webnovel

5

"..mungkin takdir menginginkan aku bernafas untuk melihat semua ini, melihat bagaimana harapan harus melebur bersama waktu..."

- Aila -

"Aila, kamu pulang aja duluan ini udah mulai larut. Ini tinggal rapiin kursi aja kok."aku baru saja ingin membantah perkataan Aisyah tapi memilih bungkam memilih matanya menajam menatapku tak ada pilihan lain selain mengikuti keinginannya.

Setelah menyimpan lap meja di tempat penyimpanan kakiku melangkah mengambil tas selempang berwarna hitam yang mulai pudar."Aisyah duluan yaa. Assalamu'alaikum"melihat perempuan berkerudung jingga itu mengangguk akupun melanjutkan perjalanan keluar.

Ternyata benar perkataan Aisyah, hari semakin gelap, dalam hati aku mengucap syukur mendapatkan teman seperti pasangan suami istri itu, hatiku menghangat mereka sungguh menghargaiku bahkan tak mengenal kasta sama sekali.

Rumah dan kafe ini terbilang cukup dekat, hanya beberapa petak rumah yang membentang dan menjadi jarak antara rumahku dan kafe milik Aisyah.

Firasatku menjadi tidak enak seperti sesuatu paling besar akan terjadi, sesuatu yang akan membuatku semakin jatuh. Sambari melangkah hatiku beristighfar agar allah menepis perasaan buruk ini.

Tinggal beberapa lagi rumah yang ku anggap nereka itu terlihat, aku hanya jalan sendiri bergemang sepi dan kerlipan Bintang diatas sana yang seakan membuatku semangat melangkah.

Walaupun warna bulan semakin redup seperti lampu dikamarku bukan berarti ia harus menghilang secepat ini.

"Alhamdulillah.... "Ucapku saat rumah telah berada beberapa jarak didepanku.

***

"Keputusan ayah sudah baik ibu, Aila yang akan menggantikan posisi Siska kita tidak mungkin menanggung malu sebesar ini!"

"Tidak mungkin ayah,kita mencari Siska dulu.pernikahan masih 3 hari lagi."

"Itu sudah final. Ayah sudah menelepon keluarga Gilang mereka sedang perjalanan kemari."

Sayup-sayup pertengkaran itu yang kudengar, apa maksud ayah. Menggantikan posisi?,menanggung malu?. Apa sebenarnya ini.

Langkahku tetap berjalan tepat setelah kakiku melangkah masuk. Pandangan ayah menatapku tajam.

"Ada apa ayah, kenapa aku mendengar namaku dan kak Siska?"tanyaku tanpa meninggalkan tempat sama sekali

"Siska kabur dan pergi entah kenapa, ia ingin pernikahan ini batal, tapi ayah tidak ingin menanggung malu oleh karena itu ayah ingin kau menikah dengan Gilang"nafasku tercekat.

"Apa maksud ayah,menikah bukan sebuah permainan harus banyak pertimbangan untuk aku. Ini jalan takdir kehidupanku dan yang menjalani adalah aku apakah ayah tidak memikirkan perasaanku?"entah keberanian darimana sehingga aku mampu mengeluarkan suara seperti tadi. Ini hakku.

"Ayah tidak peduli,semua akan berjalan kamu juga perlu beberapa kali berfikir Aila. Apa pernah kau memikirkan perasaan ayah sebelum beralih menjadi jalang seperti ini?"

Perkataan terakhir ayah membuatku seakan jatuh tak berbentuk,tidak cukupkah luka yang kemarin kenapa harus menjadi seperti ini.

"Masih untung Gilang ingin menerima bekas sepertimu."

Itu tamparan keras untukku, bahkan punggung ayah telah menjauh dan wajah kemenangan Ibu Miranda menatapku. Ayah tidak menamparku dengan jemarinya tetapi perkataannya itu telah menjadi tamparan 1000 kali untukku.

Bekas...?

Apa maksudnya, tdk cukupkah kata "jalang" yang tidak mendasar itu.

"Astagfirullah... Astafirullah... Astagfirullah... "Hanya itu yang bisa mulutku ucapkan. Niatku ingin keluar rumah menenangkan diri tapi sebuah sosok laki-laki telah berdiri tepat di belakangku.

"Gilang..."panggilku

"Boleh kita bicara empat mata Aila?"...