"Pak Martin datang!", seru salah seorang murid yang baru saja
masuk kedalam kelas dengan tergesa-gesa.
Serempak seluruh murid lainnya di dalam kelas menghentikan
aktivitas mereka dan mulai menempati bangku masing-masing.
Begitupula dengan Cam yang tadinya duduk di meja Hope sambil
mengobrol segera kembali ke tempatnya.
"Aku dengar murid baru itu hari ini masuk.", Jean mencondongkan
tubuhnya kearah Hope yang duduk dihadapannya.
"Murid baru yang kau bicarakan di kafetaria dua hari lalu?", tanya
Hope sambil sedikit menoleh.
Cam yang mendengar obrolan dua gadis di sisinya hanya memutar
mata. "Ah Jean kau mulai lagi membahas itu.",
"Kenapa? Kau iri?". Tanya Jean galak. Hope dengar dari cerita Cam
kemarin jika Jean mengatakan jika murid baru itu lebih tampan dari
Cam. Jean juga berani bertaruh jika murid baru itu akan menggeser
ketenaran Cam di SMA Leavenworth ini.
"Ssstt kumohon kalian berhentilah berdebat.", Hope setengah
berbisik karena melihat dari ekor matanya jika wali kelas mereka
baru saja masuk bersama satu orang dibelakangnya.
Hope menunduk, mengeluarkan buku-buku diatas meja sambil
mendengarkan gurunya yang menyapa dan membuka perkenalan.
"Selamat pagi anak-anak. Sebelum mulai pembelajaran…",
Samar-sama Hope mendengar beberapa temannya berbisik disaat
Pak Martin menyapa. Jean juga mengatakan pada Cam, "Lihat?
Benar apa kataku bukan?".
Cam tidak menjawab membuat Hope meliriknya. Laki-laki itu
hanya duduk diam melipat tangan. Namun Hope menemukan raut
wajah Cam yang tidak biasa. Tatapannya seolah penuh dengan
kebencian dan dendam. Ia tidak pernah melihat Cam seperti itu.
"Cam?", panggilnya pelan.
"Hai semua.",
Hope mengalihkan pandangannya saat mendengar suara familiar itu.
Ia cukup terkejut mendapati siapa yang saat ini sedang berdiri di
depan kelas.
"Maaf membuat kalian terkejut.", tambahnya sambil menatap
kearah Hope dan mengulas senyuman tipis.
Hope mengangkat sudut bibirnya. Merasa tidak percaya dengan apa
yang ia lihat dan didengarnya. Ia pikir, laki-laki yang membantunya
saat kesulitan dengan vending machine merupakan murid lama yang
tidak pernah ia lihat. Berhubung Hope juga bukanlah anak yang
pandai bergaul dan emmiliki banyak tenman seperti Cam atau Jean.
"Namaku Ethan. Senang berkenalan dengan kalian.". Laki-laki
bernama Ethan itu menundukkan kepalanya sesaat.
"Baiklah Ethan, kau bisa duduk di bangku yang kosong.",
Ethan berterima kasih pada Pak Martin. Setelah itu ia berjalan
sambil menarik tali ransel yang hanya sebelah disampirkan dibahu
menuju bangku kosong yang tepat berada di sisi kiri Hope.
"Ethan.", sapa Hope.
"Hai senang bertemu denganmu lagi….", Ethan menggantung
kalimatnya.
"Hope.", balas Hope seolah mengerti apa maksud Ethan.
"Aku Jean.", timpal Jean tiba-tiba membuat Hope dan Ethan
menoleh kearah yang sama.
Ethan tersenyum, "Hi Jean, senang berkenalan denganmu.",
balasnya ramah.
"Ah perkenalkan juga teman kami, Cam.", kata Jean sambil
menoleh kearah Cam.
Saat Ethan melihat Cam. Senyuman dibibirnya perlahan memudar.
Tatapannya berubah nyaris serupa dengan Cam. Hope yang melihat
perubahan itu menatap keduanya bergantian.
"Kalian sudah saling kenal?", Hope yang tidak tahan bertanya
akhirnya memberanikan diri.
Pertanyaan itu juga membuat tatapan keduanya terputus. "Tidak.",
jawab mereka bersamaan.
Hope mendesah, "Ah aku pikir kalian saling kenal.",
"Tidak, aku baru melihatnya.", sahut Cam. "Ngomong-ngmong,
senang berkenalan denganmu. Ethan.".
Ethan tersenyum palsu. "Ya aku juga.",
⸙⸙⸙
Hope duduk di tepian air mancur yang ada di taman belakang
sekolah sambil mengerjakan laporan pelajaran sejarah ketika Jean
datang- membawa buku-buku pelajarannya. "Akhirnya aku
menemukanmu.", terdengar seperti berkah bagi Jean namun biasa
saja bagi Hope.
