webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
56 Chs

17. Gigi Kelinci dan Tamu Tengah Malam

Setengah berlari Adara membuka pintu kosan sosok Irwan sudah ada di sana.

"Irwan," kejut Adara karena yang datang ternyata Irwan bukan Hanz.

"Hai  Ra, sibuk nggak." Irwan tersenyum manis pada Adara.

"Nggak sih lagi nunggu teman aja. Yuk duduk," ajak Adara.

"Hm, sorry deh. Kalau gitu aku bentar aja kok Ra," sahut Irwan yang masih berdiri. "Aku cuma mau ngasih ini aja ke kamu." Lanjut Irwan seraya memberikan sebuah cokelat pada Adara.

"Untuk apa? Perasaan aku belum ulang tahun deh, valentine juga udah lewat." Adara menatap Irwan bingung.

"Anggap aja sebagai hadiah perkenalan," ucap Irwan tulus.

"Makasih ya, Wan." Adara menyambutnya dengan senang.

"Semoga suka, Ra. Ya udah aku pamit dulu ya," pamit Irwan.

"Pasti, bye Wan." Adara melambai pada Irwan, selepas Irwan pergi mobil Arya berhenti di depan kosan.

"Waduh abang Arya, Hanz kamu lelet banget sih kayak cewek kok belum muncul-muncul," batin Adara kesal.

"Malam Adek abang, wah tumben udah nyambut abang depan pintu," sapa Arya. Adara tersenyum salah tingkah ketika melihat sosok Hanz berdiri di belakang Arya.

"Dia lagi nungguin aku, bukan kamu." Ucap Hanz.

"Kamu lagi," Arya tersenyum sinis.

"Yuk Ra." Hanz memegang tangan Adara.

"Kamu nggak boleh pergi sama Cecunguk playboy ini," Arya ikut memegang tangan Adara.

Adara memejamkan matanya, peristiwa tarik menarik tempo hari kembali terekam di kepalanya, ia bersiap merasakan sensasi yang sama menjadi tali tambang untuk yang kedua kalinya. Namun ada yang aneh, salah satu tangannya terasa ringan.

"Hanz." Ucap Adara saat ia membuka matanya Hanz telah melepaskan tangannya.

Hanz tersenyum dan berlalu pergi, sebuah tatapan maut sempat ia layangkan untuk Arya.

"Ayo ikut abang," Arya menarik tangan Adara berjalan menuju ke mobil.

"Loh, kita mau kemana?" Tanya Adara ketika Arya melajukan mobilnya ke arah Tanjung Isuy.

"Ke danau Jempang mumpung bulan lagi terang kamu pasti suka," sahut Arya.

Mobil pun melaju dengan kencang membelah jalan sawit yang temaram di terpa cahaya sinar rembulan yang sedang bersinar terang. Sementara Hanz sedang mengganggu pikiran Adara dengan rasa bersalah Adara padanya.

"Dek, sejak kapan kamu dekat lagi sama si playboy urakan itu?" Tanya Arya ketika mereka sudah duduk di tengah-tengah jembatan yang membentang di atas Danau Jempang.

"Hari ini. Bang, Hanz nggak seperti yang Abang pikirkan dia sebenarny-"

"Sebenarnya apa? Adek yang belum mengenal dia dengan baik, abang udah lama kenal dia di sini Dek. Sebaiknya Adek jangan dekat-dekat ama dia, ya." Potong Arya lembut.

"Tapi Bang, sekali ini saja percaya sama adek ya," mohon Adara.

"Nggak, udah ah nggak usah ngeyel. Kebiasaan deh." Arya mencuil pipi chabby Adara.

"Biarin," Adara mengunci kedua bibirnya.

"Sini, Adek abang kalau ngambek tambah bulat loh." Arya meraih kepala Adara dan menyandarkan pada bahunya.

"Bang," panggil Adara.

"Iya," sahut Arya yang menatap mata bulat Adara.

"Gimana urusan Abang ama mbak Alya?" Tanya Adara hati-hati karena takut menyinggung perasaan Arya.

"Sudah beres, abang nggak ada urusan lagi sama dia. Urusan yang ada hanyalah tanggung jawab atas Dito." Arya mengalihkan pandanganya ke atas permukaan danau.

Ponsel Arya berdering ia segera mengangkatnya setelah melihat kontak yang tertera dan berbicara dengan ekspresi yang serius dengan seseorang yang meneleponnya.

