webnovel

ALFA

Terlahir menjadi seorang perempuan muda yang sangat berbeda dari umumnya membuat Shirly Kenia harus menerima fakta yang ada. Beruntung selama hidup mengenal Orang Tua dan seorang kurir perempuan di HAFA BAKERY milik Bunda, yang begitu baik dan selalu menebar aura positive. Sehingga membuat Shirly Kenia sangat menikmati selama 21 Tahun hidup di dunia. Tetapi semuanya telah berubah, perubahan ini juga menjadi titik awal Shirly Kenia memiliki tekad bulat untuk keluar dari zonanyaman. Lalu, bagaimana kelanjutan dari hidup Shirly Kenia? Apakah tetap dapat dinikmati atau justru . . .

whatsappmail · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
17 Chs

Cerita Yang Terlewat (9)

Setelah apa yang terjadi pada semalam telah berlalu, malam-malam berikutnya, tidak ada lagi drama kolosal antara Elsa dengan diri sendiri, Elsa dengan Circi, ataupun Circi dengan diri sendiri. Semua kembali normal. Di sisa 2 bulan ini, keadaan telah kembali seperti sedia kala.

Elsa kembali bekerja di HAFA BAKERY, bahkan kini ikut menginap di minihouse bersama Circi, Elsa dititahkan untuk menemani, mengawasi apa-apa yang terjadi pada Circi selama disana, dan membantu Circi menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai seorang anak seperti, kembali membuat adonan baru disetiap malamnya, kembali membantu Papa menyelesaikan berkas-berkas kantor yang dirasa masih bisa dilakukan. Dan dengan hati Elsa terima titah tersebut.

Di sini Mr. Khai juga ikut turun tangan dalam memberi Circi izin untuk kembali ke minihouse. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, juga sempat adu mulut mengingat bagaimana perubahan emosional Circi sangat labil dan moodswing yang mainstream sekali. Selaku psikolog, Mr. Khai mencoba memberi peluang lebih pada Circi untuk kembali menarik udara bebas di minihouse karena bisa saja, selama di rumah, mungkin kurang merasa melakukan semau hati mengingat ada Bunda dan Papa yang selalu mengkhawatirkan segala hal disetiap detik yang terjadi pada Circi. Mr. Khai juga menyadari satu hal, bahwa kehadiran Elsa memiliki peran penting serta pengaruh besar terhadap besar-kecilnya power Circi untuk semakin up.

Baru saja semalam Papa mengantar Elsa dan Circi ke minihouse. Di pagi ini mereka berdua yang baru tersadar dari tidur panjang akibat kelelahan setelah packing dadakan, memutuskan untuk bekerja sama membersihkan dan merapikan minihouse setelah lebih dari berminggu-minggu tidak diterurus. Beruntung tidak ada satupun barang berharga yang hilang mengingat ternyata pintu dan jendela minihouse tidak ditutup dan terkunci dengan baik. Sudah tidak ada lagi kilasan balik ataupun mengingat kembali bayang-bayang silam. Mereka berdua tidak ingin ada drama baru lagi.

Saat ini Circi mengeluh berulang kali tatkala menyadari minihouse berubah dadakan, nyaris menjadi tempat debu tebal memiliki pemukiman. Elsa hanya terkekeh kecil, hanyut dalam rasa gemas terhadap tingkah laku Circi yang terlihat lucu sekali disaat usianya sudah memasuki kepala dua.

"Elsa!" Panggil Circi dari arah belakang mulut pintu kamar pada Elsa yang sedang membersihkan jendela depan.

"Hm?" Gumam Elsa, terlalu fokus pada kaca jendela yang buram.

"Disini banyak debu!" Keluh Circi, mencebik bibir.

"Makanya dibersihkan dulu." Nasehat Elsa, berusaha tegar mendengar segala keluhan Circi.

"Tapi Aku lelah!" Rengek Circi, membanting keras kain pel ke atas lantai basah.

"Istirahat sana."

"Um, bagaimana kalau kita kembali saja ke pusat kota?" Rengek Circi lagi, bibir kembali mencebik.