"Sudah selesai kelas?", tanya Hope tanpa melepaskan pandangannya
dari laptop di pangkuannya.
Jean berdehem, "Sudah- dan rasanya 150 menit pelajaran Bu
Graham seperti neraka.",
Hope terkekeh, "Siapa suruh kau merubah jadwal kelasmu
mengikuti milik Ethan?".
Jean benar-benar menyukai Ethan rupanya. Gadis itu sampai
merubah seluruh jadwal sekolahnya mengikuti milik Ethan hanya
demi melihat laki-laki itu seharian.
"Tapi tidak apa. Semuanya terbalaskan dengan melihat Ethan.",
jawabnya membuat Hope terkekeh geli. "Ah ya!",
"Apa?", tanya Hope sebelum Jean bertanya sesuatu padanya.
Jean yang baru saja mendaratkan bokongnya disisi Hope langsung
mengangkat dagu gadis itu. "Ada masalah apa antara Cam dan
Ethanku?",
Hope hampir saja tersedak, bukan karena pertanyaannya namun kata
terakhir yang diucapkan gadis itu. "Kau gila?! Ethan-ku?", tanyanya
menirkukan gaya bicara Jean saat menyebut nama Ethan.
Jean berdecak kesal. "Jawab saja pertanyaanku.",
Hope memutar matanya, "Kenapa memangnya?", tanyanya sambil
melepaskan tangan Jean dari dagunya.
Jean membuat gerakan menggeleng smar. Lalu mengerutkan kening.
"Aku merasa ada sesuatu diantara mereka. Apakah kau juga?",
"Ya aku juga. Sejak dari pertama Ethan datang.",
Jean mencoba berpikir sejenak. "Sepertinya masalah yang cukup
serius.",
Hope mengangkat bahu, "Aku tidak mau ikut campur karena aku
sudah mencoba dan mereka tidak menjawab. Aku bertanya pada
Cam melalui pesan singkat ia tidak menjawab dan mengalihkan
perhatian. Lalu saat aku bertanya pada Ethan saat istirahat kedua, ia
hanya tersenyum dan berkata semuanya baik-baik saja.",
"Bena- tunggu dulu!", pekik Jean membuat Hope menatapnya kesal.
"Jean jangan berteriak.", tegurnya.
Jean menatap Hope kesal, "Apa kau bilang tadi? Istirahat kedua?",
Hope meringis sambil mengusap telinganya. "Iya, memangnya
kenapa?",
"Kenapa dia tidak mengajakku!? Atau Cam?!", tanyanya.
"Kau dan Cam menghilang.", jawab Hope santai.
Jean menendang-nendang kakinya di tanah seperti anak kecil
membuat Hope hanya melirik sekilas. "Sudahlah aku mau
melanjutkan mengerjakan tugas.",
"Kalau saja kau bukan temanku aku sudah mencakarmu Hope!",
gerutunya.
Hope terkekeh pelan. Ia membenarkan layar laptopnya. Namun saat
ia hendak menekan tombol acak pada keyboard untuk membuat
layarnya menyala- mata Hope menangkap seseorang berdiri tak jauh
di belakangnya melalui pantulan layar. Ia menoleh. Wanita itu tampak pucat, matanya menatapnya dengan tatapan yang sulit
diartikan. Antara amarah dan membunuh? Entahlah. Dengan cepat
Hope menutup layar laptopnya, membereskan barang-barangnya
dengan tergesa.
"Jean cepat bereskan barangmu.",
Jean kebingungan namun mengikuti perintah Hope. "Ada apa?",
"Ada orang berdiri di pintu masuk semak labirin di sebrang air
mancur. Takutnya penculikan atau apa.",
Jean menatap kearah yang dijelaskan Hope. Namun ia tidak
menemukan apapun. "Tidak ada siapa-siapa.",'
Hope meneggakkan tubuhnya, menoleh kebelakang, dan benar saja
kata Jean. Tidak ada siapapun disana. Namun ia tidak ingin
mengambil resiko. Lebih baik ia pergi dari taman dan masuk
kedalam gedung. "Ayo kita masuk.",
⸙⸙⸙
Hai guys, cerita ini hanya ada di wattpad sama webnovel ya. Kalau kalian nemuin di tempat lain berarti mereka plagiat, dan tolong kasih tahu aku.
Follow Instagram dan Wattpad :
elizabethnmarsiano
Jangan lupa vote dan komennya yah.
Thank You ♡