webnovel

After Bad Destiny

Naulida Ambriaksi adalah seorang perempuan berusia dua puluh enam tahun yang bekerja di perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan posisi jabatan Manager Pengelolaan Minyak. Karir Naulida Ambriaksi terbilang sukses karena kerja keras dan kegigihannya. Namun, semua itu tidak dinikmatinya sendiri karena dia harus membiayai kuliah adiknya atas permintaan orang tua. Kasih sayang orang tua yang hanya dilimpahkan kepada adik Naulida membuatnya tertekan. Terlebih, dia juga mendapat masalah di kantor yang berimbas pada kehilangan pekerjaan yang telah susah payah diraihnya. Naulida kembali mendapat tekanan ketika adik Naulida hendak menikah dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja yang dipercayainya. Ia ditekan untuk mencari, mendapatkan jodoh dan ancaman dari rekan kerjanya. Naulida tentu merasa semakin risi sehingga dia memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang lelaki yang memiliki paras tampan, agamis dan stylist di salah satu masjid. Dia tertarik dengan laki-laki itu. Apakah lelaki itu akan menjadi jodoh Naulida? Apakah Naulida bisa bertahan dalam menjalani ujian hidup dengan berpisah dari orang tuanya?

Angdan · Urban
Not enough ratings
54 Chs

Pernyataan dan Kemesraan Tanpa Sengaja

Suasana ribut dengan suara perempuan karena dua perempuan saling mengeluarkan argumentasi dan ketidak percayaan satu sama lain.

Alexander mengusap seluruh wajahnya dengan kasar karena Naulida dan perempuan itu adu mulut karena mereka tidak suka satu sama lain. Naulida meminta penjelasan kepada Alexander mengenai perempuan berkulit putih yang akrab dan mengaku mantan kekasihnya.

Akhirnya Alexander berdiri di antara mereka dengan menghadap ke Naulida dan perempuan itu untuk memberi jawaban dan penjelasan kepada mereka. Ia memejamkan mata sekilas dan menghela napas sebelum menjawab pertanyaan dari Naulida.

"Kamu, Zarina, tolong, jangan membuat ribut di sini karena perempuan ini yang gaya bicaranya memang seperti itu adalah Naulida Ambriaksi, seorang Manajer sekaligus calon istriku dan perempuan ini bernama Zarina Antasya, pemilik perusahaan pakaian terkenal di Indonesia, ia adalah mantan kekasihku, Sayang," terang Alexander sembari menatap Naulida.

"Ah, pemilik perusahaan, keren tapi, sayangnya, sikap dan sifatnya tidak keren," sindir Naulida.

"Apa kamu bilang, karakterku tidak keren?!" bentak Zarina.

"Iya, karena kamu tidak memiliki attitude atau tidak bisa membedakan tempat umum. Terserahlah yang penting aku memiliki Alexander dan kamu hanya kenangan dari seorang CEO muda dan ganteng," ucap Naulida sembari menggandeng tangan Alexander dan duduk dengannya sembari meletakkan kepala di bahunya.

Zarina menghentakkan kakinya karena kesal dan kepanasan melihat sikap Naulida yang mesra dengan Alexander. Ia memajukan bibir dan pergi dari kelas utama. Naulida masih memeluk lengan Alexander dan meletakkan kepala di bahunya sembari memejamkan mata dan tersenyum.

"Jangan buat aku membuatmu jengkel karena aku bisa lebih dari itu," ucap Naulida dengan pelan.

"Apa? Kamu tadi bilang apa, Sayang?" tanya Alexander.

Naulida membuka mata lalu menggeleng pelan."Tidak bilang apa-apa hanya saja, aku senang bisa membuat perempuan itu menjadi kesal sama aku," jawab Naulida sembari mencari posisi nyaman untuknya bersandar.

"Hmm, jadi, kamu sekarang beneran suka dan sayang sama aku?" sindir Alexander.

"Tidak, aku hanya berusaha mengambil yang sudah menjadi milikku," sanggah Naulida.

Sindiran Alexander membuatnya harus mengeluarkan argumentasi yang masuk akal agar ia tidak curiga dengannya. Naulida bingung dan tidak ingin mengakui perasaannya terhadap Alexander sehingga ia harus mengalihkan itu dengan cara berbohong.

Alexander tersenyum mendengar jawaban Naulida. Ia mengecup kepala kekasihnya dengan lembut dan mengelus pipi. Jawaban itu bisa menjadi jalan agar lebih dekat dengan Naulida dan sinyal untuk Alexander bahwa Naulida nyaman dengannya.

"Terima kasih, Sayang."

"Sama-sama. Apakah perjalanan kita masih lama?"

"Tidak, kita sebentar lagi sampai dan ini mau landing."

Perkataan Alexander mengenai pesawat akan landing sungguh terjadi dan kini, pesawat pun menjadi landing. Naulida memandangi dari bawah dan Alexander pun tersenyum melihat perempuan yang ia cintai bahagia.

"Kenapa kamu memandangiku seperti itu?" goda Alexander.

