webnovel

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
194 Chs

Part 146 - Pertemuan Sepasang Mata

Ternyata benar, memang masih berlanjut.

***

Seketika aku merasa kian bersalah lagi. "Seperti inikah perasaanmu tadi siang, Ki? Merasa sakit dan tak dipedulikan dalam satu waktu. Aku keterlaluan kah, Ki?" Aku tutup semua kembali aplikasi dan rekaman-rekaman yang tlah coba kubuat. "Aku mungkin memang bukan ditakdirkan untuk bersuara, tapi entah bagaimana, aku akan tetap menulis. Biarlah, ini caraku bicara. Selebihnya? Biarlah tugas semesta saja gimana." Aku berpasrah diri.

Takdir? Adakah suara juga bagian dari takdir? Tidakkah ia serupa menulis? Yang adanya bisa dipelajari. Bukan semata pemberian Tuhan yang sekali jadi. Bahkan, tanpa peduli bakat ada atau tidaknya. Ketekunan, percaya diri, dan kesepertiituan, bukankah lebih diperlukan?

"Ki, barangkali kamu hanya perlu berlatih lagi. Baiklah, aku akan minta maaf besok. Aku sungguh sudah yakin akan mengenalkanmu."

Capítulo Bloqueado

Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com