webnovel

Be My Bride

Luna Banadeth dicap sebagai wanita gila karena ingin mempertahankan rumah tangganya dari perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan sang sahabat. Luna memiliki dendam yang amat dalam hingga ia memutuskan pergi ke bukit terpencil dan memohon kepada Dewa untuk membantunya membalas dendam. Namun, apa jadinya jika yang datang menolongnya adalah roh naga yang sekarat karena pertarungan di masa lalu? Bisakah roh naga itu mengatasi masalah yang melanda Luna? "Aku ... aku ingin ... Iblis untuk balas dendam! Kenapa datangnya malah seekor kadal?!" Luna. "Aku ... selamatkan aku dulu ... aku terluka!" Aodan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, inilah kisah Luna bersama roh naga yang menjadikan dirinya sebagai pengantinnya!

Winart12 · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
497 Chs

Tamparan Keras 

Keributan di ruangan terus berlanjut dan semua orang menjadi semakin cemas, Gerald yang dikabari melalui telepon datang dengan jantung yang berdegup kencang.

Perasaan Gerald saat ini berkecamuk, antara senang dan juga takut.

Luna tidak mungkin benar-benar mencari keributan dengan Rachel hanya karena dirinya kan?

"Tuan, akhirnya anda datang!"

Asisten Rachel itu memiliki wajah yang pucat, di belakangnya sudah ada penjaga keamanan dengan sebuah linggis. "Haruskah kita?"

"Dobrak!" Gerald memerintah dengan cepat, dua penjaga keamanan dengan cepat menghancurkan kenop pintu dan menabrakkan tubuh mereka dengan keras.

BRAK!

Pintu terbuka lebar dan semua orang langsung menatap ke dalam dengan penasaran.

"Sayang, sayang ... selamatkan aku!"

Rachel langsung menghambur ke arah Gerald dengan keadaan yang berantakan, rambutnya teracak-acak dan setengah gaun yang ia pakai robek.

Gerald tertegun, merasakan seluruh beban tubuh sang istri sepenuhnya bersandar padanya, ia melirik ke arah Luna.

Luna dalam keadaan yang tidak jauh berbeda dari Rachel, pipinya terdapat goresan kuku yang terlihat akan mengeluarkan darah.

Semua orang yang ada diluar tidak berani masuk, mereka hanya menatap dari luar pintu.

Tempat pemotretan sang model hancur dan isi lemari sepenuhnya hampir berjatuhan keluar, jika ada wartawan yang memotret gambar ini, Rachel akan menjadi topik pembicaraan hangat besok di sosial media.

"Luna, apa yang kau lakukan pada Rachel?!" Gerald berkata setelah beberapa saat terdiam, nada bicaranya terkesan menuduh, tapi sebenarnya ia sedikit mengatur kata-katanya agar tidak terdengar terlalu kejam.

"Apa yang aku lakukan?" Luna berdiri dan mengusap pipinya, menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari. "Aku hanya sedang kesal, dia pantas mendapatkannya."

"Aku pantas? Kau memang orang gila!" hardik Rachel dengan mata melotot, ia tidak peduli dengan citra dirinya selama ada Gerald yang mendukungnya. "Sadar diri lah! Kau sudah bercerai dengan Gerald! Kau datang hanya untuk mencari-cari masalah denganku, kan?!"

Rachel bukan orang yang akan diam begitu digertak, ia pikir Luna juga akan sepertinya, tapi sayang sepertinya Luna jauh lebih nekat dibandingkan dengan dirinya.

Dia memang pantas disebut sebagai wanita gila!

"Kau yang gila." Luna mendecih dengan jijik, sedikit pun ia tidak memiliki rasa pada Gerald. "Untuk apa aku kembali mencari orang yang sudah aku buang?"

Perkataan Luna tidak nyaring, tapi tegas. Semua orang yang mendengarnya langsung membelalakkan mata.

Termasuk Gerald yang saat ini tengah memeluk Rachel. "Apa … apa yang kau katakan?"

Semua orang langsung bingung, jika bukan Gerald alasan Luna dan Rachel sampai bertengkar sehebat ini, lalu apa? Luna benar-benar mencari Aodan?

"Sayang, jangan percaya padanya," ucap Rachel dengan suara yang menyedihkan, ia meneteskan air mata dan wajahnya langsung terlihat menyedihkan. "Dia hanya mencoba menarik perhatianmu. Kamu milikku, jangan tinggalkan aku sayang …."

Rachel terisak-isak, memeluk leher Gerald dan menenggelamkan dirinya. Asistennya diluar mengisyaratkan agar orang-orang yang melihat ini agar segera bubar dengan perlahan.

"Tidak, aku tidak akan melakukan itu." Gerald mengusak rambut Rachel, melirik Luna yang terlihat acuh.

