webnovel

Ardy & Erza

[!]Warn : Gaya penulisan Non-Baku Kisah klise tentang seorang anak remaja bernama Ardy yang diam-diam suka Erza sang sahabat dari SD, berparas lembut dan manis dengan sifat yang rapuh membuat Ardy ingin melindungi dan mencintainya. Sulit bagi Ardy untuk mewujudkannya terlebih karena hubungan sesama jenis itu dilarang, perasaannya bersembunyi dibalik kebadungan masa remajanya. Selain Ardy dan Erza, ada pula selingan kisah dari teman-teman mereka dengan berbagai masalah dan konflik masa remaja, bagaimana mereka bisa menghadapinya? dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kisah Ardy & Erza ini? bisakah Ardy mengungkapkan perasaannya pada Erza atau akan tetap ia kubur selamanya dan terlupakan? Tapi... mampukah Ardy melupakan perasaannya itu? [!]Bab baru setiap hari kamis.

wholoveya · LGBT+
Sin suficientes valoraciones
208 Chs

Pencalonan Ketua OSIS

Hendri sekarang punya tempat tongkrongan baru di sekolah, biasanya nongkrong di dalam ruang auditorium sekarang nongkrongnya di luar dibangku deket ruang auditorium, sendirian lagi nggak bareng temen-temennya. Hendri sebenarnya lagi nungguin Rizky keluar sekalian buat ngodein dia lebih kenceng lagi.

Rizky bilang dia nggak marah ataupun jijik, jadi Hendri pikir mungkin ada sedikit harapan buat dia meskipun cuma sedikit banget, paling nggak bisa barengan lagi kayak waktu dia masih menjabat diorganisasi sekolah lah minimal atau bonusnya lebih deket dari sebelumnya pun boleh.

Dari arah belakang Hendri alias ruang auditorium, dia denger gaduh dari anak-anak Organisasi yang pada bubaran, dari ekor matanya Hendri merhatiin siapa aja yang keluar dan ternyata Rizky keluarnya bareng sama Deni. Pemandangan itu nggak jarang bikin Hendri ngerasa kesel, kenapa sih Rizky lebih suka barengan sama Deni? dari zaman dia masih diOSIS pun juga begitu. Hendri mungkin jadi satu-satunya orang yang berusaha mati-matian buat dapetin perhatian Rizky disaat nggak ada seorangpun yang seserius itu demi berteman sama dia

Tapi kerja keras Hendri selama ini kalah sama Deni yang bahkan kerjanya cuma nyuruh-nyuruh.

Deni yang dari kemarin ngelihat Hendri ada dibangku itu mulu jadi penasaran, biasanya Hendri bareng Ardy DKK dan Deni tahu betul Hendri itu orangnya kayak gimana, jadi aneh dia ngelihat Hendri anteng diem sendirian. Lihat Hendri segak punya kerjaan nongkrong sendirian kayak gini bikin Deni mikir mungkin si adik kelas ini lagi ada masalah.

"Dri," sapa Deni dan di sampingnya ada Rizky yang lagi pegang kotak kardus.

"Eh lo Den," sapa balik Hendri sembari ubah posisinya jadi menyamping ke arah mereka, matanya ngelirik Rizky sebentar kemudian balik lagi ke Deni.

"Lo dari kemarin di sini mulu, kemana yang lain?" tanya Deni bukan maksud apa-apa, dia cuma penasaran apa yang buat Hendri betah duduk di sini; tepatnya di depan auditorium, apakah Hendri belum move on dari organisasi atau ada hal lain?

"Kenapa? Nggak boleh gue di sini? Lagian kan bebas-bebas aja gue mau di manapun di area sekolah, gue kan siswa juga di sini," jawab Hendri kentara sentimen ke Deni.

