handphone ini sudah menjadi handphone polos. Tanpa cashing pink dan bandul pompom yang kemarin masih melekat padanya. Hanya handphone silver polos tanpa cashing.
Beberapa pesan singkat dan panggilan tak terjawab masuk ke handphone vina. Aku membukanya. Mengecek satu persatu.
Dua puluh lima pannggilan tak terjawab. Lima dari metha, sisanya dari mommy. Selanjutnya, Aku membuka pesan singkatnya. Pesan terakhir yang masuk diurutan teratas, Juga dari mommy. Aku membukanya.
*vina, dimana kau? Kakekmu terkena serangan jantung!
*vina, apa kau tidak lagi memperdulikan kakekmu? Dia ada dirumah sakit harapan hati! Datanglah secepatnya!!
Aku diam sejenak, Rumah sakit ini.. Hanya satu-satunya di jakarta, dan kebetulan sekali, Rumah sakit dimana aku berada sekarang. Aku berhenti membaca, berdiri, dan memasukkan kembali handphone ke saku celanaku. langsung menuju ke recepsionist, di lobby rumah sakit.
"dimana bapak haryanto dirawat?", tanyaku kepada perawat di recepsionist. Wanita itu mengecek pada layar komputer, sebelum menjawabku.
"ruang 3018!", jawabnya.
"terima kasih!"
Aku menuju lift ke lantai 3. Ruang 3018, tentu saja ruang itu ada dilantai tiga dengan urutan kamar nomor delapan belas.
Aku melihat pergelangan tanganku, jam tanganku sudah menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh lima menit.
TING
Pintu lift terbuka, hanya ada beberapa perawat di meja jaga. Aku melewati mereka, mengikuti arah petunjuk arah, kamar 3011 sampai 3020, belok ke lorong kanan dari meja jaga. Tidak terlalu banyak orang dilorong tersebut, Hanya dua orang yang kutemui melalui lorong ini.
Aku berdiri didepan pintu kamar nomor 3018. Sebelum masuk, aku mengeluarkan hanphoneku. Mengetik beberapa pesan yang kukirim pada beberapa orang kepercayaanku. Lalu aku mengetuk pintu. Namun, tak ada jawaban dari dalamnya.
Aku membuka pintu, dan hanya ada kakek vina seorang diri. Tanpa ada yang menemani. Aku melangkah masuk mendekatinya, duduk disisi kirinya. Wajahnya terlihat pucat, dengan alat bantu pernapasan yang menutup mulut dan hidungnya. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Untuk beberapa lama, aku hanya terdiam disana.
Sebetulnya, aku sangat merasa bersalah padanya. Karena aku, cucu pria ini sedang berjuang mempertahankan hidupnya di meja operasi. Aku tahu, dia sangat menyayangi vina. Inilah yang membuat rasa bersalahku semakin besar padanya.
Air mataku mengalir dari sudut mataku. Aku mengangkat tangan kananku, yang saat itu berada dikasur ditempat kakek vina berbaring, untuk menghapus butiran bening dari sudut mataku.
Tapi, belum sempat aku mengangkat tanganku, tangan kanan kakek vina yang ada tepat disampingku, memegang tanganku, dengan tangan kirinya yang masih menyambung dengan selang infus, memberi tanda untukku supaya diam dan tidak kaget.
Tangan kanannya membuka aliran udara yang menutup mulut dan hidungnya. Dengan napas sedikit terengah, dia melarangku untuk mencegahnya melakukan hal tersebut.
"jaga cucuku! Dia dalam bahaya! Kertas.. Pulpen..", suaranya sangat pelan dan terlihat kesulitan bernapas.
"aku akan ambilkan, tapi kakek pakai dulu alat bantu pernapasan ini!", aku memasangkannya kembali alat bantu pernapasan, merubah posisi tempat tidur. Sehingga posisi kepala agak tinggi dan kakek bisa menulis lebih mudah nantinya. Aku berdiri, mengambil majalah dimeja dekat jendela, mengambil kertas dan pulpen yang memang selalu ada disaku jasku, dan memberikannya pada kakek.
Majalah, aku jadikan sebagai alas sehingga lebih mudah untuknya menulis. Kakek mulai menulis sesuatu disana. Hanya beberapa kalimat. Memberikan lagi catatan itu kepadaku, membuka kembali alat bantu pernapasannya.
