webnovel

Between Cat

Namanya Maydarika, seorang ailurophile yang memiliki dua ekor kucing kesayangan. Namun, hal tak terduga terjadi, ia harus merelakan kepergian salah satu kucingnya dengan berat hati. Di tengah kesedihan yang bergejolak, entah bagaimana awalnya, ayah May pun tiba-tiba menjodohkannya dengan anak lelaki yang merupakan anak teman sang ayah, bernama Galaksi Gandra Watristanto, yang ternyata seorang ailurofobia. Keduanya menolak mentah-mentah perjodohan tersebut, hingga akhirnya dipaksa untuk menjalani pernikahan kontrak. Bagaimana kehidupan May dan Galaksi setelah melakukan pernikahan kontrak tersebut? Bagaimana pula jika kakak dari Galaksi malah menyukai istri sang adik lantaran sesama Ailurophile? Mari simak ceritanya agar tak mati penasaran. *** Note: -ailurophile (pecinta kucing) -ailurofobia (takut pada kucing). (Akan ada beberap scene mengandung usur 17+. Bijaklah dalam membaca)

Jiya_Uyee · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
260 Chs

Penolakan

"Mayda!" ucap sepasang suami istri itu dengan kompak.

"Apa-apaan sih, Ayah? Masa May mau dijodohin, sih?" protes perempuan yang bernama lengkap Maydarika Seta Bela Sugandi.

"Loh, memanganya kenapa?" tanya Arko tanpa beban.

May berjalan cepat menuju meja makan, lalu menarik sebuah kursi untuk ia duduki. Matanya menyorotkan rasa tak terima. "May masih kecil, Yah. Ah, maksudnya May belum siap menikah," ucapnya tegas.

"May, usiamu sudah 20 tahun. Kamu juga sudah memiliki syarat untuk menikah," desak sang ayah.

May langsung bersedekap dada. "Nggak, Yah. Jangan mentang-mentang Sinnar udah nggak ada, Ayah mau coba-coba gantiin Sinnar dengan anak teman Ayah. May nggak mau," tolaknya.

"Kalau tidak, lakukan saja pernikahan kontrak," usul sang Ayah yang sontak membuat mata May melebar sempurna.

"Ayah!" desah May jengkel. "Siapa yang mau nikah sama perempuan yang udah janda, Yah?"

"Makanya jangan jadi janda, dong!" tanggap Arko dengan setengah bercanda.

Ada kedutan kesal yang menjalar di wajah May. "Kalau nggak cocok gimana? Lagian May bukan rumah kontrakan, Yah. Ya kali main dikontrak-kontrak gitu!" Jemarinya meremas-remas taplak meja sebagai pelampiasan rasa kesal.

"Makanya, harus nikah full biar rumahnya nggak pake kontrak-kontrak."

"Bukan, Yah. Tapi ... kalau udah nikah ... bukannya ... udah nggak ...." May menjeda kalimatnya, ia bingung ingin menjelaskannya. Rasanya terlalu vulgar jika ia mengatakan hal yang berbau dewasa.

"Perawan?" tanya sang ayah dengan nada kelewat kalem.

"Ih, kok Ayah gampang banget sih ngomongnya!" protes May.

"Lah kenapa? Itu bukan kata-kata kasar, Sayang. Lagipula semua bisa diamankan jika ada surat kontrak. Jadi, apa kamu mau menikah kontrak dengan anak teman Ayah?"

"Oh, Tuhan! Kenapa May diberikan ujian yang cukup menjengkelkan seperti ini?" ringis May dalam diam.

Dalam kamus hidupnya, ia tak ingin menjalin hubungan dengan lelaki. Ia yang begitu menyanyangi Sinnar saja sudah cukup dibuat patah hati karena kehilangannya, apalagi jika ia harus berurusan dengan yang namanya lelaki. Jenis manusia yang May yakini suka gonta ganti pasangan dan tebar pesona tidak jelas.

"May Sayang," ucap Tika dengan lembut. "Apa salah jika Ayah dan Bunda meminta sesuatu permintaan darimu? Memangnya sulit ya?" Tika bertanya dengan mengeluarkan jurus puppy eyes-nya.

May langsung membanting pandangan ke arah keramik cokelat yang pinggirannya mulai retak-retak, daripada ia harus melihat sorot mata memelas sang bunda yang pasti tubuhnya akan refleks berkata "iya".

"May, apa May tega sama Bunda?"

Suara sang bunda yang terdengar pilu benar-benar membuat May semakin tak berdaya. Sebelum ia mendapatakan serangan maut dari sang bunda lebih jauh, perempuan berkucir kuda itu langsung melesat pergi neninggalkan meja makan.

"Pokoknya May nggak mau menikah!" pekiknya sebelum ia menutup pintu kamar dengan suara yang cukup keras.

May memejamkan matanya seraya memerosotkan tubuhnya hingga berjongkok. Kedua tangannya memegang erat kepala yang sekarang terasa pusing.

Ia tak mengerti maksud sang ayah yang berniat menjodohkannya dengan lelaki yang sama sekali tak ia kenal. Apa ayahnya tak memikirkan bagaimana jika lelaki itu akan menyiksa dan mungkin membunuhnya? Begitu banyak kasus pembuhunan tentang suami yang tega membunuh istrinya. Itu saja pasti mereka awalnya menikah karena cinta, lah kalau tanpa cinta, nyawanya bisa lebih cepat dicabut karena ulah suaminya!