Deni jadi ngerasa nggak enak, dia nggak maksud buat nyinggung Hendri. "Maaf nih kalau gue bikin lo kesinggung," ucap Deni kemudian ngambil tempat di samping Hendri. "Gue nggak maksud apa-apa kok, gue cuma penasaran aja barang kali ada yang mengganggu lo," lanjut Deni selalu berusaha jadi orang yang membantu temen-temennya.

"Ky, lo duluan aja, " titah Deni ke Rizky yang masih berdiri nungguin di sampingnya.

"Ntar lo nyusul ya Den, awas aja kalau malah jadi nongkrong sama temen-temen lo yang pada nggak jelas itu," ancam Rizky bikin Deni terkekeh, siapa sih yang ketuanya di sini? Kok lebih mengancam Rizky ya daripada dia?

Hendri nggak sadar mendengus setelah lihat interaksi Deni dan Rizky, Rizky ini emang judes tapi kejudesannya ini yang bikin seorang Hendri Suharja tertarik, tertarik buat naklukin si judes ini sampai akhirnya kebawa perasaan karena ternyata Rizky lebih daripada judes aja.

Hendri natap lurus ke depan, dia nggak ada niatan buat ngobrol sama Deni karena lagi nggak ada kepentingan sama si cowok yang bentar lagi lepas jabatan dari OSIS itu. "Dri, gue boleh nanya nggak?" tapi Deni malah mau ngobrol sama dia, Hendri decakin lidah sebelum jawab.

"Nanya apaan?" jawab Hendri masih agak ketus.

Deni sih paham ya kenapa Hendri begini, perasaan Hendri mungkin masih sensi sama yang menyangkut OSIS. "Apa lo belum move on dari kepengurusan OSIS?" tanya Deni dan itu sukses buat Hendri natap dia.

Lah? Si Deni mikir dia belum move on dari kepengurusan OSIS? Apa Rizky nggak cerita perhal confess-nya itu? Hendri ngerasa sedikit lega kalau bener Rizky nggak cerita masalahnya ke Deni.

"Kalau emang bener lo belum move on, gimana lo lanjutin posisi gue aja?" saran Deni dan Hendri seketika dibuat meroses ucapannya barusan.

"Maksud lo?" tanya Hendri mastiin.

Deni ketawa kecil sebelum jawab. "Lo tahu kan gue bentar lagi mau lulus dan bakal lanjutin kejenjang pendidikan yang lebih lanjut, nah kita dari OSIS ini lagi nyari calon pengganti gue, kalau lo enjoy dan suka dengan OSIS kenapa lo nggak nyalonin aja? Ntar gue bantu supaya lo lolos seleksi Caketos," Jelas Deni dan Hendri tiba-tiba jadi kepikiran ide yang cukup bagus.

"Tapi kalau lo mencalonkan diri, lawan lo bakal rada berat soalnya Rizky juga mencalonkan diri," tambah Deni.

.

.

.

Sepulang sekolah Hendri ngajak temen-temennya buat ketemuan di kafe kakaknya Winda, Dia yang ngajak dan dia juga yang belum datang sewaktu semua orang nyaris udah kumpul.

Tinggal Hendri-Hendra dan Ardy-Erza yang belum datang.

Kalau Ardy mah kendalanya pasti waktu ngajak Erza, kudu nyiapin alesan yang valid supaya meyakinkan tante Tania yang protektif banget sama pergaulannya Erza. "Kalau Ardy yang jagain Erza mah, dijamin Erza nggak akan kenapa-kenapa, janji." Janji Ardy ketante Tania dan emang udah terbukti kalau masalah jagain Erza mah.

"Erza jangan macem-macem ya, jangan ngerusak kepercayaan mama," nyokap Erza nggak bosen-bosennya meringatin si putra sembari ngerapiin poni yang jatuh di kening Erza.

"Iya ma, mama jangan khawatir Erza kan udah gede," sahut Erza dan Ardy yang dengernya malah dibuat gemes.

Kok ada cowok nada ngomongnya segemes itu?! batin Ardy gregetan sedari tadi merhatiin interaksi ibu-anak itu, beda banget sama nyokapnya yang pasti apa-apa pake melotot.

