webnovel

AksaAqilla

Kenzi_23 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
8 Chs

Bab 4

Gombalannya terlalu receh masnya

''''

Vina menjauhi kedua sahabatnya, yang sedang berduaan seperti orang berpacaran. Dia sangat risih dengan keberadaan lelaki lelaki yang ngumpul itu.

Dia lebih memilih untuk melanjutkan aktivitas joging yang sempat berhenti tadi karena kedatangan lelaki penganggu itu.

Setelah merasa lelah dengan joging memutar memutar taman yang super luas ini, dengan suasana hati yang kurang baik, membuatnya semakin lelah.

Vina pun mencari bangku untuk duduk, terpisah dari sahabatnya lebih baik, daripada dia harus melihat orang yang sedang berpacaran sepagi ini.

Vina menghembuskan nafas berat, satu kata buatnya kali ini, lelah. Kepala Vina langsung sakit, padahal badannya masih sangatlah sehat, yang membuatnya susah untuk bangkit dari bangku.

Dia hanya memegang kepalanya yang terasa nyeri, tiba-tiba saja ada tangan seseorang yang menyerahkan air minum yang masih di segel.

Karena penasaran, perlahan ia mengangkat kepalanya dan menemukan bahwa orang yang menyerahkan air minum ini adalah Azada, orang yang super duper menyebalkan bagi seorang Vina.

Vina mengambil minum itu dari tangan Azada sambil tersenyum, "boleh duduk di sebelah, Lo?" Azada mulai bertanya kepada Vina.

Vina mengangguk, Azada pun mulai duduk di samping Vina. "Btw, makasih minumnya," Azada mengangguk. "Sama sama," balas Azada.

"Mau tanya lagi boleh," Vina mengangguk membolehkan. "Btw, kok lu sejauh ini lari nya, kenapa ga di deket Aqilla dan Vira aja?" Azada sangat heran dengan tingkah Vina.

"Gue ga mau liat orang yang bermesraan," jawab Vina sambil meminum minumannya. "Bukannya kita lagi bermesraan?"

Mendengar satu kalimat dari Azada membuat Vina yang sedang minum tersedak.

"Tadi Lo bilang apa?" Vina mengulangi kata-kata nya sambil menutup tutup botolnya. "Bukannya kita lagi bermesraan?" Vina langsung menoyor kepala Azada dengan botol minum yang ada di tangannya.

"Sakit, sayang," Vina memutarkan matanya jengah. "Yang yang-an, yang haus kali yang haus," Vina mulai emosi.

"Iya aku yang haus, haus sama kasih sayang kamu. Jiaaaah," setelah mengucapkan kalimat itu kepalanya kena toyoran kedua kalinya.

"Beb, jangan gitu lah," Vina diam saja tidak menanggapi pernyataan konyol Azada. "Gue dianggap apa sih sama lu, Vin?"

Vina menatap Azada dari atas sampe bawah lalu sebaliknya dari bawah sampai atas. Vina merasa penampilan Azada masih tampak cowok kok.

"Banci, mungkin," Vina asal menjawab pertanyaan Azada. "Jahat loh, beb, ga baik kaya gitu sama pasangan sendiri," Vina menatap heran Azada.

"Gue. Bukan. Pasangan. Lo." Pernyataan yang Vina lontarkan kepada Azada, lalu memilih untuk kembali melakukan joging. 15 menit waktunya berkurang sia sia karena Azada.

Pemandangan sekitar taman itu memang menarik banget, apalagi untuk berfoto-foto ria.

Banyak sekali dari pengunjung jauh berfoto di taman itu, ada yang bersama keluarganya ataupun pasangan mereka.

Wajah wajah mereka terlihat sangat ceria di hari yang indah ini, entah apa yang mereka obrolkan.

Tapi, terlihat jelas kerutan matanya, menandakan mereka benar benar bahagia.

Jangan hanya melihat dalam satu sisi saja, coba putar dan perhatikan sisi yang lain, apakah kamu menemukan perbedaan?

Jika iya, berarti kamu salah menilai. Jika tidak, jangan hanya beropini bahwa pendapatmu lah yang lebih benar.

Di dunia ini tak ada yang lebih benar dari Tuhan. Jadi, jangan sombong.

Vina menghentikan larinya dan memilih untuk berjalan santai agar kakinya tidak sakit ataupun keram nantinya.

Vina sempat tertawa melihat kocaknya anak anak di sekitar taman itu, Vina melihat ada seorang anak kecil yang menangis sendirian di bangku panjang berwarna cokelat.

