webnovel

Ardy & Erza

[!]Warn : Gaya penulisan Non-Baku Kisah klise tentang seorang anak remaja bernama Ardy yang diam-diam suka Erza sang sahabat dari SD, berparas lembut dan manis dengan sifat yang rapuh membuat Ardy ingin melindungi dan mencintainya. Sulit bagi Ardy untuk mewujudkannya terlebih karena hubungan sesama jenis itu dilarang, perasaannya bersembunyi dibalik kebadungan masa remajanya. Selain Ardy dan Erza, ada pula selingan kisah dari teman-teman mereka dengan berbagai masalah dan konflik masa remaja, bagaimana mereka bisa menghadapinya? dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kisah Ardy & Erza ini? bisakah Ardy mengungkapkan perasaannya pada Erza atau akan tetap ia kubur selamanya dan terlupakan? Tapi... mampukah Ardy melupakan perasaannya itu? [!]Bab baru setiap hari kamis.

wholoveya · LGBT+
Not enough ratings
208 Chs

Bercanda dan serius versi Erza

"Sini Tu maju, maju tuh ke depan bukan ke belakang!" celetuk Ardy bikin Restu diketawain karena dikira takut maju.

Restu kepanasan, dia kesel karena Ardy berhasil bikin dia diketawain anak-anak. "Anjing lo!" makinya sembari melayangkan kepalan tangannya ke arah Ardy.

Ardy berhasil ngelak dari kepalan tangan Restu dan dia aja kaget bisa punya reflek sebagus itu padahal dia nggak jago berantem. "Lemes amat pukulan lo, Tu, lo makan kagak tadi?" tanya Ardy sengaja manas-manasin.

"Ngapain ngumpul di jalan? siapa yang lagi berantem?"

Mampus ada guru lewat! pekik Ardy dalam hatinya.

Anak-anak yang tadinya ngumpul ngerubungin dia sama Restu seketika bubar tahu ada guru datang. "Anu bu, lagi bikin konten," jelas Ardy alesan dan kebetulan temennya si Restu lagi standby kamera.

Mata bak rajawali Ardy beralih pada eksistensi lain di samping guru kesenian itu, rasanya Ardy pengen nepuk jidatnya sembari desah keras begitu lihat Erza ada di sana. Jelas ini pasti Erza yang laporan ke guru tahu dia buat keributan di lorong. "Yok balik Za," Ardy raih pergelangan tangan Erza kemudian narik si empunya ke sampingnya. "ntar hasil videonya bagi gue ya?" lanjutnya alibi ke Restu dan dia pergi gitu aja kabur bawa Erza pergi dari sana.

Disela kaburnya, Ardy sedikit merunduk kemudian bisik-bisik ke Erza. "Za, lo laporan ke guru?" tanya Ardy.

Erza kaget dong denger itu dari Ardy, mana ada dia laporan ke guru? dia tadi abis dipanggil guru dan kebetulan keluar bareng ibu guru kesenian. Erza berhenti kemudian gelengin kepala. "Aku nggak ngelaporin ke guru kok, aku tahu kalau itu kamu aja nggak, tadi kebetulan lewat bareng bu Sri!" jelas Erza.

"Kalaupun aku laporan keguru, pasti yang dateng bukan ibu Sri!" lanjut Erza.

"Oh iya ya, bener juga," ralat Ardy baru nyadar tadi yang dateng itu guru kesenian.

"Sorry ya Za udah nuduh lo laporan ke guru," ucap Ardy menyesal sembari cengar-cengir sedangkan Erza jadi bete, bibir merah muda Erza maju beberapa senti.

"Tahu ah bete!" sahut Erza beneran jadi bete.

.

.

.

Sepulang sekolah, Ardy mau ngacak-ngacak gudang di rumah Erza atas permintaan si empunya dan setelah gudang rumah Erza rencananya mereka juga mau ngacak-ngacak gudang rumahnya Ardy. Lagi serius-seriusnya memilah barang-barang di gudang, Erza malah bengong dan malah Ardy yang ribut sendiri sama barang-barang berdebunya keluarga Erza.

Erza kepikiran kejadian di sekolah tadi yang menimpa Ardy, dia tahu betul Ardy orangnya apa-apa dibawa santai tapi nggak dipungkiri Ardy juga bisa marah atau bahkan sakit hati. Apa semua itu salahnya ya? Erza jadi mikir kalau apa yang nimpa Ardy di sekolah tadi ada campur tangannya, kalau bukan buat ngebelanya mungkin Ardy nggak akan berakhir diolok-olok satu sekolahan.

Sadar Erza bengong, Ardy nyamperin si cowok unyu yang gampang banget kedistract itu. Erza nggak sadar kalau Ardy udah ada tepat di depannya, bungkukin sedikit badannnya buat natap wajah Erza yang manis meskipun sekarang lagi bengong itu.

"Ezaaa," panggil Ardy dengan lembut sembari nepok pipi Erza.

