webnovel
#ROMANCE

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
194 Chs
#ROMANCE

Part 100 - Keputusan yang Menyesakkan

"Bagaimana mungkin, kau ingin menjauh, Ay?" sontak Aksa kaget mendengar permintaan Ayya.

"Kamu gak lagi bercanda, kan?"

"Kenapa tiba-tiba seperti ini? Hah?"

"Apa karena aku masih sakit?"

"Atau... ada hubungannya dengan kita keluar dari Derana Florist?" Cecar Aksa di hadapan Ayya.

Ayya masih bersabar mendengar seluruh cercaan Aksa. Ia hanya diam menatapnya. Sesekali menggelengkan kepala. Tapi mulutnya tak berkata apa-apa. Sebelum akhirnya Aksa memaksanya bicara.

"Katakan, Ay!! Kenapa!?" Geram Aksa sambil menekan meja tempat mereka berdua duduk bersama.

Sontak, sebagian pengunjung kafe memandang Aksa. Matanya menaruh curiga dan aneh. Hal itu makin membuat Ayya sedikit kesal. Dan akhirnya bicara.

"Sudah? Bisa diam dulu?" ucap Ayya.

"Iya. Maaf. Katakanlah... kenapa ini terasa mendadak?"

"Baiklah... akan aku ceritakan. Tapi kuharap, kamu tidak seperti tadi. Jangan menggertak meja. Aku takut."

"Iya, maaf. Aku kebawa emosi."