Membayangkan saja membuat May bergidik ngeri, apalagi harus benar-benar membangun kehidupan rumah tangga dengan lelaki asing. Lebih baik May tinggal di Saturnus saja, bermain perosotan di cincinnya yang pastinya besar.

***

"Tidak!"

Suara penolakan cukup keras terlontar dari bibir lelaki yang bergetar menahan rasa kesal. Kedua tangannya terkepal kuat di samping saku celana. Buku-buku tangannya memutih seiring dengan bunyi gemeletuk dari giginya yang beradu akibat emosi yang terahan.

"Galaksi! Dengerin kata Papa, Nak!"

Suara yang tak kalah keras juga terlontar dari mulut pria yang sudah berumur sekitar 40 tahunan. Sorot matanya tajam, mengintimidasi mangsanya yang masih bersikukuh menolak usulannya.

"Tapi Galaksi nggak mau, Pa. Galaksi masih semester 6. Jalan Galaksi masih panjang," suaranya sedikit melunak dengan netra yang sudah berganti untuk mengamati vas bunga yang ada di meja kerja sang papa, dimana bunga mawar palsu itu terlihat seperti nyata.

"Kamu tetap bisa kuliah walau sudah menikah, bahkan itu lebih baik."

"Lebih baik apa, Pa? Bukannya repot kalau Galaksi nanti punya anak?"

Mati-matian Jedi menahan tak tertawa, namun akhirnya tawa itu pecah. Padahal soal urusan anak bisa ditunda, tapi rupanya anaknya yang satu itu masih terlihat polos sekali.

"Kenapa Papa malah tertawa?" tanya Galaksi kesal. Ia merasa terhina sudah ditertawakam seperti itu, padahal situasinya sedang serius begini. Bisa-bisanya lelaki yang Galaksi hormati malah seperti itu.

"Ah, pikiranmu itu jauh sekali, Nak. Soal punya momongan kan bisa dikomunikasikan dengan calon istrimu."

"Tidak! Tidak!" bantah Galaksi. "Pokoknya Galaksi nggak mau nikah. Apalagi sama cewek yang nggak jelas. Kalau dia penyakitan gimana? Nanti Galaksi ketularan lagi! Ih, Galaksi sih nggak mau," omel lelaki dengan lesung pipi di kedua pipinya.

Kening Galaksi langsung mendapat hadiah jentikan keras dari sang papa. Saking gemasnya, sampai tiga kali jentikan. Tentu saja hal itu mengundang protes dari pihak sang anak.

"Makanya jangan sembarangan kamu!" peringat Jedi. "Kamu pikir Papa asal-asalan memilihkan calon untukmu? Tidak!" bentaknya kesal.

Galaksi hanya memutar bola matanya dengan malas, ia tidak mengerti kenapa papanya itu bertanya sendiri lalu dijawab sendiri.

"Teman Papa itu orang yang baik, dan Papa juga yakin kalau anaknya juga baik."

"Papaku sayang, nggak selamanya sifat anak dan orang tuanya sama, buktinya mereka ada yang jadi penjahat," sanggah sang anak dengan percaya diri.

"Kamu ini, belajar Bahasa Indonesia tentang peribahasa atau tidak?"

"Belajar waktu SMP," jawabnya sembari mengingat-ingat.

"Pernah dengar kan perbahasa yang bunyinya, air cucuran atap jatuh ke pelimbahan juga?"

Galaksi mengangguk.

"Tahu artinya?"

Galaksi kembali mengangguk.

"Sebutkan?"

"Biasanya sifat anak menurun dari teladan orang tuanya," jawab Galaksi kalem, sebelum akhirnya ia tersadar sesuatu.

"Yes, Papa menang kali ini," cetus Jedi dengan senyum penuh kemenangan.

"Pokoknya, Galaksi nggak mau nikah! Titik!" ucap Galaksi dengan penuh penekana pada kata terakhir.

"Berarti kamu siap, kalau Papa pindah kuliah ke Afrika?"

"Apa?" Mata Galaksi membola sempurna. "Afrika? Jauh banget!"

"Biar kamu mandiri di sana," tanggap Jedi.

"Galaksi tuh nggak mau!" tukasnya.

"Oke, oke. Papa akan kasih pilihan. Kalian bisa melakukan pernikahan kontrak."

Bukannya mendapat pilihan yang enak, tapi malah lebih ribet.

"Kalau misalnya Galaksi sampai buat anak temen Papa hamil gimana? Bukannya malah ribet?"

"Ya nikahnya bukan kontrak, tapi langsung nikah seumur hidup."

Seketika Galaksi memijit keningnya yang berkedut hebat. "Serius deh, Pa! Demi apa sih Papa sampai niat banget jodohin Galaksi sama anak temen Papa itu?" Galaksi sudah sangat gemas dengan polah Papanya yang kelewat memaksa dan menjengkelkan itu.

"Karena Papa ingin yang terbaik buat kamu."

"Galaksi nggak mau. Mending Papa jodohin deh sama Bang Arche," sarannya.

"Arche sudah punya pacar. Cuma kamu yang jomblo."

"Siapa bilang? Galaksi juga punya pacar kok," ucap Galaksi penuh percaya diri.

Jedi tersenyum senang. "Mari kita buktikan!"

"Eh!"

Komentar dan dukungan dari pembaca sangat berarti bagi penulis

Jiya_Uyeecreators' thoughts