webnovel

Rencana Papa

Akala terlihat tak fokus dalam memimpin rapat tadi di kantor BEM. Seringkali ia salah menyampaikan suatu hal dalam rapatnya.

Pikirannya saat ini hanya dipenuhi nama satu gadis, yaitu Alesya.

Rasa bersalah pun masih menghinggap dalam dirinya. Ia menyesal telah mengucapkan kata 'cewe murahan' kepada gadisnya tadi.

Apalagi setelah melihat tatapan kecewa dan bahkan ucapan terakhir Alesya sebelum meninggalkannya yang mengatakan bahwa gadis itu sangat kecewa kepadanya.

Akala mengusap wajahnya kasar. Ia menghentikan rapatnya untuk sementara karena ia rasa dirinya juga butuh istirahat.

"Lo kenapa, Tum? Dari tadi ga fokus mulu dah mimpin rapatnya," tanya Galih, sahabat Akala sekaligus wakil ketua BEM yang biasa memanggil Akala dengan sebutan ketum.

Namun yang ditanya tak memberikan respon apa-apa dan hanya menghembuskan nafas lelah.

"Lo ada masalah, Kal? Tadi gue denger-denger lo berantem sama maba anak FEB? Bener itu?"

Ya, siapa sangka berita Akala berantem dengan Daniel sekarang sudah viral.

Mendengar pertanyaan Galih, Akala pun mengangguk membenarkan.

Sedangkan Galih yang melihat sahabatnya mengangguk itu mengernyit heran. Karena tak biasanya Akala berkelahi.

Galih sangat tau bahwa Akala adalah orang yang pandai dalam mengontrol emosi.

"Serius lo? Kok bisa? Lo berantem sama siapa? Karena apa?" tanya Galih bertubi-tubi.

"Gue berantem sama Daniel, anak akuntansi," jawab Akala singkat.

"Daniel? temennya Alesya? Lo pasti berantem karena Alesya nih," tebak Galih.

"Bukan. Alesya ga salah disini, gue yang salah," ucap Akala lemah seraya menundukkan kepalanya. Rasa bersalahnya kini semakin besar.

Galih semakin mengernyitkan dahinya heran apalagi setelah melihat Akala terlihat sangat kacau.

"Kenapa? Kalo mau cerita, cerita aja sini gue dengerin," tawar Galih yang saat ini merasa sangat iba terhadap sahabatnya.

"Tadi waktu gue habis nemuin bu Hana, dekan FEB, gue liat Daniel sama Alesya berduaan di taman yang ada di gedung FEB yang waktu itu sepi. Gue inisiatif samperin mereka buat nanya kenapa kok ga ikut ospek." Akala menarik nafasnya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tapi gue malah kelepasan ngomong kalo Alesya cewek murahan karena dia mau-mau nya diajak berduaan sama Daniel di taman yang sepi. Karena gue tau Alesya tuh orangnya patuh aturan, tapi dia tadi malah bolos dan berduaan sama Daniel. Gue tau gue salah, gue kebawa emosi tadi.

Terus Daniel ga terima kalo Alesya gue bilang cewe murahan. Dia bilang kalo gue gabisa bahagiain Alesya, gue harus relain Alesya buat Daniel. Disitu gue udah gabisa ngontrol emosi gue lagi, akhirnya gue tonjok si Daniel. Gue gatau, Gal gue harus gimana lagi, Alesya pasti kecewa sama gue.

Gue... Gue nyesel, Gal." Akala mengakhiri ucapannya seraya mengusap wajahnya frustasi.

Baru kali ini Galih melihat seorang Akala terlihat frustasi karena seorang perempuan. Karena yang ia tau selama ini Akala adalah laki-laki yang sangat cuek.

"Saran dari gue nih ya, lo temuin si Alesya. Lo jelasin ke dia kenapa lo bisa se emosi tadi. Terus lo harus minta maaf sama Alesya. Lo kalo cemburu tuh bilang aja, Kal," ucap Galih memberi saran seraya menepuk pundak sahabatnya itu.