Ia langsung datang menemui anak kecil itu dan bertanya, "Kamu kenapa?"

"Aku kehilangan poppo, hiks ... "

"Poppo? Siapa dia?"

"Boneka panda yang selalu aku bawa, hiks ... "

"Mau ikut Kaka? kita cari Poppo bareng bareng," tawar Vina.

"Beneran?" Vina langsung mengangguk.

Anak kecil itu merentangkan tangannya meminta untuk digendong, Vina langsung menggendongnya dan membawanya mencari boneka milik adik kecil ini.

"Terakhir kamu merasa memegangnya dimana?" Anak kecil itu menunjukkan arahnya. Vina langsung berjalan ke arah yang anak kecil itu tunjukan.

"Ga ada, apa Poppo dicuri?" Anak kecil itu langsung nangis mendengar gumaman Vina. Vina pun berusaha menenangkannya.

"Tapi Poppo pasti bisa jaga diri, kaya princess yang aku gendong saat ini. Poppo pasti cuma mau sama princess, aku bener kan?"

Anak kecil itu langsung antusias mendengar ucapan Vina. Mereka berdua langsung mencari Poppo ke tempat lain.

Setelah perjalanan panjang mencari Poppo, akhirnya mereka menemukannya yang jatuh di jalan.

"timakaci," dan anak itu pun pergi.

Vina tersenyum lebar dan kembali berjalan mengelilingi taman. Dia terdiam melihat sesuatu yang asing menurutnya.

Tanpa ia sadari ia bergumam dan Azada juga ada di sampingnya pun juga bergumam.

"Cantik."

Vina melirik ke arah belakangnya dan kaget karena ada Azada di sana. "Awannya cantik, ya, Vin. Bentuk love."

Vina mengangguk dan Azada melanjutkan ucapannya, "Mitos dari banyak orang-orang, katanya kalo ada sepasang antara wanita dan laki-laki yang melihatnya bersamaan mereka bisa menjadi pasangan langgeng. Aku serius suka sama kamu, kamu mau ga di seriusin sama aku?"

Vina seketika terdiam dan berdiri bagaikan membeku oleh es. "Udah apaan si, aku bercanda."

Vina langsung memukul bahu Azada. Azada hanya menanggapinya dengan tertawa santai, dan berlari menjauhi Vina.

Vina terjatuh kembali dan membuat kakinya lecet, membuat Azada balik badan dan menggendongnya dengan gaya bridal style.

Vina terpaku, Vina baru tersadar tersorot dari mata Azada sangatlah tampan. Ia melamunkan bagaimana jika ia nanti menjadi pasangan Azada.

Dia sangat nyaman di gendongan Azada, sampai ia pun mengeratkan genggaman tangannya di leher dan bahu Azada.

Ia menenggelamkan wajahnya di dada Azada, dan tersenyum diam-diam. Azada yang memperhatikan tingkah Vina seketika berubah pun membuat senyum tipis muncul di bibirnya.

'Andai aku boleh menciumnya, aku gemes banget sama wajahnya yang lucu ini.' batin Azada dalam hati.

'Hidung Azada sangatlah menggoda untuk di pegang, andai aku bisa memegangnya.' batin Vina.

Keduanya menikmati momentum yang ada pada keduanya saat ini.

"Mau jalan-jalan di sekitar sini sambil di gendong?" tanya Azada kepada Vina. Vina mengangguk sambil malu-malu.

"Let's go!"

"Kamu ga malu banyak yang ngeliat kita?" Tanya Azada.

"Buat apa malu? Kamu juga yang buat kaki aku lecet." Azada terkekeh.

"Maaf, deh, untuk itu. Nanti aku tanggung jawab kok." Vina menganggukinya.

Azada melihat banyak ibu yang membawa anaknya bermain di taman, hal itu membuatnya seakan-akan merasa seperti anak kecil lagi.

"Kamu kenapa melamun?" Tanya Vina. Azada langsung tersadar dan menggeleng.

[Extra]

"Vin, kamu inget aku, ga?"

"Ingetlah kamu kan Azada."

"Bukan. Maksudku dulu, pertemuan kita sewaktu masih kecil. Aku menyukai dirimu dari lama, apakah kamu tidak merasakannya?"

Vina menggeleng, Azada melanjutkan ucapannya, "Yasudah, lupakan."

"Langsung ke intinya aja," tegas Azada.

"Kamu mau ga jadi pacar aku?" Vina bergeming lalu mengangguk.

Azada tersenyum senang dan mencium pipi Vina.