"Dek, yuk balik ada laporan yang harus abang selesain dan di kirim besok ke pusat." Ucap Arya setelah menutup telepon. Arya menggenggam tangan Adara dan membawanya  berjalan  menyusuri  jembatan.

Malam telah larut saatnya seluruh insan di dunia mengistirahatkan raganya, Adara pun tengah mengistirahatkan raganya yang lelah seharian berkutat di komputer dan mondar mandir dari Office Plant ke Logistik untuk menyerahkan oil sample.

Karena tak bisa mendengarkan suara nyanyian Arya, Adara terpaksa memutar musik dari applikasi MP3 dalam ponsel Blackberry yang baru ia beli. Sebuah chat masuk dalam applikasi BBM-nya.

"Ndut, aku diluar." Mata Adara membulat saat ia melihat jam menunjukan pukul sebelas malam, perlahan ia melangkah ke pintu dan mengintip di jendela. Matanya semakin membulat saat Hanz benar-benar ada di depan kosannya.

"Hanz, kamu ngapain?" Ucap Adara setengah berbisik.

"Aku lapar, temenin aku makan ya, Ndut." Hanz mengangkat dua bungkus sate ke hadapan Adara.

"Astaga dasar cecunguk, ini jam berapa Hanz?" Adara melotot pada Hanz.

"Jam sebelas," Hanz menyengir nakal.

"Astajim!" Adara duduk di kursi depan kosan.

"Habisnya tadi aku mau ngajak kamu makan, eh kamunya malah pergi sama si Cungkring itu. Ya udah aku balik ke mes terus perut aku lapar banget karena tadi nggak jadi makan. Nah, sekarang kamu harus tanggung jawab untuk temenin aku makan." Ucap Hanz  tanpa dosa.

"Ya udah maaf, tapi janji ya habis makan pulang," sahut Adara.

"Oke." Hanz dengan cuek membuka bungkus sate itu dan melahap isinya. Adara tersenyum menatap cara makan Hanz yang terlihat lucu baginya.

"Ndut." Hanz menyodorkan satu tusuk sate ke mulut Adara, Adara menyambut suapan dari Hanz.

Hanz tertegun menatap Adara  sedang mengunyah sate yang ia berikan namun tiba-tiba Hanz terkekeh geli.

"Kenapa?" Bingung Adara.

"Gigi kamu lucu Ndut kayak Kelinci," kekeh Hanz.

"What!" Adara memajukan bibirnya.

"Tapi imut kok," ucap Hanz cuek sambil menyantap satu tusuk sate lagi.

"Buset gitu aja ngambek, Ndut." Ucap Hanz lagi yang melihat Adara masih terdiam.

"Nggak ngambek, aku ngantuk Hanz. Besok harus kerja lagian kamu makannya lelet kayak aki-aki," omel Adara pada Hanz.

"Makanya bantuin biar cepat habis," balas Hanz cuek.

Adara mengambil beberapa tusuk sate dan melahapanya sama seperti Hanz, sesekali mereka menyuapkan sate itu  secara bergantian.

"Oke habis, aku cabut ya. Night Ndut." Hanz berdiri dan pergi tanpa menoleh lagi.

"Ya salam, dasar Cecunguk aneh." Umpat Adara sebelum menutup pintu kosan.

Hanz menarik gas sepeda motornya dengan kencang, senyum manis merekah di bibirnya sepanjang perjalanan dari kosan Adara menuju mes.

Ia mengaitkan jaket berbahan levis di balik pintu lalu merebahkan tubuhnya yang sudah kenyang di atas kasur mes.

Matanya menerawang langit-langit kamar bayangan wajah Adara terlintas saat ia menutup mata beberapa jam yang lalu.

Adara menutup matanya untuk menahan rasa sakit yang akan ditimbulkan oleh adegan tarik menarik antara Hanz dan Arya, melihat ekspresi Adara Hanz urung menarik tangan Adara ia menelan egonya dan melepaskan genggaman tangan pada Adara karena tak tega melihat Adara meringis kesakitan oleh ulah dua orang pria yang egois.

"Gigi kelinci." Gumam Hanz, ia tiba-tiba bangun lalu meraih ponselnya dan mengetik sesuatu setelah itu ia  merebahkan tubuhnnya dan tidur dengan senyum yang masih terulas di bibirnya.