"Circi, jangan labil." Tegas Elsa, tetap fokus pada kaca jendela dihadapan.

"Uh! Debunya banyak sekali, tahu! Mau tidur saja!" Putus Circi, kemudian membiarkan berantakan apa yang seharusnya dikerjakan tetapi belum selesai.

"Itu lebih baik." Jengah Elsa.

"Elsa!" Seru Circi lagi. Padahal belum ada 5 menit merebahkan tubuh di sofa.

"Hm?" Gumam Elsa, sudah merasa sangag gemas.

"Ayo temani aku tiduran. Kemari." Pinta Circi, merengut lucu.

"Ngga bisa Circi, ini masih banyak yang belum selesai." Jelas Elsa, memantapkan hati untuk bersabar.

"Ayuk, ah!" Paksa Circi. Kini kedua kakinya telah terlipat ke depan dengan boneka panda menjadi guling.

"Tiduran sendiri saja Cir," ujar Elsa. Masih bersabar.

"Ngga bisa." Jengkel Circi. Kedua alis tertaut.

"Kemarin-kemarin bisa kan? Dari awal kamu tinggal di sini juga selalu sendiri. Apa-apa sendiri. Terus, kenapa sekarang ngga bisa?" Tanya Elsa, lagi-lagi masih bisa bersabar seolah stok kesabarannya masih banyak.

"Y-ya, tau ah! Aku marah ke Elsa!" Ketus Circi. Merubah posisi tidur menghadap dinding.

"Hm, love you too,"

"Ih! Aku sebel ke Elsa!" Ketus Circi sekali lagi, bahkan tidak segan untuk menaikkan suara beberapa oktaf.

"Iya, love you too,"

"Elsa, ih!" Jengkel Circi, melempar selembar kertas yang sudah diremas bulat-bulat ke arah punggung Elsa, sayangnya karena berbentuk bulat tidak sempurna, lembaran itu hanya mendarat disamping kaki kursi yang sedang Elsa naiki agar bisa mencapai kaca jendela bagian atas.

"Apa sayang?" Gemas Elsa, lama-lama stok kesabarannya semakin menipis.

"Idih, jijik." Ketus Circi, seolah tidak ada lelahnya untuk terus menjawab.

"Hahaha. Sudah ah! Marah-marah terus. Ini selesaikan dulu. Baru lanjut ngobrol lagi, ya?" Jawab Elsa, tersenyum manis.

"Elsa yang bikin aku marah!" Kesal Circi, menghentak-hentakkan kaki ke atas.

"Iya nona muda, maaf ya," Ujar Elsa, mengalah.

"Tidak dimaafkan." Ketus Circi, entah sudah yang keberapa kali.

" . . . "

"Ih! Kenapa diem? Jawab, Elsa!"

"Love you too."

"Apa sih! Dari tadi love you too terus! Aku ngomong apa, Elsa jawab apa! Jangan bikin aku tambah sebel deh."

"Circi, nona mudaku. Jangan ngoceh terus ya? Ini selesaikan dulu semuanya. Kalau sudah, boleh lanjutkan lagi. Oke?"

Pada akhirnya Circi yang merasa kalah. Jika dipikir-pikir, seharusnya sejak tadi saja Circi ikut membantu, mungkin mengepel lantainya sudah selesai saat ini. Dengan mengesot, tubuh yang bergerak malas bahkan terkesan dipaksakan itu kembali melanjutkan acara mengepel lantai. Beberapa kali seolah sengaja, Circi melemparkan keras-keras kain pel ke atas lantai membuat air kotor itu terciprat ke segala arah termasuk tubuh dan wajahnya sendiri. Sontak, Elsa menolehkan kepala kebelakang dan tertawa terbahak-bahak. Bukannya diuntung malah terkena sial, sepertinya nasib tidak berpihak pada Circi.

2 jam berlalu. Kini kedua perempuan itu sedang merebahkan diri pada lantai minihouse yang telah bersih berkilau. Tubuh penuh berkeringat bukan menjadi penghalang bagi Circi untuk menggandeng erat lengan Elsa sedang yang Elsa sudah hampir terlelap kembali bangun akibat goyangan keras pada lengannya.