"pergilah bersama vina. Kau akan mendapatkan jawabannya disana! Jaga dia, karena waktuku pergi semakin dekat! Tubuhku sudah tak sanggup menahan ini!", katanya kemudian
"jangan khawatir, aku akan menyelamatkan kakek dan vina!"
"kau tidak bisa menyelamatkan dua orang yang akan terjatuh dari atap gedung tinggi dengan posisi berlawanan, dalam satu waktu!", kakek tersenyum padaku.
"lindungi cucuku.. Berjanjilah padaku!"
Aku mengangguk, air mataku juga tak tertahan. Aku pun menangis.
"lelaki harus tegar! Jangan menangis! Dan sebelum waktunya tiba, sembunyikan kematianku dari vina. Pergilah, sebelum ada yang melihatmu menemuiku!"
Aku masih tak mengerti.. Kapan waktunya? Apa maksudnya?
Tangan kanan kakek menunjukkan tulisan didalam kertas tadi..
Aku paham sekarang dan mengerti maksud kakek. Aku mengangguk, memasangkan lagi alat pernapasannya, mengatur ulang posisi tempat tidur seperti saat aku datang. Aku memeluk dan mencium kening kakek, memasukkan catatan dalam jasku, menaruh majalah dalam posisi semula, dan pergi meninggalkan ruang perawatannya.
Kali ini, aku tidak menggunakan lift, aku turun melalui tangga disamping lift. Mengeluarkan handphoneku dari saku celana, mengetik pesan dan memasukkan kembali ke tempat awal aku mengambilnya.
Aku berjalan menuju ruang operasi, tempat dimana vina dirawat. Lampu sudah menyala hijau, seorang bodyguards yang masih disana menungguku, menginformasikan bahwa vina sudah dibawa ke ruang observasi. Dia akan berada disana selama dua jam.
Klek
"rangga, Kau sudah tiba!", airin yang keluar dari ruang operasi menyapaku. Aku mengangguk.
"bantu aku, ada yang harus kita bicarakan!", wajahnya yang masih kelelahan tampak bingung kali ini. Tapi dia mengangguk. Kami menuju ruangannya.
Klek
Airin membuka pintu ruangannya, duduk dikursinya bersandar. Dia memang terlihat sangat kelelahan.
"ini!", aku menulis diatas kertas note yang ada pada meja airin dan menyerahkan kertas itu pada airin. Dia menatap kertas itu, dan terlihat bingung.
"apa maksudnya?"
"kau tau apa yang harus kau lakukan sebagai seorang dokter!"
Dia hanya menghela napas. Menatapku, mengambil handphone di laci meja kerjanya, dan menghubungi sandy.
"kapan aku harus melakukannya?"
Airin menunggu jawaban dari ujung telepon
"baiklah, aku mengerti!"
Klik.
Airin menatapku, hanya geleng-geleng kepala.
"dua pria yang selalu menyusahkanku! Adik kesayanganku, rangga! Dan suami tercintaku, sandy!!!", kali ini tatapannya terlihat jengkel, dan segera berdiri keluar dari ruangannya meninggalkanku yang tersenyum penuh kemenangan kali ini.
Tentu saja, senyum penuh kemenangan! pertama.. airin sudah tidak marah padaku, kedua.. Vina istriku dalam kondisi baik-baik saja! Operasinya berhasil, ini terlihat dari sikap airin yang tidak lagi berapi-api kepadaku.
Aku masih duduk diruang kerja airin, kembali mengeluarkan handphone vina dan membuka pesan lainnya yang belum selesai ku baca.
Masih pesan dari mommy. Wanita itu mengirim lima pesan untuk vina. Tiga pesannya belum sempat kubaca, karena tadi aku pergi mengunjungi kakek.
Mommy
*vina, apa kau sudah pikirkan perceraian dengan suamimu? Anwar tidak akan diam saja! Dia sudah merencanakan sesuatu yang jahat padamu. Dan anaknya pasti yang akan melakukannya terhadapmu!
*vina, aku tahu kau tidak akan mempercayaiku. Tapi, hidupmu akan berakhir ditangan rangga! Dia akan membunuhmu!
*vina, percayalah padaku, pergilah dari rumah itu! Percayalah padaku, dengan begitu kau akan selamat!
Aku menarik napasku, dan meletakkan handphone itu dia atas meja. Berdiri, menaruh kedua tanganku dipinggangku, mataku menatap ujung sepatuku, kemudian menatap langit langit rumah sakit, dan kakiku menendang kursi yang tadi kududuki!
