Beberapa portal menuju dunia lain bermunculan di Dunia Altresviel semenjak dua ribu tahun lalu. Manfred Zimmermann, seorang perwira militer Kekaisaran Nordland ditugaskan di sebuah dunia aneh yang sangat berbeda dengan dunianya. Ia ditugaskan oleh kaisar langsung untuk menginvestigasi penyebab munculnya portal-portal dimensi di Altresviel, menjalin hubungan baik dengan warga di dunia itu, dan memperkuat posisi kekaisaran yang baru saja terbentuk. Mampukah ia, yang dianggap sebagai musuh terbesar dunia itu menyelesaikan misinya? Dengan ingatan masa lalunya yang kelam, kini ia berdiri tegap untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan mengakhiri perang abadi yang sudah menghancurkan hidupnya.
Malam hari ini memang sangat gelap. Awan-awan tebal musim dingin mulai merajai langit hitam malam, menghalangi sinar bulan purnama yang seharusnya membasuh tubuh dan memanjakan penat di mata.
Di depan sebuah tenda lusuh berwarna abu-abu yang sebagiannya tertutup abu, berdiri dua orang tentara memakai mantel besar musim dingin. Salah satunya adalah manusia biasa yang memegang senapan otomatis, sementara di sebelahnya adalah seorang elf yang memegang senapan penembak jitu Karabiner. Mereka berdiri di antara reruntuhan bangunan, di perkemahan pasukan Kekaisaran Nordland yang sedang mengepung kota.
Manfred Zimmermann berdiri menghadap barisan atap-atap rumah tinggi yang tubuhnya tertutup oleh tembok yang lumayan tinggi dan kokoh. Menara tinggi tempat departemen sihir kerajaan musuh berada, berdiri tegap menjulang tinggi ke langit yang tertutup awan tebal. Ia akhirnya mengerti, apa yang terjadi ketika sihir menghadapi teknologi yang lebih maju dari mereka.
Saat ini adalah masa-masa tegang. Jam menunjukkan pukul dua belas dini hari. Dua jam dan lima belas menit menuju ke serangan diam-diam yang akan dilancarkan Kekaisaran Nordland kepada kota bagian dalam Thalassia. Bagian kota yang ada di luar tembok terdalam itu, sudah hancur menjadi rata dengan tanah. Kota yang penuh kemakmuran, dipaksa untuk tenggelam dalam kemunduran oleh hujan bom dan artileri Kekaisaran yang tidak henti-henti menghujani kota selama tiga puluh hari.
"Max, kau lihat betapa indahnya kota itu." Ucapnya dengan kekaguman atas apa yang tersisa dari kota yang sangat besar, yaitu puing-puing bebatuan yang tak berharga di sekitarnya dan bagian kecil dari kota, meskipun juga termasuk besar, yang berada di balik tembok itu.
"Ya, untungnya Kaisar menyuruh kita untuk nggak menghajar kota itu habis-habisan . Berkat saranmu untuk menembakkan tabir asap, kita punya peluang besar untuk menguasai kota tanpa banyak pertumpahan darah," Ia berhenti sejenak untuk meminum kopi hangat yang tersisa di cangkir besi-nya. "Meskipun aku lebih suka menjadikan prajurit-prajurit itu sebagai target latihan senapanku." Kata si elf3 berambut emas itu, Maximillian Aefrith. Seorang elf yang tampak sangat tampan dengan mata biru-nya yang bersinar dan rambut emas halusnya yang seakan-akan seperti menari-nari ditiup angin kencang.
Zimmermann sudah cukup menghadapi kematian di hidupnya. Keluarganya yang sudah habis dan teman-temannya yang lenyap dalam pertempuran dua bulan lalu, membuatnya lebih berharap kalau dia cepat mati daripada terjebak di dalam lubang yang selalu dihujain mayat-mayat orang yang dicintainya, mayat-mayat temannya yang sudah lama bergabung dengan daun-daun coklat musim gugur yang tertiup angin.
Keberadaan Maximillian membuatnya lebih tegar menghadapi rintangan. Meskipun ia sudah kehilangan banyak orang yang tumbuh bersamanya semenjak kecil, ia masih punya motivasi untuk tetap berada di kemiliteran, dan lebih tepatnya untuk tetap hidup.
"Aku masih memiliki negara yang harus dibela, dan prajurit yang harus kujaga."