webnovel

4

"...dan nyatanya aku hanya mampu menegaskan pada hati bahwa ia bisa melewati ini semua.. "

-Aila-

Sejak hari itu aku dan ayah tak pernah saling bersitatap lagi, entahlah hatiku merindukan kasih sayang ayah laki-laki panutanku tetapi kini sangat sulit kugapai. Ayah seakan semakin jauh.

Hari ini aku telah bersiap menuju kafe, saat keluar kamar mataku menatap begitu banyak orang saling lalu-lalang menuju kesana kemari, dan aku cukup tau sebabnya pernikahan kak Siska sebentar lagi bahkan tinggal menghitung hari.

Beberapa hari yang lalu niatku cukup dimaklumi aku hanya ingin membantu persiapan pernikahan ini akan tetapi tanganku belum menyentuh bunga untuk dirangkai akan tetapi perkataan ibu Miranda membuatku bisu, apakah hatiku akan setegar ini sepanjang waktu?

"Jangan menyentuh apapun Aila, tak ada yang membutukan bantuanmu disini pergilah mengurus pelangganmu saja. Kurasa mereka lebih membutuhkan waktu full day bersamamu,mungkin di club malam bisa!"

Perkataan itu selalu tergiang dalam ingatanku, nafasku terasa ingin berhenti saja jika sudah mulai menggila seperti ini.

AKU BISA.

perkataan itu selalu menjadi mantra untukku dan juga kepercayaanku masih melekat bahwa dibalik ini allah ada, allah ada bersamaku disetiap hembusan nafasku.

Setelah beberapa saat termenung menatap kesibukan semua orang, langkahku menuju keluar jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Waktunya bekerja untuk bertahan hidup.

.

.

"Assalaamu'alaikum..."ucapku tepat setelah pintu kafe kubuka, dan ternyata sudah mulai banyak pengunjungnya. Sebenarnya kafe ini tempatnya cukup sederhana hanya untuk muda mudi yang ingin hang out ataupun berdiskusi.

Bahkan dekorasinya tdk begitu menuju modern hanya pernak pernik islami yang menonjol. Seperti kaligrafi al-qur'an, foto-foto pemandangan mekkah dan bisa di simpulankan kafe ini bertema islami.

"Wa'alaikumussalam.. Ehhh Aila baru datang."Suara Aisyah menyambutku, sebagai jawaban aku hanya tersenyum padanya lalu mengambil buku menu dan memperlihatkan pada pengunjung kafe yang datang.

Setelah kejadian dimana Aidan mendengar perkataan ayah, Asiyah dan suaminya itu selalu membujukku jika ada waktu senggang agar menetap satu atap dengannya, jawabanku tetap sama tidak bisa, aku ingin hidup bersama ayah walaupun ia tdk menginginkanku lagi.

"Ehhh kak Aila, kok disini enggak bantuin pernikahan kak Siska?"pertanyaan itu menyambutku tepat setelah kakiku berada di sisi meja salah satu pengunjung.

"Kaka lagi kerja yola, silahkan mau pesan apa."dia adalah yola, salah satu tetanggaku dirumah kita memang cukup akrab

"Tapi kata tante Miranda, kak Aila kuliah kok disini?", berarti dia bohong mataku mengerjap pelan, kuliah katanya? Bahkan untuk makan setiap hari saja tdk cukup untukku lalu bagaimana dengan kuliah?

"Aila, tolong bantu chef Riko didalam."mengerti suasana yang terjadi Aisyah datang menghampiri kami dan menyuruhku masuk kedapur, padahal aku sangat tau ia hanya berusaha melindungiku dari pertanyaan dan suasana tegang ini.

Sekali lagi sebagai jawaban kepalaku hanya mengangguk pelan lalu melangkah ke dapur tak menjawab pertanyaan Yola sama sekali.

Tepat sampai didapur sesuai dugaanku Chef Riko tidak membutuhkan apapun bahkan bantuan, bahkan laki-laki berumur 36 tahun itu menikmati kerjannya.

Hatiku mencolos, apa yang sebenarnya ibu Miranda mau ,mengapa ia mengatakan pada masyarakat bahwa aku sedang sibuk kuliah bukankah perempuan yang berposisi sebagai ibu tiriku itu telah mengambil semuanya, menarik semua apa yang kupunya!.

"Aila, kau menangis? "Pertanyaan Chef Riko membuatku bangun dari lamunan panjangku, meraba pipiku dan benar ada air mata.

Sejak kapan air mata datang, apakah hatiku benar-benar telah mati hingga merasai saja tdk sepeka ini?