"Gue ga cemburu sama dia, gue cuma kebawa emosi aja tadi kenapa Alesya berani langgar aturan," ucap Akala mengelak.

"Halah lo gausah ngelak lagi deh. Lo cemburu kan? Apalagi waktu si Daniel bilang suruh relain Alesya buat dia aja, lo pasti ga rela kan? Itu tuh lo cemburu tandanya," ucap Galih.

"Mending sekarang lo chat atau telfon tuh cewek lo, bilang minta ketemu dimana kalo bisa sekalian ajak jalan. Luluhin lagi hatinya, jangan lupa buat minta maaf," lanjut Galih.

"Iya nanti gue telfon," jawab Akala singkat.

"Sekarang aja begee gausah nungguin nanti-nanti lo mah," geram Galih.

"Hp gue mati begee," ucap Akala menirukan gaya suara Galih dan dibalas dengusan sebal oleh cowok itu.

"Yaudah mulai lagi aja rapatnya. Lo tuh kebiasaan sukanya gitu dipendam sendiri terus ga fokus dalam segala hal. Kalo mau cerita tuh cerita aja kali sel biar lega," ucap Galih sok bijak.

"Gue gasuka cerita," jawab Akala.

"Gasuka apanya hah! Lo kalo dipancing-pancing kek tadi aja langsung cerita tuh. Gini-gini lo kan juga butuh opini gue. Berbagi masalah tuh gaada salahnya, Kal, apalagi gue sahabat lo dari lama. Ga semua masalah bisa dipendam sendiri wahai Akalanka, ntar yang ada lo depresi terus gila," jelas Galih panjang lebar.

Namun yang namanya Akalanka adalah cowok keras kepala dengan gengsi yang besar.

"Bawel banget lo kek cewek PMS. Dah sana panggilin anak-anak suruh masuk lagi, kita lanjut rapat," suruh Akala kepada Galih yang dijawab decakan sebal oleh laki-laki itu namun tak urung ia melaksanakan perintah ketumnya untuk memanggil semua anggota BEM untuk kembali masuk melanjutkan rapat.

***

"Telfon ga ya?" gumam gadis itu sambil mondar-mandir di dalam kamarnya dan mengetuk-ngetukkan ponselnya kearah dagunya.

"Tapi kan gue masih kesel sama dia. Harusnya dia yang telfon gue duluan. Ish tapi masa ga nelfon ataupun chat sih. Bener-bener gaada rasa bersalahnya tuh cowok. Jahat banget sih," gumam gadis itu lagi lalu melempar ponselnya kearah kasur.

Gadis itu, Alesya. Ia mendudukkan dirinya ke karpet bulu di kamarnya kemudian menenggelamkan kepalanya diantara tekukan lututnya.

Sedari tadi gadis itu menunggu Akala mengirimi pesan ataupun menelfon dirinya untuk meminta maaf. Namun yang di dapatkan hanyalah nihil.

Akala sama sekali tak menghubunginya.

Alesya mengembungkan pipinya. Dilihatnya jam dinding berwarna putih di kamarnya yang sekarang menunjukkan pukul 5 sore.

"Masih rapat kali ya?" tanya Alesya kepada dirinya sendiri.

"Kalo rapat, otomatis ketemu si medusa dong, ntar pasti si medusa minta anterin pulang sama Akala nih. Ih gue aja yang pacarnya belum pernah pulang bareng," gumam Alesya sebal.

"Oke, mau ga mau gue harus kasih tau Akala secepatnya. Ntar malem gue harus chat dia. Bodoamat lah gengsi, yang penting gue kasih tau dulu rencananya si medusa yang busuk, se busuk akhlaknya," ucap Alesya bermonolog.

