di bagian ini. Terimakasih untuk kalian yang mampir di cerita ini.

~ Ann

Hi_Annchicreators' thoughts