webnovel

X

"Aku sudah tidak tahan lagi," keluh salah seorang di samping Si Gelandangan, wajahnya begitu kerah akibat panas matahari, juga perut yang belum diisi dengan benar. Tapi yang utama, ia tidak diberi minum oleh siapapun di situ. "Rasanya aku lebih memilih mati dari pada melakukan ini."

"Ya, ini bukan pekerjaan yang pantas untuk kita."

"Kau benar, ini lebih kotor."

Si Gelandangan yang mendengar penuturan tersebut hanya bisa mengerutkan keningnya, dalam benak ia mencoba memahami kata 'kotor' yang baru saja mereka sebutkan.

Tetiba sebuah pisau melesat dan menancap kuat ke batu di sisi kaki Si Gelandangan, membuat pria itu terperanjat ke samping sebagai refleks. Ia edarkan pandangan kesegala arah demi menemukan orang iseng yang baru saja melempari pisau tersebut.

'Apa ada yang sedang mencoba menarik perhatianku?' Pikiran Si Gelandangan mulai menerka-nerka, tapi sebelum dugaan terbukti sengatan kembali menusuk tubuh hingga hampir memudarkan kesadarannya.

"Kalau kulihat kau melamun lagi, akan kubunuh." Gerutu seorang prajurit putih yang kemudian pergi tanpa peduli jika Si Gelandangan hampir saja mati benaran. Ia tusuk penambang lain menggunakan tongkat tersebut agar kerja mereka lebih giat.

Tanpa diketahui Si Gelandangan, seseorang baru saja tertawa melihat bagaimana ia diberi tusukan listrik oleh salah satu pasukannya, VantaBlack memainkan pisau lain dan berencana melemparnya ke sisi lain Si Gelandangan.

Hari yang terik itu semakin terasa membakar kala matahari sudah mencapai ke atas puncak kepala, rasa haus yang sudah ditahan sejak dijambak keluar dari ruang bawah tanah membuat Si Gelandangan lemas tak karuan. Ia bahkan sampai hampir linglung, jatuh ke tanah tak peduli dengan teriakan dari orang-orang sekitar.

Tepat saat itu, lemparan pisau kembali melesat padanya, tapi kali ini mengarah tepat ke kepala. Dengan cepat Si Gelandangan menghindar dan berguling ke sisi lubang tambang buatannya. Kesadaran yang semula hampir hilang kini muncul tiba-tiba saat lemparan pisau lain kembali mengincarnya.

Si Gelandangan mulai memainkan beliung untuk menangkis satu lemparan, tapi itu belum cukup untuk menahan lemparan lain. Sejenak Si Gelandangan melihat pria berpakaian tuxedo serba hitam berjarak sepuluh meter di depannya, tampak sedang memainkan pisau lempar yang sedari tadi mengincarnya.

'Sialan, ternyata orang itu.'

Si Gelandangan berencana hendak maju menyerang VantaBlack sebelum sebuah peluru menembus ke bahu kanannya, membuat langkahnya terhenti dan tubuhnya terduduk.

VantaBlack mengangkat tinggi tangannya sebagai tanda untuk menahan tembakan, baru saat itu ia berlalu dari area tambang untuk menemui para pemuka perusahaan di sebuah ruangan VIP.

Seorang lelaki mendekati Si Gelandangan dan bertanya apakah ia baik-baik saja, Si Gelandangan hanya tersenyum getir dan berusaha bangkit untuk melanjutkan pekerjaannya.

Setengah hari kemudian, pertambangan makin gila oleh para pemerkosa yang ingin menghabiskan waktu malam mereka dengan nikmat, suara jeritan wanita tak henti terdengar dari berbagai penjuru, tapi ada juga pria muda yang justru diperkosa ramai-ramai oleh sekelompok perempuan, terutama setelah mereka tahu jika pemuda itu menyimpan berlian.

Di sisi lain Si Gelandangan tak begitu peduli pada sekitar dan masib menggali tanah lebih dalam, ia yang hanya diharuskan menemukan tiga berlian tentu tak ingin buang waktu, walau ia sendiri tidak yakin apakah untuk menemukan tiga berlian tersebut bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Di galiannya yang entah keberapa ia menemukan seberkas sinar di antara pasir hitam itu. Sejenak hal tersebut membuat Si Gelandangan terdiam sampai ia paham apa yang baru saja ditemukannya, dia pungut berlian tersebut dan menatap binarnya dengan kagum.