Elsa sudah sangat maklum menghadapi mood swing Circi karena Bunda, Papa, dan Mr. Khai yang telah menjelaskan secara garis besar seberapa istimewanya seorang Circi bagi mereka, tetapi masih sedikit bingung bercampur heran tatkala menyadari, sejak tadi Circi sangat manja padanya. Padahal dari awal kenal hingga malam berhias penuh pelukan tempo hari itu, Circi tidak semanja ini.

"Elsa?" Panggil Circi kali ini. Kedua mata bulat itu menerawang ke langit-langit minihouse.

"Ada apa?" Tanya Elsa, terkantuk-kantuk.

"Apa hutang penjelasanmu pada Bunda sudah lunas?" Tanya Circi sembaru menolehkan kepala, menatap lekat wajah disampingnya yang terlihat snagat kelelahan.

"Ya. Sudah aku jelaskan panjang lebar tentang bagaimana aku bisa mengenal hewan berbulu yang berubah wujud menjadi seorang pria asing bertubuh tinggi." Jelas Elsa, kedua mata sayu itu kembali terbuka dan fokus adu pandang dengan Circi.

"Berarti Bunda sudah tahu?" Tanya Circi, penasaran.

"Iya nona mudaku," Gemas Elsa, kini kedua tangan itu telah mencubit kedua pipi Circi. Rasa gemas yang ditahan-tahan sejak tadi telah mencapai limitnya.

"Sekarang kamu hutang penjelasan padaku. Bunda kamu beritahu, tapi aku tidak kamu beritahu. Apa-apaan ini!" Kesal Circi, kedua tangan berisinya mengelus-ngelus kedua pipi yang terasa sakit setelah memukul kencang tangan Elsa agar cepat terlepas.

"Tidak sekarang Circi, tubuhku lelah, badanku juga terasa lengket. Nanti kalau sudah waktunya, pasti aku jelaskan. Oke?" Pinta Elsa, kemudian berdiri, berjalan ke arah kamar mandi, dan masuk ke dalam. Tak sampai 5 hembusan nafas, suara guyuran air terdengar.

"Oke." Teriak Circi. Berharap Elsa dapat terdengar. Selanjutnya Circi ke teras. Memeriksa sekali lagi, takut melewatkan sesuatu. Dan benar saja, pot bunga yang retak waktu itu belum dibereskan. Sekali lagi, tidak ada lagi kilasan balik atau apapun itu.

Hari ini, Circi menyadari sesuatu. Sejak hal yang sudah terjadi, mereka berdua jauh lebih dekat daripada sebelum-sebelumnya. Seperti saat ini. Circi jadi lebih terbuka lagi, bisa bermanja-manja, sedikit demi sedikit mulai berani untuk menampakkan karakter aslinya pada Elsa. Pagi ini juga Circi berinteraksi jauh lebih intens daripada pagi sebelum-sebelumnya. Semuanya terasa manis. Circi merasa sangat berbahagia. Kedua mata bulat itu menatap lurus ke arah langit yang mulai menampakkan senyum sang mentari. Dan Circi penuh harap, semoga mulai hari ini hingga hari yang selanjutnya tidak ada lagi drama-drama kecil. Circi sudah nyaman dengan keberadaan Elsa. Baginya, ia tidak akan butuh teman lain selama Elsa masih tetap berada disampingnya.

Circi berdoa pada Tuhan. Semoga memanjang usia Elsa, semoga menjauhkan Elsa dari niat buruk dan jahat, semoga, semoga, semoga, dan semoga yang lain. Senyum tulus terbit membuat kedua sudut bibirnya tertarik lebar. Gigi kelinci yang ikut berderet rapi terlihat menampakkan seberapa manis dirinya.

Maaf atas revisi dadakan yang sering daku lakukan seenak jidat. Kritik dan saran dipersilahkan. Terima kasih sudah menunggu dan meluangkan waktu untuk membaca cerita ini.

Semoga suka, enjoy, and happy reading guys❤

whatsappmailcreators' thoughts