webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
54 Chs

Pengakuan Perempuan Berkulit Putih

"Taruh di mana ini, Pak? Taruh di mana, Pak?"

Suara bising berkali-kali mengenai barang yang akan diletakkan membuat Naulida terbangun secara perlahan. Ia mengusap matanya dan mengernyitkan dahi.

Netranya disuguhkan pemandangan orang-orang membawa dan memindahkan barang di samping kursinya. Samping kursi terdapat seorang perempuan berambut panjang, kaki jenjang, mulus, kulit berwarna putih, hidung mancung dan rambut panjang berwarna cokelat sedang memperhatikan orang-orang yang memindahkan barang dan pelayan pesawat membawa dan meletakkan makanan dan minuman di mejanya.

"Ada lagi yang di pesan, Nona?" tanya pelayan yang membungkukkan badan ke arahnya.

"Tidak ada, Pak. Terima kasih," ucap perempuan itu dengan senyuman dan memberikan sejumlah uang kepada pelayan itu.

Situasi bising membuatnya merapikan duduk dan bersandar di kepala kursi sambil menoleh ke arah Alexander. Sontak. Alexander tersenyum lebar kepadanya karena melihat pasangannya terbangun.

"Kamu udah bangun, Sayang?" tanya Alexander.

Naulida membelalakkan mata ketika Alexander memanggilnya dengan sebutan spesial."Apa? Kamu memanggilku sayang?" sontak Naulida sembari menatapnya lamat.

"Iya, aku memanggilmu sayang karena kamu sudah menjadi kekasihku dan akan menjadi pasanganku seumur hidup."

"Pasangan seumur hidup? Apakah kita akan menikah?"

"Iya, kita akan menikah jika nanti kita bertemu dengan Mama dan aku bertemu dengan orang tua kamu."

Naulida menggeleng berkali-kali karena tidak percaya dengan perkataannya. Hubungan mereka baru saja berjalan dan belum ada sehari sudah membicarakan soal pernikahan. Pernikahan yang belum tentu terjadi dengannya karena status sosial mereka jauh berbeda.

"Apakah kamu yakin akan menikah denganku?" tanya Naulida yang tidak percaya dengan Alexander.

"Iya, aku yakin karena aku mencintaimu dan ingin sekali melindungimu selama umur hidupku."

Naulida terpaku mendengar ucapan yang ke luar dari mulut atasannya. Ia hanya bisa membisu dan memperhatikan raut wajah Alexander yang tampan dan mata indahnya berwarna cokelat.

Ia bingung harus membalas atau menyanggah perkataannya karena Alexander terlihat serius dan sangat yakin dengan setiap perkataannya. Namun, satu sisi yang lain, hati Naulida tidak yakin dan masih ada hal yang disembunyikan oleh Alexander atau apa pun akan terjadi ke depannya sehingga ia menghela napas lalu memejamkan mata sekilas.

"Kita lihat nanti, ya, karena kita sebagai manusia hanya bisa menjalankan saat ini dan tidak ada yang tahu tentang hal apa pun yang akan terjadi ke depan atau satu detik kemudian."

Naulida mengakhiri pembicaraan antara mereka berdua mengenai pernikahan dengan kalimat bijaksana dan pemikiran yang dewasa karena ia tidak ingin terjerumus dengan perkataan yang belum tentu terjadi ke depannya.

Ia tidak ingin masuk ke dalam perangkat maut yang bisa mematikan setiap manusia ketika ia sudah terjatuh dan masuk ke dalam perangkap maut itu. Perangkap maut itu adalah mabuk cinta. Jika, seseorang telah mabuk cinta, maka, ia bisa melakukan apa pun bahkan berbuat di luar batas kemampuannya juga bisa sehingga seseorang itu bisa menjadi gila dan lebih parah lagi menjadi penyebab kematian ketika, ia tidak bisa mendapatkan seseorang yang ia cintai.

Alexander mengangguk sekali dan ia memahami maksud dari ucapan Naulida. Alexander tidak membantah maupun menyanggah perkataannya karena ia juga memahami keadaan mereka saat ini yang hanya berpura-pura menjadi sepasang kekasih sampai Naulida menjatuhkan hati kepadanya.

"Baiklah, aku mengerti maksud kamu dan aku bisa menerimanya."

"Terima kasih," ucap Naulida sambil tersenyum dan menepuk punggung tangannya.

"Sama-sama."

"Ah, satu kantor pasti ramai besok mengenai hubungan kita sebagai pasangan keka—"

Perkataan Naulida terpotong oleh perempuan yang duduk di samping kursinya memanggil Alexander dengan panggilan ramah bak orang yang kenal puluhan tahun sehingga Naulida memicingkan mata ke arah perempuan itu dengan melipat kedua tangan di depan dada.