Kaget dengan tepukan Ardy di pipinya, Erza buru-buru nyahutin sembari ngerjap-ngerjap mata. "Ung?" sahutnya.

"Lo kenapa Za, bengong gitu?" tanya Ardy.

"Ng... Aku nggak bengong kok, aku lagi milihin barang yang masih bagus," elak Erza.

Mata bak rajawali Ardy ngelirik kardus yang sedari tadi diacak-acak tangan putih Erza, kardusnya kosong jadi apa yang si unyu ini pilihin?

"Oh lagi milihin debu buat disumbangin ke orang yang membutuhkan ya? Debu juga bisa berguna juga ya? Gue pikir cuma bikin kotor aja," kata Ardy diakhiri ketawa.

Erza nunduk buat lihat tangannya yang berada di dalam kotak kardus. Eh iya nggak ada isinya! Pekik Erza didalam hatinya kemudian semburat kemerahan muncul di pipi gembilnya.

"Ardy ih!" pekik Erza malu.

Ardy cuma cekikian ngerespon pekikan Erza barusan. Fix Erza emang nggak bisa bohong.

"Lo lagi bengongin apa sih Za, sampe debu aja diubek-ubek?" tanya Ardy.

Erza manyun sebel karena Ardy jadi bercandain dia yang tadi malah ngubek-ngubek udara berdebu di dalam kardus. Erza hela nafas kemudian natap mata bak rajawali Ardy yang jernih itu. "Jujur, apa kamu sebel atau bahkan sakit hati temen-temen satu sekolahan bercandain kamu kayak gitu?" tanya Erza sesuai dugaan Ardy kalau si unyu itu pasti lagi mikirin dia.

Ardy senyum simpul. Sakit hati sih nggak terlalu cuma ya sebel aja sih mungkin, apalagi yang mengguyonkan dia orang maceman Restu yang kebelet viral. "Gue nggak sakit hati kok cuma rada sebel aja sih," jawab Ardy kemudian ketawa kecil.

Erza hela nafas lagi dan didalam helanya tersirat rasa menyesal. "Lain kali jangan aneh-aneh lagi, aku nggak suka lihat kamu digituin anak-anak," ucap Erza.

"Za, lihat gue," titah Ardy dan Erza ngangkat wajahnya yang nunduk buat natap bak rajawali itu. "Gue nggak apa-apa asalkan itu bukan lo," ucapnya jelasin ke Erza kalau dia rela begini asal bukan Erza yang sakit hati nerima perlakuan nggak mengenakan dari orang-orang di sekolah.

"Gue nggak suka lihat lo sedih karena kampret-kampret di Sekolah pada sok tahu dan sok care, dan gue juga nggak suka lo sedih mikirin gue," mata Erza mulai berkelip karena air mata yang mulai numpuk dipelupuk matanya, benci banget Erza sama dirinya sendiri kalau udah cengeng kayak gini, buru-buru dia seka matanya sebelum cairan dimatanya itu turun sendiri.

"Percaya deh gue nggak apa-apa, gue cuma kesel kalau ada yang bercandanya kelewat batas itu doang, selebihnya nggak masalah," lanjut Ardy.

"Ta-tapi lain kali kalau mau ngelakuin hal konyol bilang keaku dulu!" ucap Erza dan Ardy ketawa.

"Kalau gue bilang ke lo ya pasti nggak bakal diizinin," jelas Ardy bikin Erza langsung nyubit pinggangnya sembari melotot.

"Ardy!" pekik Erza kesel.

Erza mendengus kemudian sedekap dada sembari natap Ardy yang masih cekikikan, dia penasaran, terkadang dia sering dibuat penasaran akan apa yang rela Ardy lakuin buat dia. "Dy," panggilnya dan si empunya noleh.

"Kenapa sih kamu suka banget ngelakuin sesuatu yang sebenernya cuma bikin kamu rugi?" tanya Erza mulai serius bertanya-tanya alasan semua kekonyolan Ardy mengorbankan dirinya sendiri.

Sebelah alis Ardy naik. "Rugi?" tanya Ardy mastiin dan Erza ngangguk.

"Nggak ada dikamus gue kalau ngelindungin lo itu artinya rugi," jawab Ardy.

"Gue sayang lo, kalau gue udah bilang gue sayang pasti gue rela lakuin apa aja," lanjutnya bikin Erza seketika aja kaku.

Pipi Erza merah menjalar sampai ketelinga, Erza segera alihin pandangannya dengan belakangin Ardy. "Ja-jangan bercanda terus!" ucap Erza nyudahin percakapan yang dirasanya berubah jadi sesuatu yang terasa aneh tapi juga menggelitik bak puluhan kupu-kupu di perut.

"Dimana letak bercandanya?!" tanya dan protes Ardy pada dirinya sendiri begitu Erza keluar dari gudang.

Heran Ardy tuh sama Erza, kalau dia lagi serius pasti dikira bercanda, giliran dia bercanda pasti dikira serius. Bercanda dan serius versi Erza itu bertolak belakang dari apa yang sebenarnya.