Sebelum berangkat, hal pertama yang Ardy lakuin itu pamer kartu SIM-nya ke Erza. Pegang kartu SIM pake kedua tangan, nyengir lebar kemudian muterin badan Erza yang lebih mungil darinya itu. "Udah bisa ke Bandung sendiri nih," ucap Ardy pamer sekaligus bikin Erza pusing karena dari tadi muterin dia mulu.

Erza decakin lidahnya kemudian nyahutin Ardy, "Kalau gitu nanti ajakin aku ke Bandung." dan itu sukses bikin Ardy berhenti muter-muter.

"Gas!" respon Ardy kelewat semangat.

Sesampainya Ardy dan Erza di kafe kakaknya Winda, kebetulan dia barengan sama mobilnya Hendri, bahkan turunnya aja bareng. "Asik barengan," celetuk Ardy sembari mainin alisnya.

"Erza!" sapa Hendra kebetulan turun setelah kakaknya.

Hendra langsung rangkul Erza, akhir-akhir ini dia lagi demen nih sama Erza, dia sebenernya nggak begitu dekat sama Erza tapi karena akhir-akhir ini dia diajak—tepatnya maksa si abang buat ikut— nongkrong bareng temen-temennya si abang, dia jadi bandingin antara temen si abang dan temennya, dan ternyata mereka jauh lebih menarik daripada temennya.

"Tumben bang lo ngajak Hendra?" tanya Ardy baru nyadar sama eksistensi adiknya Hendri itu.

"Gue ogah ngajak Hendra tapi dia maksa," jawab Hendri. "Mainnya lapor-lapor kenyokap ini bocah," lanjut Hendri bongkar rahasia.

"Anjinglah lo pada kompakan nggak sesuai jadwalnya." Yusril orang pertama yang nyamperin mereka sembari protes sama telat berjama'ahnya mereka.

Hendri menyapukan pandangannya mengabsen kehadiran temen-temen yang dia undang, Yusril, Winda Rendy, Ardy, Erza, Deni, Bagas, ditambah adiknya Hendra yang mungkin bisa berguna nantinya. "Dri, lo ngumpulin kita apa bakal ada ke Puncak kloter kedua?" tanya Bagas seenak jidatnya.

"Bukan," jawab Hendri kontan kemudian duduk samping-sampingan sama Deni. "Semua udah dateng ya, bisa gue mulai kenapa gue ngajak lo pada buat ketemuan?" tanya Hendri kemudian.

Ardy mengintrupsi dengan angkat tangan. "Boleh gak gue sama Erza pesen minuman dulu? Haus nih, iya kan Za?" intrupsi dan tanya Ardy sembari nyikut Erza yang duduk di sebelahnya.

"Ng... Ardy aku nggak—"

"Sst!" Desis Ardy kemudian nampilin senyum lebarnya yang sekarang kelihatan idiot.

Hendri hela nafas kemudian iyain permintaan Ardy yang ternyata mewakili semuanya. "Ya udah yang mau pesen, pesen dulu gih gue yang bayar." Dan itulah kalimat yang dinanti-nanti anak-anak sampai hebohnya udah kayak lagi nonton bola.

Gara-gara Hendri bilang mau bayarin pesenan mereka, mereka jadi kalap deh pesennya, Hendri geleng-geleng kepala ngelihat mereka bak nggak makan berhari-hari. "Dasar treat hunters lo pada," gumam Hendri sembari sedekap dada ngelihatin mereka.

Setelah semuanya suka cita karena dapet traktiran, Hendri ngode ke Deni supaya mewakilkan dia buat ngomong. "Jadi guys, niatnya Hendri ngumpulin kita itu," ucap Deni sengaja gantung kalimatnya supaya mereka penasaran dan ngasih atensi.

"Mau rencanain surprize buat ulang tahun gue, kan? " lanjut Ardy asal ngomong sembari ngunyah burgernya.