Setelah asik bermonolog, Alesya memutuskan untuk mandi karena sejak pulang dari kampus tadi gadis itu malah asik menonton drakor sampai lupa mandi, bahkan lupa belum sholat ashar.

Alesya berdosa banget.

Setelah melakukan mandi yang hanya membutuhkan waktu 10 menit saja bagi gadis itu, dan sholat ashar, Alesya berjalan menuruni tangga.

Disana sudah ada mama dan papanya yang sedang membicarakan sesuatu. Bisa Alesya lihat dari wajah kedua orang tuanya yang sangat serius.

Namun Alesya acuh tak acuh dan justru berjalan menuju kulkas yang ada di dapur untuk mengambil air putih.

"Alesya," panggil Adam dari ruang tengah.

"Iya pah, kenapa?" jawab Alesya seraya mendekati sang papa.

"Kamu udah mulai kuliahnya?" tanya sang papa setelah putri semata wayangnya itu duduk di sampingnya.

"Lusa baru mulai pah, besok masih ospek fakultas hari terakhir sama malam inaugurasi," jelas Alesya seraya bergelanyut manja di lengan sang papa.

Karena papanya itu jarang sekali di rumah, jadi wajar saja jika Alesya akan sangat manja jika sang papa ada di rumah.

"Kamu masih pacaran sama siapa itu? Marcell?" tanya sang papa yang membuat Alesya mengernyitkan dahinya bingung.

"Marcell siapa pah? Akala kali, beda jauh banget" jawab Alesya membenarkan yang membuat sang mama terkekeh pelan.

"Maklum Sya, ga pernah di rumah sih jadi gitu gatau nama pacar kamu," ucap Alvita, sang mama dengan nada menyindir.

"Ya maaf papa kan lupa, bukan gatau. Lagian kan belum pernah ketemu," ucap Adam mengelak sindiran dari sang istri.

"Masih pah, kenapa emangnya?" tanya Alesya ditengah kekehannya.

"Gapapa sih. Emang kamu gaada niatan buat nemuin Akala sama papa nih?" tanya sang papa seraya menaikkan alisnya.

"Ya bukannya gaada niatan si pah, cuma pas Akala kalau kesini pasti papa masih kerja, jadinya ya ga ketemu. Lagian Akala tuh orang sibuk banget pah, dia ketua BEM di kampus Alesya sekarang, dia juga kerja pah," jelas Alesya.

"Loh, kerja dimana?" tanya sang papa heran.

"Kerja di perusahaan papanya," jawab Alesya singkat.

"Hmm keren dong, masih muda udah mandiri, punya skill kepemimpinan lagi. Tapi dia ga pernah nyakitin kamu kan?" tanya sang papa yang membuat Alesya terdiam.

"Kok diem? Dia ga pernah nyakitin kamu kan?" ucap Adam mengulangi pertanyaannya.

"Gak kok pah. Akala baik," jawab Alesya berbohong.

Karena jika ia berkata jujur, sudah pasti sang papa akan marah dan pasti memintanya untuk mengakhiri hubungannya dengan Akala, dan Alesya tak mau itu terjadi.

"Bagus deh, nanti kapan-kapan kenalin ke papah ya," ucap sang papa seraya mengelus lembut rambut putri semata wayangnya.

Alesya hanya menganggukkan kepalanya pelan.

"Yaudah Alesya mau ke kamar dulu ya pah, mah," pamit Alesya sebelum kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Gimana nih pah?" tanya Alvita kepada sang suami.

"Kita gabisa maksain Alesya mah, papa takutnya malah buat dia ga bahagia," jawab Adam seraya memandang kearah kamar Alesya yang sekarang sudah tertutup rapat.

"Tapi mama ga enak sama dia pah," ucap Alvita dengan nada lemah.

"Kebahagiaan anak kita yang paling penting mah, urusan itu nanti aja," jawab Adam yang hanya dijawab hembusan nafas pelan oleh Alvita.