webnovel

Speechless

Dia; menurut pemikiranmu baik tapi belum tentu hatimu berkata demikian. Karena hati lebih tulus dari sekedar logika.

•-----•

"Maaf Vern, udah nunggu lama?" sapa seseorang.

Vernon berdiri dan tersenyum mendapati seseorang yang ditunggu telah tiba.

"Nggak kok."

"Ayo duduk, mau pesen minum atau langsung makan?"

"Minum aja dulu Vern."

Vernon mengangguk dan memanggil pelayan, lalu memesan dua jus stroberi.

"Gimana ngajar kamu hari ini, Se?"

Se?...

Ya, seseorang itu adalah Sejeong.

"Berjalan dengan lancar."

"Ah, Vern." Sejeong menatap sendu ke arah Vernon.

"Tadi... Daniel dateng ke sekolah nemuin aku..."

Vernon tetap diam mendengarkan setiap ucapan yang dilontarkan oleh Sejeong.

"Dia minta maaf Vern. Kamu 'kan tau, ini semua bukan sepenuhnya salah Daniel.. " lanjut Sejeong.

"Kamu juga ikut andil Vern. Cukup aku nyakitin Daniel!"

Vernon mengembuskan napasnya pelan, lalu menatap iris gadis cantik itu dengan intens. "Udah selesai ngomongnya?"

Sejeong mengangguk pelan.

"Oke, sekarang giliran aku yang ngomong. Dengerin baik-baik."

"Kapan aku ngelarang kamu untuk mengakhiri ini semua?"

"Kapan aku minta kamu buat nyakitin Daniel?"

"Siapa yang nyiptain sandiwara ini?"

Vernon kembali menghela napas. "Kamu, Se..."

"Ini semua kemauan kamu... Kamu yang mau balas dendam sama Daniel. Padahal kamu tau, ini semua bukan cuma salah dia. Tapi aku dan Kino juga."

"Kamu sahabat aku, mana bisa aku nolak permintaan kamu waktu itu. Padahal Daniel juga sahabat aku..." lanjut Vernon dengan intonasi yang pelan di akhir kalimat.

Sedang, Sejeong hanya bisa menundukkan kepalanya. Bagaimana pun yang dikatakan Vernon benar.

Semua ini adalah kemauan Sejeong sendiri. Sebabnya adalah saat setahun yang lalu di mana ia menjalin hubungan dengan Daniel. Akibatnya, gadis cantik itu bersikap munafik.

"Se, kalau kamu masih mencintai Daniel... jangan kayak gini. Bukan cuma nyakitin Daniel tapi kamu juga..."

"Aku harus gimana Vern?" sahut Sejeong yang mulai mengerti maksud ucapan Vernon.

Pemuda itu menghela napas panjang. "Terima permintaan maaf Daniel..."

"Ta—"

"Nggak ada tapi-tapian lagi. Kamu harus nurunin gengsi kamu sedikit... Mau sampe kapan kalian berdua kayak gitu terus?" Vernon memotong ucapan Sejeong. Ia sudah tak tahan dengan drama di antara Daniel dan sahabat kecilnya itu.

Sejeong mengangguk lemah.

Semoga kali ini aku nggak ngelakuin kesalahan untuk kedua kalinya. Batin Vernon.

"Yaudah, kamu renungin ini baik-baik."

Sejeong mengangguk lemah. "Vern, aku mau pulang aja."

"Nggak makan dulu?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Ya udah, ayo aku anter."

"Hm..."

Mereka berdua pun akhirnya meninggalkan Kafe tersebut.

Di dalam mobil Vernon, mereka berdua hanya diam tak ada topik yang dibicarakan.

"Se."

Sejeong menoleh. "Kenapa Vern?"

"Jangan terlalu dijadiin beban. Inget, kamu nggak boleh terlalu banyak pikiran. Nanti penya—"

"Iya pak dokter, kamu cerewet deh Vern." Sejeong memotong ucapan Vernon.

Sedang pemuda itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

Aku yang akan mastiin kamu bahagia sama Daniel, Se. Batin Vernon.

Sejeong menoleh dan memerhatikan Vernon. Andai aja kamu tau Vern. Seseorang yang aku cinta selama ini cuma kamu. Batinnya.

What?

Ternyata, Sejeong hanya mencintai Vernon selama ini. Ia tak pernah menaruh hati pada Daniel.

Namun, bagaimana bisa setahun lalu mereka berdua menjalin hubungan? Kisah masa lalu seperti apa yang terjadi di antara mereka?

"Udah sampe, gue balik ya Nai," ucap Renjun lalu hendak meninggalkan pekarangan rumah Naira.

"Makasih banyak Jun. Maaf ngerepotin."

Renjun menoleh dan menyunggingkan senyumnya. Bagaimana pun mereka sempat dekat sebelum pemuda itu bertemu dengan Gesya dan berakhir menjadi sepasang kekasih.

Sedang Naira, dalam hatinya bagaikan ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya.

Hanya dengan senyuman kecil dari Renjun, mampu membuat Naira senyam-senyum sendiri seharian.

Lihat saja nanti.

Jun, kenapa harus senyum? Kenapa nggak jutek aja? Gimana kalau ada cewek lain yang liat? Aku nggak terima. Batin Naira sedikit berlebihan.

Setelah Renjun hilang dari pandangan, Naira segera masuk ke dalam rumah sambil berjingkrak riang.

Padahal, Renjun belum sepenuhnya pergi dari sana. Ia sengaja bersembunyi di balik dinding tikungan depan.

"Kamu harus bahagia Nai. Maaf kalau selama ini aku terlalu cuek sama kamu." Renjun menatap punggung Naira yang hilang di balik pintu rumahnya.

Setelah itu, Renjun melanjutkan langkahnya menuju halte bus terdekat.

Sekiranya, ia telah menunggu sepuluh menit. Tak sengaja ekor matanya menangkap sosok Sejeong dan Vernon yang ada di dalam mobil.

"Bukannya itu bang Vern?"

Renjun memicingkan matanya. "Lah, itu Bu Sejeong? Kok bisa?"

"Ih mata gue emang sipit, tapi gue yakin nggak salah liat."

"Apa-apaan? Bang Vernon nikung bang Daniel? Gimana ceritanya?" gumam Renjun sambil berpikir keras.

"Kasih tau bang Daniel nggak ya?" Renjun bimbang. Bagaimana pun Daniel dan Vernon bersahabat.

"Kasih tau ajalah!"

Bang Daniel

Bang! |

| Kenapa?

Gue liat bang Vernon sama |

bu Sejeong jalan bareng

Mereka satu mobil bang |

| Nggak usah ngarang bocah!

Terserah lo deh bang! |

Renjun menghentikan pesan singkatnya dan berkata," bang Daniel kadang-kadang kurang pinter dikit kalau menyangkut cinta, ck!"

Sedang di sisi lain. Daniel mengernyitkan dahinya. "Renjun ngarang kali ya?"

"Pantesan nilai mengarangnya bagus terus... Lagian mana mungkin Vernon nikung gue!"

Daniel kembali memainkan permainannya di ponsel. Tapi beberapa menit kemudian, ia beranjak dari kasurnya dan langsung menyambar kunci motor.

"Gue harus mastiin!"