"Dia mendapatkan berlian!!!"

Sekelompok manusia langsung datang menerjang Si Gelandangan secara bersamaan, mereka acungkan beliung dan mengayunkan benda tersebut ke arah Si Gelandangan tanpa peduli jika lelaki itu akan mati atau tidak.

Tentu saja Si Gelandangan tidak berdiam diri, dengan kekuatan penuh ia berlari menjauh, tapi usaha itu justru menambah masalah dengan semua orang yang mulai mengejarnya. Seperti manusia sehat yang dikejar-kejar oleh sekelompok zombie tak berakal, mereka berteriak dan melempar apapun yang ada di tangan mereka.

Si Gelandangan berpikir cepat, ia masukan berlian itu ke dalam saku dan berbalik, beliung langsung ia mainkan menjadi senjata dan membunuh orang pertama yang terkena tusukan benda itu tepat di kepalanya, setelah itu ia ayunkan lagi ke arah perut penambang lain hingga ia tertusuk, Si Gelandangan mengangkat tinggi-tinggi kemudian melempar tubuh itu ke arah penambang lain.

"Akan kubunuh kalian semua!!!"

Serangan lain datang dari kelompok sebelah kanan, mereka melempari Si Gelandangan menggunakan batu tanpa peduli siapa yang sebenarnya terkena serangan tersebut. Si Gelandangan memanfaatkan hal tersebut untuk melarikan diri, tapi yang ia temui di depan adalah VantaBlack yang berdiri di atas sebuah podium.

Si Gelandangan menghentikan langkahnya dan menatap tajam lelaki itu, sejenak terjadi jeda yang begitu terasa intens bagi Si Gelandangan sampai kemudian kelompok penambang tadi datang ke tempatnya dan mulai menyerang.

Kembali dia mainkan beliung bagai sebuah tarian, tanpa peduli ia tusukan ujung runcing benda tersebut ke sembarang tubuh di depannya, gerakannya yang cepat dan luwes membuatnya seperti sedang bermain, padahal apa yang sebenarnya ia sedang membunuh hampir kesemua manusia di sana.

Satu kepala terpotong dari lehernya dan menggelinding ke bawah begitu Si Gelandangan mengayunkan beliung tepat ke arah sana, satu ayunan lain menusuk mata dan juga bagian korteks otak, ia angkat tubuh itu kemudian membantingnya, membiarkan isi kepalanya tercerai berai keluar dari tempat seharusnya.

Satu ayunan lain membelah kepala seorang manusia lain hingga membuat tengkoraknya hancur setengah, sontak membuat otak meluntur dan berceceran ke tubuh pemilik otak itu sendiri. Sebuah ayunan beliung hampir membelah tangan Si Gelandangan jika saja ia tak mundur dengan cepat, ia balas si penyerang itu dengan tendangan sapuan hingga membuat si penyerang terjatuh lantas menusuk mulutnya, menarik rahang bawah hingga terlepas dari sendi. Dia lempar jauh rahang bawah tersebut dan kembali maju ke depan.

Jeritan lain terdengar ketika Si Gelandangan yang sudah berlumuran darah datang mendekati mereka, ia sudah seperti malaikat maut untuk penghuni pertambangan yang tidak melakukan apapun. Namun tampaknya yang namanya iblis tak akan pernah tidur, ia masih maju menyerang wanita yang sedang terbaring lemas setelah diperkosa. Gadis itu tampak mengenaskan dengan darah yang terus mengalir dari faraznya, napasnya putus-putus setelah dipaksa menjadi budak.

"To ... tolong ..." Gadis itu melirih dengan cahaya mata yang semakin meredup, Si Gelandangan berjongkok di sampingnya dan menatap datar ke penderitaan gadis tersebut.

"Baiklah, akan kutolong." Balas Si Gelandangan dengan menusuk perut si gadis menggunakan ujung beliung, ia tarik alat tambang itu hingga membentuk luka melintang panjang dari ujung ke ujung perut kemudian menarik keluar benda tersebut hingga turut mengeluarkan seluruh organ dalam si gadis. Sontak mata gadis itu membelalak tak percaya, nyawanya menghilang setelah itu. "Kutolong kau dengan caraku, yaitu menjemput kematian."