Ia kesal terhadap perempuan itu karena memotong pembicaraannya dengan Alexander yang belum selesai mengenai hubungan mereka ketika mereka datang ke kantor besok. Namun, perempuan berambut panjang itu mendekati Alexander dan duduk di antara mereka.

"Alexander," sapa perempuan itu.

"Zarina," balas Alexander yang senang bertemu dengan perempuan itu.

"Apa kabar?"

"Aku baik. Apa kabar?"

"Aku juga baik. Kita sudah lama tidak bertemu."

"Kita ketemu dua tahun yang lalu dan itu tidak lama," ucap Alexander dengan datar.

"Sama saja itu sudah lama."

Zarina langsung memeluk Alexander dan Alexander membelalakkan matanya sembari menatap Naulida yang memalingkan pandangannya dari mereka yang berpelukan. Naulida merasa panas dan sakit hati melihat mereka berpelukan dan akrab. Perasaannya terbakar oleh api membara sehingga ia pergi dari kursinya menuju toilet.

Naulida masuk ke toilet dengan menutup wajahnya sembari menggeleng cepat dan berkali-kali. Ia heran dengan perasaannya yang sakit ketika melihat Alexander sebagai kekasih palsunya berpelukan dengan perempuan lain.

"Tidak, tidak mungkin, aku tidak mungkin mencintai Alexander secepat ini meskipun aku sering berdegup kencang ketika berada di dekatnya. Tapi, aku heran dengan perasaanku saat ini, aku merasa terbakar melihat mereka berpelukan dan akrab. Ah, Naulida, ada apa denganmu? Kamu harus melihat sikap Alexander terlebih dahulu ke kamu jika, ia memang serius mencintaimu dengan tulus, kamu baru boleh jatuh hati kepadanya tapi, kamu jangan sampai mabuk cinta karena itu membahayakan dirimu sendiri, Nau." Naulida berperang dengan hati dan pikiran karena tidak terkoneksi satu sama lain sehingga ia harus melawan rasa yang dirasakan saat ini.

Kini, perasaannya sedikit membingungkan sehingga ia takut akan jatuh cinta sebelum Alexander menunjukkan dan membuktikan semua perkataan terhadap Naulida. Ia menghirup dan membuang udara secara perlahan dan berkali-kali untuk menyakinkan dirinya bahwa itu adalah perasaan sakit hati yang sesaat.

"Uhh ahh, Naulida itu hanya perasaan sakit hati sesaat saja dan tidak berkelanjutan. Sabar, ya, kamu pasti akan jatuh hati kepada Alexander di saat waktu yang tepat." Naulida menenangkan diri dengan cara berbicara kepada dirinya sendiri sembari mengelus dada.

Perasaan Naulida telah membaik dan ia ke luar dari toilet menuju kursinya. Ia melihat Alexander dan perempuan itu tertawa bersama dari depan pintu kelas utama pesawat. Naulida tetap menuju ke mereka dan ia berdiri di samping mereka dengan melipat kedua tangannya sambil berdehem.

"Ehem ... aku mau duduk dan Anda bisa kembali ke kursi anda sendiri," ketus Naulida sembari menatap perempuan itu.

Perempuan itu menoleh ke arahnya dengan tersenyum dan menoleh ke Alexander. Ia bingung dengan keberadaan Naulida yang berdiri di samping dan gaya bicara yang ketus.

"Siapa perempuan ini, Alex?" tanya Zarina.

"Ah, perempuan ini adalah kekasih yang baru dan calon istriku," jawab Alexander dengan jujur.

"Apa? Ini kekasih kamu dan calon istri kamu?" tanya Zarina dengan intonasi penekanan.

"Iya, aku kekasihnya sekaligus calon istrinya," sahut Naulida.

"Tidak mungkin, kamu tidak suka tipe perempuan seperti ini, Alex," tolak Zarina dengan intonasi penekanan dan nada sedikit tinggi.

"Maaf, kenapa nada bicara Anda seperti itu? Sepertinya, Anda tidak terima kenyataannya, memangnya Anda siapa?" cecar Naulida.

"Saya memang tidak terima karena saya adalah mantan kekasihnya dan saya masih mencintai Alexander," jawab perempuan berkulit putih dengan nada sedikit tinggi.

Naulida tertawa mendengar jawaban perempuan itu."Apakah benar, perempuan ini adalah mantan kekasihmu? Siapa nama perempuan ini?" tanya Naulida dengan intonasi penekanan.