Aku sangat kesal dengan wanita ini! Mengapa tak henti-hentinya ingin memisahkan aku dengan istriku??? Bahkan kali ini, dia berusaha menghasut istriku kalau aku akan membunuh istriku sendiri???
Harus ku apakan wanita ini? Aku sungguh kesal dengannya!!!!
Setelah bebeAku kembali duduk, tapi kali ini, tidak dikursi, tapi dimeja airin dan mengambil handphone vina lagi.
Pesan selanjutnya,
Metha
*selamat siang bu, ada pihak kepolisian dipimpin detektif sandy, meminta cctv ruangan ibu. Katanya ada yang harus mereka periksa. Kami coba melarang, tapi mereka membawa surat tugas, jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa.
*selamat sore, bu vina. Pak bambang, meminta ibu sebagai CEO V-company, untuk hadir dalam rapat pemegang saham tulip regency besok siang. Apa saya perlu memberitahukan kalau sekarang jabatan itu sudah dipegang pak rangga?
*selamat sore, bu. Lapor: dana pajak sudah dibayarkan kepada perwakilan pajak.
*selamat sore, bu. Besok ada rapat dengan light company. Tim Trust akan mempresentasikan design perhiasan dan aksesoris sebagai pertimbangan bagi light company untuk menyiapkan yang bahan yang dibutuhkan untuk design tersebut.
*selamat sore, bu. mm.. Tadi, nyonya shanti, mengambil uang sebesar lima belas milyar rupiah dari divisi keuangan perusahaan. Saya sudah mencoba melarangnya, tapi beliau sangat marah. Kami tidak punya pilihan selain memberinya, sesuai perintah ibu. Kalau nyonya shanti datang meminta uang, kami harus memberikannya. Saya mengambil uang tersebut dari tabungan pribadi ibu. Tapi jujur bu, ini diluar kebiasaan. Biasanya hanya lima ratus jutaaan, kali ini mintanya banyak bu. Apa yang harus saya lakukan lain kali?
Aku menjawab satu persatu pesan metha.
*untuk tulip regency, tunda sampai hari jumat.
*untuk meeting trust dan light company, tidak perlu! Kirim saja ke email CEO design dan semua bahan presentasi.
*untuk ibu shanti, mulai hari ini, jangan berikan satu rupiah pun.
Aku sedikit curiga dengan wanita ini.. Shanti Rose... Siapa dia sebenarnya? Bagaimana masa lalunya? Mengapa dia mau memisahkanku dengan vina? Dan untuk apa uang itu?
Aku mengusap wajahku dengan tangan kiriku, sedikit penat yang kurasakan untuk masalah ini. Mataku kembali ke handphone vina..
Aku melanjutkan membaca pesan di handphonenya
Dinda
*ibu vina, barang-barang ibu sudah saya taruh dirumah ibu. Dan saya langsung pamit setelah menyerahkan kepada kepala pelayan bernama ami. Selanjutnya apa yang harus saya lakukan?
"Besok datanglah ke rumah itu lagi, rapihkan barang-barangku dikamar utama, sesuai dengan tempatnya di apartemenku. Aku ingin membuat rumahku senyaman apartemenku!", pesan yang kubalas untuk dinda. Cukup mudah, karena hanya berurusan dengan masalah packing barang pindahan.
Selanjutnya, dua pesan tanpa nama.
*peaan pertama
Vina, bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja? Lelaki kasar itu, beneran suamimu?
-dennis-
A..aaapaaaaaa? Lelaki kasaaaar???? pria ini.. Pria yang tadi membonceng vina? Jadi pria ini???? Pantas saja, vina lari bersamanya dan terlihat begitu akrab! Aku mengerti sekarang!! Mereka sudah saling mengenal sebelumnya, pertemuan pertama mereka, di je...pangg???
Darahku kembali mendidih membaca ini, dan membaca pesan lelaki itu sehari sebelumnya! Shanti rose juga berjanji akan memasakkan sesuatu untuknya!! Apa hubungan shanti rose dengannya??? Apa perjodohan lagi? Atau sesuatu yang lebih buruk? Tapi bukan itu masalah yang menggangguku! Vina, istriku.. memeluknya di motor!!!!