Dia tinggalkan gadis itu dalam kondisi mati dan memburu para pemerkosanya yang lari tunggang-langgang ke arah lain pertambangan. Keempat lelaki itu bersembunyi di dalam gubuk para 'pemimpin' kelompok penambang, dengan sedikit berdesakkan bersama manusia lain mereka gemetar ketakutan tanpa bisa berbuat apapun.

Si Gelandangan masuk ke dalam gubuk dan menatap para calon korbannya, ia menyeringai lebar menikmati tiap hawa ketakutan yang begitu terpancar jelas dalam raut wajah para pendosa. Tanpa berlama-lama ia berlari ke arah tempat bersembunyi para pemerkosa dan mengayunkan beliung seperti sedang menggebuk kucing nakal, darah kembali bercipratan ke segala arah kala ujung runcing beliung berhasil mengenai salah seorang di sana.

Sebuah lengan terputus dari tubuhnya dan terlempar ke sisi lain tenda, sementara yang lain melarikan diri, pria yang terpotong lengannya tersebut hanya bisa tersungkur dan menerima nasib. Si Gelandangan sendiri hadir di depan muka seperti dewa kematian membawa serta hawa kematian yang lebih kental dari pada dinginnya udara malam itu, satu ayunan ia mainkan hingga memutuskan kepala dengan leher persis seperti yang biasa Dewa Kematian lakukan dengan scythe mereka.

Ia begitu haus darah karena walau tak ada seorangpun yang berani menampakkan diri, dia tetap memburunya kemudian mencabut nyawa tanpa alasan. Ia tatap langit malam di atas sana seolah menantang Tuhan untuk turun dan beradu kekuatan, ia sudah tamak akan kemuakkannya terhadap dunia.

"Di mana kalian bangsat!?" Si Gelandangan berteriak lantang, kembali memancarkan pesona membunuh mengerikan bagi yang waras. "Buat apa kalian bersembunyi dari dosa-dosa kalian!?"

Sontak suasana hening menjadi simfoni di pertambangan kala Si Gelandangan terdiam sehabis membunuh manusia terakhir, tak ada lagi jeritan ketakutan yang begitu menggodanya seperti pemanjatan doa, darah serta anggota tubuh yang terlepas dari tubuh berceceran di sekitarnya melambangkan pembantaian pemuas hasrat si pembunuh.

Suara tepuk tangan datang dari arah kiri, begitu Si Gelandangan menoleh ia kembali ditemui oleh seorang pria bertopeng ulir sidik jari. Pria bernama VantaBlack tersebut mendekat tanpa merasa takut oleh hawa membunuh iblis di depannya.

"Sudah kuduga, hahaha." VantaBlack begitu girang kala bertatap dengan Si Gelandangan, membuat pria itu keheranan karena tak tahu apa yang lucu dari pembantaian itu. "Mari, kau pantas mendapat tempat yang lebih baik."

VantaBlack melangkah melewati Si Gelandangan dan berjalan lurus ke podium tempatnya tadi memperhatikan semua kegiatan di pertambangan. Ia berjalan santai sementara Si Gelandangan yang dibelakangnya merasa kembali waswas, entah mengapa tapi dia tetiba tak bisa berkutik di hadapan pria itu.

Di belakang podium VantaBlack membuka sebuah pintu kemudian masuk ke dalamnya. Sebuah koridor panjang tampak begitu familiar bagi Si Gelandangan, membuat pening pria itu yang seperti dilanda serangan memori.

VantaBlack yang melihat bagaimana reaksi Si Gelandangan tersenyum lebar di balik topengnya, ia masih meneruskan langkah sampai kakinya tiba di hadapan sebuah pintu, tanpa perlu membuka kunci ia dorong pintu tersebut sampai terbuka dan menampakkan isinya.

Ruangan serba putih, tanpa jendela, tanpa ventilasi, dan tanpa kegelapan menghampar jelas di mata Si Gelandangan dan juga VantaBlack. Sontak pemandangan tersebut membuat kepala Si Gelandangan semakin sakit, berbagai sekelebat ingatan mengeruak paksa dari memori kelam terdalam.

"Sepertinya kau masih ingat tempat ini ya." VantaBlack membuka topengnya, memperlihatkan setampang tanpa kulit dan berlendir, mata melotot seperti hendak keluar dari rongganya, gigi langsung tampak tanpa bibir sebagai pemanis bahkan tonjolan di tulang pipi begitu kokoh menghujam udara luar. "Dan kau pun pasti ingat aku."