Gerald merasa sedikit kecewa dengan ketidakpedulian Luna, tapi melihat Rachel yang sepertinya sangat membutuhkannya, mau tidak mau ia memeluk istrinya lebih erat lagi.

"Luna, tolong jangan ganggu kami lagi." Gerald menatap Luna dengan lurus, Rachel yang ada di pelukannya masih terisak-isak.

"Aku tidak ingin menganggu, tapi aku memang lagi kesal dan hanya Rachel yang bisa menjadi pelampiasan, jadi jangan salahkan aku." Luna mengibaskan rambut dan mengikatnya dengan cepat.

Gerald merasakan tatapan tajam yang menusuk dari Luna, seolah apa yang ia katakan itu adalah benar adanya, wanita itu melangkah mendekat dan menabrak bahu Gerald.

"Pertengkaranku tidak ada hubungannya denganmu, kutegaskan sekali lagi, Gerald. Sekarang perasaanku padamu telah habis. Jangan pernah berpikir aku akan kembali padamu."

Gerald mematung mendengarnya, perkataan Luna seakan menampar dirinya.

Berbanding terbalik dengan sang suami, Rachel justru merasa senang dengan penegasan Luna.

Luna menerobos keluar dengan wajah dingin, tidak memedulikan dengan beberapa pasang mata yang menatapnya dengan aneh, ia tahu bahwa pelampiasan rasa kesalnya karena Aodan yang menghilang pada Rachel salah, tapi di satu sisi ia merasa puas.

Ia sudah menampar Rachel dan mencakar lehernya, mereka impas.

Luna berjalan keluar dari studio, mendengkus dengan keras dan memanggil taksi, untuk yang terakhir kalinya ia melihat Gerald dan ia benar-benar merasakan perasaannya telah mati.

Sekarang Gerald tidak ada artinya lagi bagi dirinya.

Masalahnya adalah, di mana kadal hitam itu bersembunyi?

Luna tidak mungkin memajang poster tentang hewan peliharaan di setiap sudut jalan kan? Masalahnya Aodan bukan seekor kucing atau anjing yang lucu, dia adalah seekor kadal.

Kadal hitam biasa yang tidak berharga.

Luna memijit pelipisnya kesal, tiba-tiba teringat jika Aodan selalu meneteskan air liur ketika melihat seseorang yang sedang mukbang ayam goreng tepung.

Memikirkan itu, sudut bibir Luna mau tidak mau tertarik ke atas. Ia sepertinya benar-benar merindukan si kadal yang selalu membuat rusuh di rumahnya.

Taksi melaju dengan cepat kembali ke rumah dan cahaya matahari semakin terik, beberapa orang memilih berdiam diri di rumah dan keadaan di sekitar rumah Luna menjadi sangat sunyi.

Luna turun dengan kedua tangan terkulai, merasa tidak semangat sama sekali karena saat ia kembali ia tidak akan menemukan Aodan lagi. Wanita itu berjalan dengan gontai dan kepalanya menunduk dalam.

Ia tidak tahu harus melakukan apa lagi jika Aodan tidak kembali padanya.

"Kenapa kau berjalan sangat lambat?"

Luna langsung mengangkat wajahnya dan menemukan Aodan bersandar di tiang rumah dengan wajah yang penuh luka lebam, beberapa sobekan terdapat di pakaiannya.

"Aodan?" Luna berkata dengan nada tidak percaya. "Aodan, ini benar-benar kau? Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak pulang?"

Laki-laki itu sepertinya mengalami sesuatu yang jauh lebih buruk darinya, ia terluka.

Aodan menyentuh bibirnya, masih ada aroma darah yang tercium dan membuatnya merasa mual. Malas sekali ia menjawab pertanyaan Luna.

"Aku lapar, ayo buka pintu dan rebus mie."

Luna tidak menanggapi perkataan Aodan, kedua matanya berkaca-kaca dan dengan langkah gemetar ia mendekati Aodan, memeluknya dengan keras.

"Akh! Ini sakit, sakit!" Aodan meringis, berusaha membebaskan diri dari pelukan Luna.

"Kau kembali." Luna tidak melepaskan Aodan, ia terlalu larut dengan perasaan sukacita sampai-sampai ia tidak mendengar ringisan Aodan. "Kau kembali bersamaku, Aodan."

Aodan merasa tidak berdaya, ia menepuk punggung Luna. "Ya … ya .. tentu saja aku kembali, kau masih berutang padaku, kau adalah Ba …."

"Terima kasih." Luna terkekeh, ia melepaskan pelukannya dan mengusap sudut matanya yang basah.

'Terima kasih karena tidak meninggalkanku.'

Luna tidak berani mengucapkan kata-kata itu, terlalu gengsi. Ia hanya tersenyum tipis dan membuang muka dari Aodan.

"Ayo masuk, kau ingin mie kan? Aku akan buat yang paling enak untukmu."