webnovel

AKU BAYI GEDE KELUARGA

Bayi Gede... Ketika mendengar kalimat tersebut pasti terlintas dalam benak setiap orang bahwa orang yang di panggil si Bayi Gede tersebut adalah orang yang manja bahkan pemalas. === Kenapa orang-orang berpersepsi demikian? Karena, rumor pada umumnya si Bayi Gede pasti orang yang manja dan pemalas. Bahkan, dalam benak ku terlintas lebih buruk tentang si Bayi Gede. Aku berpikir si Bayi Gede lebih cenderung egois, pemarah, mudah tersingung, over negative thingking, protective, sukar bersosial dan tidak punya rasa solidaritas bahkan besar kemungkinan dia orang yang licik dan pembohong, itulah persepsi ku tentang si Bayi Gede. Aku salah besar dan orang-orang pun salah, ternyata si Bayi Gede yang satu ini sangat istimewa dan bertolak belakang dari persepsi negatife setiap rumor yang pernah ada. === Kisah si Bayi Gede yang satu ini sangat menarik, penuh drama dan perjuangan yang sangat berliku. Baik dari segi keluarga, sosial, karir bahkan kisah asmaranya. Lebih menarik ternyata keluarga si Bayi Gede masih memiliki keturunan darah biru dan si Bayi Gede yang satu ini sangat istimewa karena terlahir sebagai seorang semi indigo. ###

Mursalim_97222 · Real
Sin suficientes valoraciones
7 Chs

Berduka

Kamis sore semua anak-anak sibuk bermain, ada yang main petak umpet, berlari dan berbagai jenis permainan lainnya.

Namun, Jhulli duduk sendiri di depan teras rumah. Umak yang melihat Jhulli yang terlihat lesu lekas mendekatinya.

"Kenapa jang kok ngak ikut kawan-kawan main?." Tanya umak pada Jhulli.

"Males mak, badan lagi kurang nyaman." Jawab Jhulli lalu memeluk umak.

"Badan mu panas nak, istirahat ke dalam yuk." Umak mengiring Jhulli masuk ke dalam rumah sambil mengendong Dheshi yang masih balita.

"Dek Jhulli kenapa mak?." Tanya Ernha.

"Sepertinya mau demam." Imbuh umak pada Ernha.

"Mak, mau mandi" Kata Ernhi dan Mimhie bersamaan.

"Ernha, buruan mandi sama adek-adek." Perintah umak pada Ernha.

"Aku ikut mandi." Pinta Jhaker.

"Ayo, aku juga mau mandi." Timpal Antho.

"Ia udah mandi sana, jangan lama." Sergah umak pada anak-anaknya.

Malam yang indah, meski bulan tiada tapi bintang berhamburan sehingga langit tampak sangat cantik.

"Mak, aku mau jadi seperti bintang." Kata Jhulli yang sedang baring di pangkuan umak sambil menatap bintang-bintang di langit dan umak hanya diam seraya mengelus rambut kepala Jhulli.

"Bagus sekali ia mak malam ini." Kata Ernha.

"Aku pengen deh pergi ke bintang, gimana ia mak caranya?." Tanya Ernhi.

"Bintang itu jauh, mana kita bisa kesana." Jawab umak seadanya.

"Naik pesawat bisa kan mak?." Tanya Mimhie.

"Bisa makanya kalian rajin belajar supaya bisa pintar." Jawab umak sambil tersenyum.

"Hari besok jumat ia mak?." Jhulli bertanya ke pada umak.

"Ia, besok hari jumat. Kenapa dek?." Jawab dan tanya Ernha.

"Besok kita sholat jumat ia bang." Ajak Jhulli kepada Antho yang sibuk menulis..

"Ia.." Jawab Antho singkat.

"Mak, besok selesai sholat jumat aku mau tidur lama. Mak jangan nangis ia kalau aku tidak bangun." Kata Jhulli ke pada umak seraya air matanya pun mengalir.

"Ngomong apa si dek..." Kata Ernha dengan suara pilunya melihat Jhulli menangis terisak-isak.

"Udah malam sekarang tidur ia, biar besok sehat bisa ikut sholat jumat. Ngak boleh ngomong sembarangan." Jawab umak seraya membawa Jhulli masuk dan memberi perintah pada anak-anaknya untuk segera tidur.

"Amo mana ia mak?." Tanya Jhaker.

"Amo lagi cari ikan." Jawab umak singkat.

"Hmmmm, amo kok ngak bawa aku." Cetus Jhaker.

"Udah tidur sana, udah malam." Sergah umak ke pada Jhaker.

Ayam jantan sudah berkokok bersahut-sahutan, umak pun sudah sibuk di dapur untuk memasak dan menyiapkan kopi, teh dan susu untuk amo dan anak-anaknya.

"Mak, aku pergi nengok jaring." Amo memberitahu.

"Ia, hati-hati." Jawab umak singkat.

