webnovel

Between Cat

Namanya Maydarika, seorang ailurophile yang memiliki dua ekor kucing kesayangan. Namun, hal tak terduga terjadi, ia harus merelakan kepergian salah satu kucingnya dengan berat hati. Di tengah kesedihan yang bergejolak, entah bagaimana awalnya, ayah May pun tiba-tiba menjodohkannya dengan anak lelaki yang merupakan anak teman sang ayah, bernama Galaksi Gandra Watristanto, yang ternyata seorang ailurofobia. Keduanya menolak mentah-mentah perjodohan tersebut, hingga akhirnya dipaksa untuk menjalani pernikahan kontrak. Bagaimana kehidupan May dan Galaksi setelah melakukan pernikahan kontrak tersebut? Bagaimana pula jika kakak dari Galaksi malah menyukai istri sang adik lantaran sesama Ailurophile? Mari simak ceritanya agar tak mati penasaran. *** Note: -ailurophile (pecinta kucing) -ailurofobia (takut pada kucing). (Akan ada beberap scene mengandung usur 17+. Bijaklah dalam membaca)

Jiya_Uyee · Urban
Not enough ratings
260 Chs

Rencana

"Loh, Bun! Kenapa melamun gitu?"

"Ah, Ayah." Tika yang tadinya menatap kosong ke arah pintu kamar putrinya langsung menoleh ke sumber suara, dimana ada suaminya--Bunarko Sugandi, yang tengah berdiri tak jauh dari sampingnya. Tika langsung beranjak dari posisi duduknya lalu menghampiri sang suami, mencium punggung tangannya.

"May kemana? Kok nggak kelihatan. Biasanya Ayah pulang, kalian pasti lagi nonton televisi sama Kimnar dan Sinnar juga."

"Itulah yang jadi masalah, Yah." Tika mendesah pelan. "Sinnar sudah pergi, Yah. Kepergiannya membuat May sangat sedih. Bahkan masakan Bunda tadi pagi saja masih utuh. Sama sekali tidak disentuh sama May," tuturnya.

"Apa? Sinnar sudah meninggal?" tanya Arko tak percaya. Tika hanyak menjawab dengan anggukn kepala. "Kenapa? Kenapa Sinnar bisa meninggal?" tanyanya lagi.

"Sepertinya Sinnar ditabrak mobil atau motor, Yah. Kepalanya ... hancur," ungkap Tika dengan nada yang cukup pelan dipengucapan kata terakhir.

"Astagfirullah, terus bagaimana keadaan May?" tanya Arko cemas. Ia tahu betul bagaimana anaknya menayangi peliharaan berkaki empat itu, ibarat ibu dan anak.

"Dari Bunda pulang sampai detik ini May nggak mau keluar. Bunda juga nggak punya kunci cadangan."

"Ayo kita lihat anak kita."

Arko merogoh kantong celananya demi mendapatkan kunci mobil yang bergabung dengan kunci rumah, termasuk kunci kamar May.

Saat pintu terbuka nampaklah pemandangan sang anak yang cukup memprihatinkan. Meringkuk di lantai bersama Kimnar, berpelukan dengan selimut abu-abu milik Sinnar.

Tika mendekat lalu mengguncang pelan tubuh May untuk segera bangun. Tampak jelas mata May membengkak dan memerah karena kebanyakan menangis, serta hidung yang merah karena sering digosok dengan kain kasar. Sembari merapikan rambut May yang hanya sebatas tulang belikat, Tika setengah meneluk anaknya.

"May!" Arko mendekati May yang masih bersimpuh. "Ayah tahu kalau kamu sedih karena kepergian Sinnar. Tapi kamu juga tidak bisa terus-terusan begini. Nanti kamu sakit, May." Kata-kata Arko diucapkan dengan selembut mungkin. "Kamu jangan egois. Kalau kamu sakit, siapa yang ngajak main Kimnar? Bunda dan Ayah kan semua kerja. Apa kamu rela melihat Kimnar sakit?"

May menggeleng kuat. "May nggak mau kalau sampai Kimnar ikutan sakit." Pandangannya beralih ke arah kucing oranye bercampur putih yang masih terlelap, tangannya bergerak untuk mengusap bulu halusnya.

"Ayo, kita makan malam," ajak sang Ayah. "Sebelumnya, May mandi dulu, ya!" titahnya.

"Iya, Yah." May bangkit mengambil handuk yang tergantung di pintu kamar lalu melangkahkan kaki menuju kamar mandi.

Kedua orang tua May segera beranjak dari kamar putrinya. Arko yang hendak mandi karena baru pulang kerja, sementara Tika akan menyiapkan makan malam.

Selama makan malam berlangsung, May masih terlihat murung. Biasanya, anak itu selalu punya cerita atau sekedar lawakan untuk mengisi kekosongan di sela-sela kegiatan makan. Jika orang-orang akan makan dalam keheningan, maka keluarga Arko terbiasa dengan keramaian. Selalu saja ada tingkah konyol May untuk menciptakan suasana yang bahagia.

Namun, malam ini meja makan terasa sepi. Beberapa kali Arko dan Tika mengajak May untuk berbicara, namun May memilih bungkam.

"Apa kita terlalu memanjakan May, sampai dia jadi semanja itu?" tanya Arko pada Tika, saat May sudah pergi dari meja makan.

"Nggak tahu, Yah. Siapapun pasti akan sedih jika hewan kesayangannya tiada, mungkin May hanya butuh waktu," ungkap Tika.

"Apa kita harus menikahkan May?"

