"Hope!",
Hope menoleh ketika mendengar namanya dipanggil saat baru saja
keluar dari dalam perpustakaan. Ia melihat Ethan berlari kecil
kearahnya. "Ethan? Kau belum pulang?", tanyanya. Bel pualng
sekolah sudah bordering sejak satu jam yang lalu. Ia tak menyangka
Ethan masih berada di sekolah. Padahal ini hari keduanya sekolah
namun ternyata ia cukup sibuk.
"Aku masih memiliki beberapa urusan dengan administrasi.",
"Apa mereka mempersulitmu?",
Ethan terkekeh, "Tidak.",
"Syukurlah..",
"Memangnya mereka suka mempersulitmu?",
Hope memutar matanya, "Sedikit.", ia tidak mengatakan alasannya
lebih jauh karena ia bukanlah tipikal gadis yang suka bergosip.
"Hmmm apa kau mau pulang?", tanya Ethan lagi. Ia menatap kearah
tas yang disampirkan dan jaket disampirkan di lengan Hope.
Hope mengangguk, "Iya, setelah aku mampir ke tempat kerja
ibuku.",
Ethan mengusap tengkuknya. "Ah begitu…",
"Kenapa?", Hope menangkap keraguan Ethan.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke toko buku. Aku masih
belum memiliki teman lain. Kebetulan Jean dan Cam sudah
pulang.", Ethan menyengir. "Dan aku masih baru di kota ini.",
tambahnya.
"Baiklah ayo.", kata Hope.
Ethan mengerjap, "Bukankah kau bilang mau ke tempat kerja
ibumu?",
"Aku bisa kesana setelah mengantarmu ke toko buku.", Hope
mengangkat bahunya. "Kalau kau mau.", tambahnya.
"Baiklah, aku akan mengantarmu setelahnya.",
"Setuju.", Hope tersenyum lebar
⸙⸙⸙
From : Cam
Kau sudah pulang?
Hope mendengus geli membaca pesan dari Cam. Laki-laki itu selalu
saja mengkhawatirkannya. Dulu pernah Hope berpikir jika Cam
memiliki perasaan terhadapnya. Sampai-sampai ia menghindari
Cam beberapa saat. Tapi setelah Cam menghampirinya dan meminta
penjelasan kenapa Hope menghindar. Akhirnya semua masalah
terselsesaikan. Cam hanya menganggap Hope sebagai adiknya
karena adik kandungnya meninggal saat ia berumur dua belas tahun.
Alasan kenapa adiknya meninggal sampai saat ini belum diketahui
Hope. Ia juga tidak ingin bertanya lebih agar tidak membuka luka
lama yang sudah dikubur dalam-dalam oleh Cam.
To : Cam
Sudah.
Hope membalas dengan cepat. Setelah itu memasukkan ponselnya
kedalam tas. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat Ethan yang
tampak sibuk mencari buku yang ia butuhkan.
"Ethan! Aku ke toilet.",
Ethan mendongak lalu mengangguk, "Aku menunggu disini.",
Hope berlalu menuju ke toilet yang ada di bagian belakang toko
buku. Tak butuh waktu lama untuk buang air kecil. Hope keluar dan
merapikan penampilannya di depan cermin.
Ia menyalakan kran air. Mencuci tangannya dan membasuh
wajahnya. Namun sesaat setelah menunduk dan menegakkan tubuh kembali. Hope nyaris berteriak tak kala melihat seorang wanita
berdiri dibelakang tubuhnya.
"Bu kau membuatku terkejut.', katanya pelan.
Kenapa semua orang akhir-akhir ini suka sekali muncul tiba-tiba?
Wanita itu tak membalas ucapan Hope dan hanya menatapnya
melalui pantulan cermin. Terlihat sangat menyeramkan membuat
Hope bergegas mengeringkan tangan, mengelap wajahnya dengan
tisu kering lalu keluar dari dalam toilet. Bahkan ia sempat melihat
mata wanita itu mengikuti pergerakannya hingga keluar dari dalam
toilet sebelum ada sesuatu yang aneh menjalar lalu bercahaya.
Bukan bersinar seperti batman yang mengeluarkan laser. Lebih
seperti mata anjing yang terkena cahaya dimalam hari.
Ethan yang tadinya masih sibuk mencari buku tak sengaja melihat
Hope sedikit terburu keluar dari dalam toilet. Ia menghampiri gadis
itu. "Ada apa?",
Hope sedikit mundur karena Ethan berdiri menghalangi jalanya. Ia
menghela napas lega dan menggeleng, "Tidak apa.",
"Kau yakin?",
Hope meneguk salivanya. Mengangguk kemudian menggeleng.
"Ada seorang wanita aneh dikamar mandi. Matanya menatapku dan
mengikuti setiap gerakanku.",
Ethan menangkup wajah Hope. Sedikit menggelengkan ke kanan
dan kekiri. "Dia tidak melakukan sesuatu kepadamu kan?",
nadannya terdengar khawatir membuat Hope sedikit merasa tenang.