"Amo, aku ikut." Pinta Jhaker.

"Ngak usah, dingin!." Sergah amo kepada Jhaker.

Diam-diam Jhaker mengikuti amo dari belakang dan akhirnya ketahuan.

"Astagfirullah, anak ini." Geram amo kepada Jhaker karena kaget melihatnya tiba-tiba ada di belakang.

"Aku mau ikut." Pinta Jhaker memelas.

"Ia udah sini, cepat." Sergah amo.

Akhirnya, beberapa saat kemudian Amo dan Jhaker kembali kerumah dengan membawa beberapa ikan berukuran cukup besar hasil dari tangkapan jaring yang di pasang sore kemarin.

"Mak, mak... aku sama amo bawa ikan banyak." Teriak Jhaker dari luar rumah.

"Bawa sini ke dapur." Jawab umak.

"Iiii... besar-besar ikannya mak." Kata Ernha.

"Alhamdulillah, cucilah ikan tu buang perutnya." Perintah umak pada Ernha.

"Aku ikut bersihkan ia Long." Pinta Ernhi ke pada Ernha.

"Sinilah." Jawab Ernha singkat.

Waktu Juhur sudah masuk, adzan sholat jumat akan segera di kumandangkan.

"Mak, aku pergi sholat jumat ia." Jhulli memberitahu.

"Bang Antho sama Jhaker mana?." Tanya umak.

"Abang Antho tidur kalau dek Jhaker gak tau kemana." Jawab Jhulli.

"Ia udah berangkat sana, jangan nakal ia." Timpal umak.

"Ia, assalamualaikum mak." Pamit Jhulli.

"Waalaikumsalam." Jawab umak.

Dari ke jauhan Umak melihat Amo, Jhulli dan Jhaker berjalan beriringan. Mereka baru pulang selesai sholat jumat.

"Assalamualikum." Ucap Amo, Jhulli dan Jhaker bersamaan.

"Waalaikumsalam." jawab umak dari dalam rumah.

"Ernha buatkan amo kopi." Pinta amo pada Ernha.

"Ia." Jawab Ernha singkat dan melesat ke dapur untuk buat kopi.

"Aku tidur dulu mak." Jhulli memberitahu.

"Ia tidur sana, Jhaker ikut tidur siang sana" Titah umak.

"Ngak mau, aku ngak ngantuk." Tepis Jhaker.

"Ernhi tutup pintu biar Jaker ngak bisa main keluar." Perintah amo pada Ernhi.

"Ia." Jawab Ernhi singkat dan segera menutup pintu.

"Amo ini kopinya." Kata Ernha seraya meletakan cangkir kopi di meja.

"Bawa adek-adek tidur siang nanti lagi mainnya." Perintah amo pada Ernha.

"Ia." Jawab Ernha singkat dan segera bawa adek-adeknya tidur siang.

Pada saat itu rumah yang di tempati keluarga si Bayi Gede hanya memiliki dua kamar. Satu kamar untuk umak dan amo dan satu kamar untuk anak-anak. Jadi, suadara-saudara si Bayi Gede pada masa itu tidur satu kamar dan sebagian lagi tidur ruang tamu jika tidak mau berhimpitan karena sempit.

"Mak, amo.." Teriak Ernha dari kamar dengan suara tangisnya, Mimhie dan Ernhi yang sudah pecah.

"Ada apa?." Amo dan umak berlarian ke kamar.

Antho dan Jhaker pun ikut berlarian ke kamar.

"Adek Jhulli..." Jawab Ernha yang terus menangis terisak-isak sambil memeluk Ernhi dan Mimhie.

"Ya Allah... Jhulli anak ku." Suara tangis amo pun pecah seraya memeluk tubuh Jhull yang sudah kaku dan dingin.

"Jhulli... Jhulli... bangun jang." Kata umak mengoyangkan badan Jhulli sambil menangis dan mengendong Dheshi yang masih balita.

Hari jumat yang cerah, hari itulah Jhulli telah berpulang dan kembali menghadap sang illahi. Isak tangis dalam rumah pun semakin pecah ketika amo pergi ke depan rumah dan meninju pintu dan dinding beberapa kali untuk melampiaskan rasa sedihnya karena kehilangan Jhulli, anak laki-laki yang paling beliau sayangi di antara anaknya yang lain kala itu.

Mendengar amo dan seisi rumah ribut dan penuh isak tanggis para tetangga sekitaran rumah pun kaget, mereka berdatangan dan pada bertanya ada apa? Namun, seisi rumah tidak ada yang bisa menjawab. Semua membisu dan masih tengelam dalam isak tangis dan pilu yang mendalam atas ke pergian Jhulli yang sangat mendadak karena di ketahui Jhulli dalam keadaan sehat walafiat tanpa menderita suatu penyakit.