"Hah? Jangan ngawur, Yah." Tika menepuk pelan lengan suaminya. "May aja nggak pernah pacaran, bagaimana dia mau punya calon coba!"

Arko menggapai kedua telapak tangan Tika lalu menggenggamnya erat. "Ayah berencana ingin menjodohkan May dengan teman Ayah."

"Hah? Teman Ayah?" tanya Tika dengan ekspresi syok berat.

"Eh!" Arko menyadari ada sesuatu yang salah dengan ucapannya tadi. "Maksud Ayah, anak dari teman Ayah."

"Nggak mau!"

Suara nyaring yang sukses membuat dua pasang mata mengalihkan atensinya ke arah pintu dapur. Di sana berdiri perempuan dengan wajah kesal, tak lupa kedua tangannya dilipat kedepan.

"Mayda!" ucap sepasang suami istri itu dengan kompak.

***

Mundur setengah hari dari kejadian makan malam.

"Ya Allah, hari ini lumayan sepi," gumam Arko seraya mengetuk-ngetuk setir mobil.

Sudah setengah hari ia menarik ojek mobil, tapi yang menggunakan jasanya baru 3 orang. Padahal terkadang sampai 10 orang, tapi ia sudah yakin jika rezeki sudah ada yang mengatur. Asalkan sudah ikhtiar, maka rezeki pasti akan datang.

Matanya berbinar diikuti bibir melengkung ke atas saat ada orang yang menyetopnya di pinggir jalan. Segera ia menepikan mobil untuk lebih merapat ke trotoar. Ketika penumpangnya masuk, ia langsung membalik tulisan yang ia tempel di depan kaca mobil dari dalam dengan tulisan "Isi", artinya suda ada yang menggunakan jaasanya. Jika tak ada penumpang, maka tulisan yang terlihat dari luar adalah "Kosong".

"Pak, tolong antarakan saya ke perushaan Watristanto Group, ngebut sedikit tidak masalah."

Mendengar nama perusahaan tersebut, membuatnya teringat sesuatu. Tapi ia tidak ingin terlalu banyak bertanya. Tugasnya hanya mengantarkan pengguna jasanya agar selamat sampai tempat tujuannya.

"Baik, Pak," jawabnya.

Sekitar 10 menit akhirnya Arko berhasil membawa penumpangnya sampai ke Watristanto Grup, tepatnya hanya di depan gedung tersebut, yang masih merupakan jalan raya.

"Oh, ya. Berapa, Pak?" tanya sang pelanggan.

"Tiga puluh ribu--- Eh! Jedi?"

"Hah? Arko?"

Keduanya sama-sama terkejut manakala tahu jika mereka adalah teman sekelas semasa SMA. Mereka langsung keluar mobil dan saling berpelukan, karena mereka memang sudah lama tidak pernah bertemu.

Pertemuan singkat itu hanya diisi oleh obrolan ringan, mengingat Jedi sendiri sedang buru-buru. Namun, keduanya sepakat untuk bertemu lagi nanti malam. Selain melepas rindu, mereka ingin bernostalgia barang sejenak.

Sekitar jam tujuh malam, dua insan yang sudah berteman dekat sejak duduk di bangku SMA itu akhirnya bertemu di warung angkringan dekat sekolahnya dulu.

Walau sang pemilik warung bukan lagi orang yang sama ketika mereka SMA, tapi pemilik yang diduga anak dari pemilik yang lama, masih mempertahankan suasana tradisionalnya.

Pembicaraan di awali tentang pekerjaan masing-masing, dimana Jedi sudah memiliki perusahaan sendiri, walau belum terbilang besar. Sementara itu, Arko sedikit sedikit sedih karena dirinya yang sempat memiliki perusahaan harus bangkrut karena ditipu oleh koleganya, ditambah karyawannya banyak yang diam-diam menjelma menjadi tikus berdasi di perusahaannya.

Hal itulah yang menyebabkan ia tak mampu lagi membiayai pendidikan May ke jenjang perguruan tinggi, hanya sebatas SMA lalu menganggur di rumah. Setidaknya May rajin memberesi rumah hingga menjadi rapi, bahkan pekarangan rumah pun ia sulap menjadi taman bunga mini yang cantik.

"Jadi kau memiliki seorang putri, Ar?"

"Iya, Jed. Dia putriku satu-satunya."

"Wah, kebetulan sekali. Aku punya dua anak laki-laki, tapi aku berencana menikahkan si bungsu. Bagaimana kalau kita jodohkan mereka?" usul Jedi yang membuat Arko terkejut.

"Memang, dia masih kuliah, tapi aslinya dia lelaki yang bertanggung jawab. Sangat disayangkan, dia masih suka manja, kalau aku nikahkan dia, pasti dia nggak akan manja-manja seperti anak kecil lagi. Apalagi ingat sudah punya istri."

"Ah, kebetulan sekali, Jed. Anakku juga sangat manja, terakadang aku bingung sama usianya. Sudah 20 tahun, tapi masih seperti anak kecil."

"Ini cara bagus untuk mendewasakan anak kita," tukas Jedi.

"Bagaimana kalau mereka menolak?" Arko masih sedikit ragu jika May akan menerima perjodohan ini dengan lapanag dada.

"Sebagai orang tua kita pasti tahu apa kelemahan anak kita bukan?" Jedi bertanya seraya menggerak-gerakan alisnya naik turun. "Demi kebaikan mereka, tak salah jika kita memanfaatkannya sedikit."

Kalau suka jangan lupa tinggalin review.

Jiya_Uyeecreators' thoughts