"Tidak. Hanya saja, matanya-",
"Kenapa matanya?", sergah Ethan.
"Bersinar merah?", Hope mengatakan kalimat itu seolah pertanyaan,
bukan pernyataan. "Sama persis seperti wanita di taman kemarin.",
"Taman?",
Hope menagngguk kaku. "Kemarin saat jeda kelas Bu Powell aku
dan Jean mengerjkan tugas di taman. Lalu ada seorang wanita
berdiri mengamati kami. Lalu menghilang.".
"Kau mungkin berhalusinasi.",
Hope mengangguk pelan, "Ya mungkin saja.", ia menyapu
rambutnya kebelakang telinga.
"Kalau begitu ayo kita pulang.",
Kau sudah selesai?",
"Ya sudah, aku tidak menemukannya, mungkin besok aku mencari
di tempat lain.", Ethan mengangkat sudut bibirnya, "Aku akan
mengantarmu. Ayo.", ia menarik Hope menjauh. Sebelum keluar
dari toko buku. Ethan menyempatkan diri menoleh kebelakang.
Seperti kata Hope, mata wanita itu bercahaya. Ia berdiri di ambang pintu kamar mandi sambil tersenyum jahat kearah Ethan.
⸙⸙⸙
Cam mampir untuk makan malam di rumah Hope sekaligus menemani gadis itu. Ibu Hope sedang ada urusan mendadak di rumah sakit dan harus memenuhi tiga puluh enam jam shift.
"Berikan aku bawang putih bubuk dan garam itu.", kata Cam setelah menyicipi sup krim jamur buatan mereka.
Hope yang baru saja mengambil mangkuk dari dalam lemari penyimpan segera mengambilkan permintaan Cam.
"Jangan terlalu asin.", peringat Hope sambil menyodorkan dua botol kecil. Ia ingat bagaimana sukanya Cam dengan makanan yang serba asin. Berbeda dengannya yang lebih menyukai makanan yang manis.
Cam mengangguk, "Siap nona.".
Tidak butuh waktu lama- mereka akhirnya menyelesaikan masakan itu dan mulai menyiapkannya diatas meja makan.
Cam menuangkan sup kedalam mangkuk sedangkan Hope menyiapkan minuman yang ia buat. Campuran soda putih dengan sirup leci dan jelly. Setelah selesai mereka mulai menyantap makanan mereka sambil mengobrol mengenai masalah sekolah,
pekerjaan orang tua mereka, dan lainnya.
"Ehmm Cam?",
"Apa?", Cam tahu ada yang ingin Hope tanyakan. Pasti berhubungan dengan Ethan mengingat akhir-akhir ini sahabatnya itu
mulai dekat dengan murid baru.
"Apa kau dan Ethan benar-benar tidak ada masalah?",
Cam mengangkat sudut bibirnya, senyuman masam. Benar tebakannya. "Kalau aku ada masalah dengannya aku pasti sudah memberitahumu, Hope. Kau sahabatku.",
Hope menyelesaikan satu suapan, "Aku tahu. Hanya saja aku merasa ada ketegangan diantara kalian.",
"Tentang itu tidak perlu kau hiraukan. Mungkin karena dia merasakan sikap protektifku kepadamu.", Cam masih berusaha mengelak.
Hope mengangguk. Ia memili\h kembali melanjutkan makan malamnya daripada membuat Cam kesal. Ia yakin jika ada sesuatu
namun ia tidak ingin bertengkar. Lagi pula Cam pasti akan memberitahunya jika waktu sudah pas. Jadi percuma saja jika dipaksa.
"Hope dimana kalungmu?", tanya Cam beberapa saat ketika menyadari kalung yang ia berikan pada Hope tidak melingkari leher gadis itu.
Hope mendongak, mengerjap beberapa kali. "Maaf lupa memberitahumu. Aku melepasnya karena pengaitnya rusak.",
"Sejak kapan rusak?",
Hope mencoba mengingat kapan kalung itu rusak. "Minggu lalu.",
Cam menghela cepat, "Dimana sekarang kalungnya? Aku akan memperbaikinya.",
Hope tahu betapa berharganya kalung itu bagi Cam. Kalung milik adiknya yang telah meninggal. "Aku akan mengambilnya, tunggu…", Hope bangkit berdiri dan berlalu pergi.
Sepeninggalan Hope, Cam menjatuhkan tubuhnya ke sandaran bangku. Ia mengusap wajahnya kasar.
⸙⸙⸙
Hai guys, cerita ini hanya ada di wattpad sama webnovel ya. Kalau kalian nemuin di tempat lain berarti mereka plagiat, dan tolong kasih tahu aku.
Follow Instagram dan wattpad : elizabethnmarsiano
Jangan lupa vote dan komennya yah.
Thank You ♡