Sore itu, pemakaman pun segera dilakukan. Setelah jenazah selesai di sholatkan, pihak keluarga dan warga pun segera mengiring jenazah tersebut ke pemakaman untuk di kebumikan. Proses pemakaman berjalan lancar.

Malam hari, setelah selesai yasinan untuk almarhum Jhulli. Amo kembali menangis dan membuat seisi rumah kembali pecah dan ikut menangis lagi sehingga malam itu tanpa sadar dilalui oleh semua orang di rumah tanpa tidur. Semuanya masih tetap terjaga karena menangis dan terus menangis hingga sholat subuh di kumandangkan dan mereka pun sholat berjamaah.

"Semuanya ayo wudhu, kita sholat berjamaah." Perintah amo pada semua anggota keluarganya.

"Ernha, ayo ajak ade-adek wudhu." Timpal umak pada anak-anaknya.

"Ernhi, Mimhie, ayo kita wudhu." Ajak Ernha pada adek-adeknya.

"Ayo bang kita wudhu." Ajak Jhaker pada Antho.

"Ayo..." Jawab Antho singkat.

Setelah selesai wudhu, semua keluarga si Bayi Gede pun melaksanakan sholat subuh berjamaah kecuali Dheshi yang masih balita dan si Bayi Gede serta Shantie yang pada saat itu memang belum lahir.

Setelah selesai sholat subuh dan mengirim doa untuk almarhum Jhulli, semuanya berkumpul di ruang tamu. Umak mulai buka suara mengenang sikap Jhulli sebelum tiada.

"Dari kemarin sikap Jhulli memang sudah aneh, ternyata ini maksudnya." Ungkap umak sambil menangis dan memeluk erat Dheshi yang berada dalam gendongannya.

"Ia aku ingat, malam kemarin dia bilang mau jadi bintang dan hari jumat selesai sholat jumat mau tidur lama." Timpal Ernha seraya memeluk Ernhi dan Mimhie, mereka pun menangis bersama.

"Udah, kita kirim aja doa yang banyak buat Jhulli biar dia bahagia di sana." Timpal amo dengan muka datar dan matanya yang berkaca-kaca seraya memeluk Jhaker dan Antho yang berada di dekatnya.

Pagi yang cerah, mentari pun sudah menyinsingkan cahayanya. Suara tetangga di kanan dan kiri sudah terdengar sibuk dengan aktifitas masing-masing. Namun, sangat berbeda dengan keadaan di rumah si Bayi Gede.

Pagi itu di rumah si Bayi Gede belum ada aktifitas apapun bahkan, amo yang biasanya di pagi hari sudah minta di buatkan kopi pada pagi itu pun diam tanpa suara. Umak pun tidak melakukan kegiatan memasak bahkan walau hanya sekedar untuk menyediakan kopi untuk amo seperti biasanya.

Saat itu seisi rumah benar-benar lagi berkabung dan umak hanya sesekali mengeluarkan suara untuk menimang Dheshi yang masih balita ketika sedang rewel. Ernha dan adik-adiknya pun tidak ada yang merasa lapar, mereka semua benar-benar sedang berduka yang sangat mendalam atas kepergian Jhulli. Pagi itu keadaan rumah benar-benar hening.

Roda waktu terus berputar dan tibalah hari ketiga kepergian almarhum Jhulli, keadaan rumah masih hening. Orang-orang rumah benar-benar lagi berkabung atas kepergian Jhulli.

Hari ketiga, empat, lima dan hari ke enam pun berlalu dan tibalah hari ke tujuh almarhum Jhulli. Keadaan rumah masih sama, masih hening tanpa canda tawa.

Dua minggu sudah berlalu hari ke dua puluh lima almarhum Jhulli, pun datang. Suasana rumah sudah mulai ada kehidupan.

Empat puluh hari kerpergian almarhum Jhulli, sanak family semua yang hadir untuk yasinan seperti pada acara sebelum-sebelumnya sudah mulai ada canda tawa karena semuanya sudah mulai berdamai dengan ke sedihan atas ke pergian Jhulli.

Setelah hari yang terus berganti karena roda waktu terus berputar hari ketiga bulan sepuluh hari alias seratus hari pengkafanan almarhum Jhulli pun tiba. Semua sanak family dan tetangga hadir dengan sumbringah untuk yasinan dan mengirim doa untuk almarhum Jhulli.

Setelah proses pengkafan seratus hari selesai dari acara yasinan, doa dan makan-makan seperti acara pengkafanan sebelum-sebelumnya, sanak family dan tetangga pun berpamitan.

Hari itu seperti awal yang baru untuk dunia dan kehidupan dalam keluarga si Bayi Gede karena setelah melewati roda waktu yang panjang akhirnya mereka semua bisa berdamai dengan rasa duka atas kepergian Jhulli.

###

Penciptaan itu sulit, dukung saya ~ Berikan voting untuk saya!

Mursalim_97222creators' thoughts