Karena Ardy yang tiba-tiba ngelanjuti kalimatnya Deni seenak jidatnya, dia dapet seruan dari temen-temennya dan mereka malah jadi ngeributin Ardy. "Gue nyalonin diri jadi ketua OSIS, gimana menurut kalian?" celetuk Hendri.

Serentak semua aktifitas di meja terhenti seketika setelah Hendri nyeletuk itu, mereka nggak ekspektasi kalau bakal denger itu dari Hendri. Ardy yang tadinya mau gigit burger ditangannya dibuat berhenti dengan posisi makanannya berada di depan mulut dan mulutnya juga nganga sembari natap Hendri nggak percaya.

Ngelihat respon temen-temennya yang pada lebay dan drama, Deni buka suara. "Hendri suka ngurus organisasi ples mungkin dia pengen sekolah jadi lebih baik dengan OSIS yang dipipimnya nanti," ujar Deni kentara banget biasa mimpin.

Ardy dan Rendy saling bertatapan kemudian serempak natap Hendri. "Serius bang?" tanya mereka barengan. Mereka nggak percaya sama niat tulus Hendri yang diucapkan Deni barusan.

"Gue nggak tahu lo sesuka itu sama OSIS, nggak usah nyalonin kali, minta Dada aja buat nempatin lo di sana, bang," saran Hendra nggak mau pusing dengan yang namanya proses demokrasi, nggak mau ribet Hendra mah orangnya.

"Anjay! Gila emang anaknya om Suharja mah," Bagas nyahutin Hendra sembari tepuk tangan sama keliarannya adik temen mereka itu.

"Nggak usah repot kali ikut pemungutan suara, buang-buang waktu," tambah Hendra sembari nyender santai disandaran kursi panjang yang mereka dudukin.

"Aku kok nggak suka caranya Hendra ya?" Winda bersuara dan Erza pun menyetuju itu.

"Pemilihan ketua OSIS harus jujur dan adil," tambah Erza.

"Iya nih, mentang-mentang lo tajir!" Yusril ngomporin.

Hendra tegakin lagi duduknya kemudian natap Yusril. "Santai dong kagak usah nyolot!" sewot Hendra kesel sama Yusril yang tiba-tiba nimbrung.

Ardy yang udah beres kagetnya dibuat garuk-garuk belakang kepalanya sewaktu denger Erza sama Winda patuh banget sama aturan meskipun apa yang diucapkan Hendra itu konteksnya bercanda. "Jangan dianggap serius Za, itu cuma bercanda," bisik Ardy dan Erza dibuat ngerjap-ngerjap setelah denger itu dari Ardy.

"Sans guys, gue mau mencalonkan diri dengan jujur dan adil kok biar ada tantangannya, nah lo-lo pada bersedia jadi tim sukses gue kagak?" jelas dan tanya Hendri kemudian.

"Kayaknya kita mah bersedia aja kalau nolongin temen yang niatnya baik mah," jawab Rendy mewakili semuanya.

"Yoi, tapi rapatnya di kafe mbak Dona ye? Itung-itung bantuin calon kak—maksud gue, bantuin usahanya mbak Dona ini hehe." Yusril cengar-cengir setelah anak-anak pada ngelihatin dia dengan males. Udah pada tahu sih si Yusril ini lagi pendekatan bukan cuma sama Winda tapi sama keluarganya biar dapet ridho katanya kalau nanti pacaran sama Winda.

"Nah kalau semua setuju, gue mau ngasih tahu nih kalau pemilihan ketua OSIS tahun ini kayaknya bakal berat buat Hendri karena Rizky nyalonin juga," ucap Deni sukses bikin kaget gelombang kedua.

Dan yang paling kaget itu Ardy sama Rendy karena mereka tahu betul apa yang lagi terjadi diantara Hendri dan Rizky. Mereka saling tatap-tatapan dengan mata keduanya yang terbelalak. "WAHGELASEH!" pekik mereka serentak.