"Aku tidak memandangimu. Aku hanya ... melihatmu saja," kilah Naulida.

"Hmm, mulai deh, ngelesnya. Kamu ketahuan memandangiku dan sekarang bilangnya hanya melihat. Kalau melihat itu tidak lama, Sayang," sindir Alexander.

"Ihh!"

Naulida mengalihkan kepala dan duduk bersandar di kepala kursi dengan pandangan lurus ke pintu pesawat. Godaan Alexander membuatnya malu dan takut ketahuan bahwa ia mulai memiliki perasaan terhadapnya sehingga Alexander mencolek dagunya agar ia tersenyum dan semakin nyaman dengannya.

"Cewek, lagi ngambek, nih," goda Alexander.

"Ih, aku tidak mau diganggu," ketus Naulida sembari menampis tangannya.

"Makin cantik saja kalau kamu sedang marah." Alexander semakin menggodanya dengan perkataan yang membuatnya geli.

Naulida tertawa mendengar perkataan Alexander yang mencoba menggodanya berkali-kali dan ia memukul lengannya berkali-kali dan perlahan. Alexander pun tertawa dan memegangi kedua tangan kekasihnya lalu memeluk erat dan mengelus punggung dengan lembut.

Naulida membalas pelukannya dengan memeluk erat dan mendengus di lehernya sembari memejamkan mata sampai pesawat mendarat dengan sempurna.

Sesaat, pesawat mendarat sempurna dan suara pilot memberi tahu bahwa perjalanan telah tiba di tujuan dengan selamat. Semua penumpang mengambil barang di bagasi dan ke luar satu persatu secara bergantian.

Ia dan Alexander melepas pelukan dan turun dari pesawat secara bergantian sambil membawa barang yang dibawa masing-masing. Mereka ke luar dari pesawat sambil bergandengan tangan dan melempar senyuman.

Naulida senang melihat senyuman Alexander yang menghiasi raut wajah yang tampan, bersinar dan bersih. Ia berharap Alexander bisa mencintai dan melindunginya sebagai seorang lelaki yang bertanggung jawab atas semuanya.

"Alex, kamu perlu tahu satu hal dariku," ucap Naulida.

"Apa itu?"

"Aku sudah mempercayaimu dengan jumlah masih sedikit," jawab Naulida sambil menunjukkan ibu dan telunjuk ibu jari yang berdekatan tiga sentimeter kepada Alexander.

"Syukurlah. Aku senang mendengarnya dan suatu hari nanti kamu bisa mempercayaiku seratus persen bahwa aku benar mencintaimu dan tidak akan melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan sebelum ada sebuah pernikahan," ucap Alexander sambil memegang kepalanya sekilas lalu memeluknya dari samping.

Ketika, ia dan Naulida berbincang dan memeluk mesra, teman-teman menggoda mereka dan bertepuk tangan sekilas karena mereka senang melihat para atasannya bisa bersatu dan bermesraan tanpa diketahui oleh lainnya tetapi, hal itu sudah diketahui oleh banyak orang termasuk Bapak Harry.

"Cie, Bapak Alexander dan Ibu Naulida akhirnya bisa bermesraan dan bercanda tawa seperti itu padahal sebelumnya hanya berdiaman dan seolah tidak memiliki hubungan apa pun," ledek Eko.

"Ssssttt, kalian, ya, suka dan bisanya menggoda dua insan sedang kasmaran," desis Alexander.

Cuitan Alexander membuat bawahannya tertawa geli karena usianya dan Naulida sudah cukup matang untuk menjalin hubungan ke jenjang lebih serius. Namun, Naulida belum siap untuk melangkah ke arah lebih serius karena masih ada Adik yang harus dibiayai olehnya.

Sisi lain, ia ingin mendapatkan pasangan yang sungguh mencintai dan melindunginya dalam segenap jiwa dan raga tanpa melakukan perbuatan sebelum menikah karena Naulida masih trauma dengan laki-laki yang hampir mengambil kehormatannya sebanyak dua kali.

"Pak kalau serius lebih baik langsung nikah agar Ibu Naulida tidak diambil oleh siapa pun dan hubungan kalian tidak diganggu oleh orang yang ingin menghancurkan hubungan kalian," tutur Andria.

"Nah, itu lebih baik dan Papa menyetujuinya karena Naulida adalah orang baik dan kamu juga telah memperhatikan selama beberapa bulan terakhir ini," sahut Bapak Harry.

Ucapan yang dilontarkan oleh Bapak Harry menandakan lampu hijau untuk hubungan mereka dan Alexander langsung sumringah karena mendengar papanya ingin menyegerakan sebuah pernikahan untuk hubungannya.

Sontak, Naulida membelalakkan matanya karena ia belum mencintai Alexander dan hubungan itu masih status hubungan spesial yang palsu bukan nyata. Ia diam beribu bahasa sambil melangkah ke luar bandara.

Alexander menoleh ke arah Naulida yang sedari diam saja dan ia mengerti dengan kediamannya dan tersenyum sekilas. Ia pun ingin menyampaikan sesuatu terhadap Papanya.