Perasaan cemburuku kembali membakar didadaku.. Emosiku kembali seperti tadi pagi.. Ada rasa marah dan kesal! Ternyata, vina meninggalkanku tadi dengan teman lamanya..
Aku sudah tak sanggup membaca pesan apapun lagi dari handphone vina, aku ingin segera menemuinya bertanya tentang lelaki ini! Vina harus menjelaskan semuanya! Aku sudah sangat marah! Entah apa yang ada dipikiranku saat ini,
Aku memasukkan handphone ke sakuku dan beranjak keluar dari ruangan airin
Klek
"rangga, kau masih disini??", airin membuka pintu sebelum aku sempat keluar dari ruangan ini.
"ada apa denganmu? Mau kemana kau?", tanya airin yang melihatku sudah dipenuhi kemarahan.
"aku harus menemui vina! Dia harus menjelaskan siapa lelaki itu! Sekarang juga!!"
"rangga!!!", airin menahan dadaku, aku menatapnya
"apa kau gila? Dia masih di ruang observasi, kesadarannya belum pulih, dan kondisinya masih sangat lemah! Kau mau membunuhnya????", airin melotot kepadaku,
Membunuh? Tentu saja tidak! Dia istriku yang sangat aku khawatirkan dan aku sayangi! Bagaimana bisa kakakku menuduhku ingin membunuhnya! Aku menyayanginya sampai aku buta dan cemburu seperti ini, dia menuduhku ingin membunuhnya????
"rangga!!! Duduklah!"
"ga!"
"duduuuuuuk!!!", kali ini.. Airin lebih galak dariku, mau ga mau aku mematuhinya. Tatapannya yang seperti itu, mirip dengan almarhumah mama saat memarahiku, dan kalau sudah begini, aku ga bisa menentang airin. Aku duduk, dengan kedua tangan yang masih mengepal.
"jaga sikapmu! Jangan cemburu buta seperti ini!", airin bicara sambil berjalan ke arah tempat duduknya dan merebahkan dirinya dikursi.
"kau bisa bilang begitu, karena ga liat istrimu dibonceng seorang pria diatas motor dan memeluk pria itu dengan mesra!", airin tertawa mendengar perkataanku tanpa memperdulikan perasaanku.
"kalau vina tidak berpegangan, apa kau mau dia terjatuh dengan motor sekencang itu?", tanyanya kemudian.
"tak seharunya dia pergi meninggalkanku!"
"setelah kau mendiaminya seperti itu?"
"aa..akuuuu..!"
"sudahlah rangga, aku sudah bertanya pada bodyguardmu, seberapa kencang pria itu membawa motor, vina juga sudah menceritakan padaku, bagaimana kau memperlakukannya dimobil menuju FGC!"
"vina cuekin aku dimobil!"
"kau seharunya memberi penjelasan, bukan seperti itu memperlakukan wanita! Ada apa dengan EQ mu, rangga???", airin tersenyum sinis.. "dua lelaki disisiku, yang merasa pintar dengan IQ tinggi, pertama adik kesayanganku, dan kedua adalah suamiku.. Tapi sebenarnya EQ mereka jongkok!", airin mengangkat tangannya dari sandaran kursi, melipat jari-jarinya dengan menyisakan jempol diatas dan memutarnya kebawah.
"aa..apa maksudmu?"
"kau yang memulainya rangga! Vina kesal terhadapmu! Dia merasa kau tidak menganggapnya, dan tanpa penjelasan emosimu berubah!", airin menjelaskan. Tapi aku masih belum paham maksudnya.
"aku mohon padamu, jangan bahas ini lagi didepan vina!"
"tttt..ta..pi.. Lelaki itu.. "
"kakak tiri vina!!"
"aaa...aaaapaaaaa?"
Airin hanya menatapku sambil geleng-geleng kepala.
"ayahnya menikahi ibu pria itu, tetapi, wanita itu akhirnya meninggal saat melahirkan dennis! lalu, ayah vina menikahi shanti rose. Dua tahun setelah kematian istrinya."
Aku hanya diam mencoba mencerna penjelasan airin.
"mereka sedarah, rangga! Mereka tidak akan bisa menikah! Hubungan mereka seperti kau dan aku! Pergi temui vina! Dan ingat, Lain kali, kau harus pakai otakmu dulu sebelum cemburu buta!", kali ini airin tersenyum mengejek kepadaku. Aku tak berkata-apa, hanya berdiri, meninggalkan ruang airin dan pergi untuk menemui istriku.