webnovel

00.00

Menceritakan seorang gadis yang begitu tertekan. Teka-teki prihal kematian seseorang yang berperan penting dalam sebuah keluarga menjadi tanda tanya besar, ayahnya yang memilih menikah dengan janda anak satu tanpa persetujuannya, kakak tiri yang tak bosan memfitnahnya serta salah seorang asisten rumah tangga baik hati yang mencurigakan.

Silvergoals · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
221 Chs

BAB 10 - ARLES || FAREL & ALEA

Alea mengerjapkan matanya, ia meraba samping tempat tidurnya, kemana pria itu? Ada rasa tak rela yang Alea miliki, rasanya seperti mimpi buruk kala semua orang meninggalkannya pergi.

Dengan langkah hati-hati, Alea berjalan keluar meninggalkan ruangan, saat itu tiga maid berjenis kelamin perempuan datang menghampiri. Mereka menundukkan badannya serendah mungkin pertanda hormat pada calon istri sang pangeran Arles.

"Selamat malam, Nona. Kemana Nona akan pergi? Mari saya antar."

Alea menatap mereka satu persatu, "Tidak usah. Aku hanya ingin berkeliling sendirian saja. Kalian bisa beristirahat."

Sebelum ketiga maid itu melontarkan protes, Alea segera pergi meninggalkan ketiganya.

Sebenarnya Alea tak tau kemana tujuannya, hanya saja ia bosan jika harus terus berada di dalam kamar. Bangun tengah malam tak akan membuatnya mampu tertidur kembali.

"ALEA!!!!" pekik seorang wanita yang tampak seumuran dengannya. Memiliki iris mata berwarna hijau, kulit putih dengan rambut coklat tembaga yang bergelombang. Cantik, namun jika dibandingkan dengan Alea, jelas Alea menang.

Saat gadis seumurannya itu sudah berada di depannya, barulah Alea buka suara, "Kau mengenalku?"

Oh! Dan satu hal penting, ternyata istana ini tak hanya dihuni oleh Raja, Ratu, Farel, pengawal dan maid saja.

"Kau tak mengenalku?" Bukan, bukan jawaban yang gadis itu berikan, melainkan sebuah pertanyaan yang membuat Alea bingung.

"Astaga Alea! Aku Estelle! Kau benar-benar melupakan ku? Apa kau hilang ingatan? Apa ingatan mu benar-benar menghilang?!"

Ingatannya menghilang?

"Baiklah, itu biasa. Ayo! Akan ku bantu kau mengingat semuanya lagi," tutur Estelle sembari menarik pergelangan tangan Alea menyusuri lorong yang panjang.

Alea hanya diam menurut sembari sesekali menyamakan langkahnya dengan Estelle yang tampak tergesa-gesa membawanya entah kemana.

Sebuah lorong, dengan terpampang jejeran foto berbingkai yang terlihat asing di mata Alea.

"Kau lihat, Alea!? Ini aku dan di sampingku ini dirimu," kata Estelle menunjuk sebuah foto berbingkai dengan menampilkan dua bocah kecil berumur dua tahun tengah berdiri saling merangkul.

Alea meringis, ia menggeleng pelan. Ia tak tau bagaimana rupa dirinya pada saat usianya menginjak dua tahun. Di rumah miliknya pun tak ada satupun foto-foto dirinya sewaktu kecil.

"Baiklah." Estelle kembali menarik tangan Alea, berjalan lebih maju lagi hingga pandangan mereka terfokus pada bingkai yang berukuran lebih besar dari sebelumnya.

Estelle menunjuk seorang pria yang begitu tampan, bahkan sangat tampan, "Ini Farel! Dan ini kau."

"... saat itu kau berusia satu tahun dan Farel berusia 11 tahun— mungkin."

Gadis itu semakin dibuat bingung oleh penuturan Estelle yang terkesan tiba-tiba. Kepalanya tiba-tiba saja pening, "Estelle kepala ku pusing."

Estelle sontak mengalihkan arah pandangnya pada Alea yang tengah meringis memegangi kepalanya, "Alea kau tidak apa-apa!!?? Apa kau mulai mengingat sesuatu? Apa kau masih bisa mendengarku? Alea—

"Berhenti memaksanya mengingat apa yang tak dia ingat." Tiba-tiba saja Alea dapat merasakan lengan kekar yang melingkar di pinggang rampingnya.

Di liriknya Farel yang tengah mendesis sembari menatap Estelle dingin.

"Estelle, maafkan aku. Lain kali aku akan mengunjungimu lagi," cicit Alea merasa bersalah.

Gadis yang kerap di sapa Estelle itu tersenyum hangat berniat mendekati Alea namun suara bariton khas milik Farel membuatnya membeku di tempat.

"Diam di tempat mu!"

Tak tahan dengan kepalanya yang begitu pening, Alea menyembunyikan wajahnya di dada bidang Farel, matanya terpejam merasakan sakit yang mendalam. Selama hidupnya ia tak pernah merasa sesakit ini, hatinya sakit, ada beberapa potongan tak jelas yang melintas di pikirannya. Seperti mimpi yang kau lupakan namun kau harus berusaha mengingatnya karena rasa penasaran, kesal bukan?

Melihat bagaimana Alea, Farel dengan sigap membopong tubuh Alea. Menghiraukan teriakan Estelle yang terus meminta maaf pada Alea, melewati Bryan yang ada tak jauh dari nya berada.

"Ck... pangeran bucin," decak Bryan bergumam.

Estelle menghampiri Bryan, "Apa itu bucin?"

Jujur saja, Estelle baru mendengar kata 'bucin' di sepanjang hidupnya.

"Bucin itu semacam penghargaan yang diberikan pada seseorang yang sangat terobsesi dengan cinta."

"Seperti apa bentuk penghargaan bucin?" tanya Estelle.

Bryan memutar bola matanya jengah. Percuma saja berbicara dengan Estelle.

***

"Aku baik-baik saja, Farel..." gumam Alea menahan lengan kekar Farel yang hendak bangkit meraih ponsel. Jangan tanyakan mengapa di dimensi Arles terdapat ponsel, tentu saja dimensi ini lebih maju. Bahkan dengan adanya manusia elektrik yang sukses bertingkah layaknya manusia sudah membuktikan jika dimensi ini lebih maju dari dunia tempat dimana Alea tinggal.

Farel mengalah, ia naik ke atas tempat tidur. Meletakan sebelah lengan kekarnya di bawah kepala gadis itu, satu tangannya lagi ia gunakan menahan tengkuk Alea agar terus berada di dekapannya. Sesekali Farel mengusapnya penuh kasih sayang, "Mengapa kau keluar, hm?"

"... seharusnya kau tunggu saja aku."

Alea tak menjawab, kepalanya terasa pening. Sangat pening, ia bahkan hanya pasrah kala Farel mendekapnya begitu erat, menghirup wangi Farel yang selalu sama dan jangan lupakan degup jantung keduanya yang terasa tengah berlomba-lomba.

"Jangan pernah memaksakan untuk mengingat itu, sayang. Kapanpun, aku akan menunggumu," bisik Farel yang sialnya malah terdengar sangat seksi di telinga Alea.

Perlahan Alea melonggarkan pelukannya, kepalanya tak sepening sebelumnya, "Aku hanya penasaran."

Cup

Satu kecupan mendarat di bibir Alea, "Yang terpenting kau percaya padaku dan kau tetap berada di sampingku."

"Estelle itu—

"Dia sepupu ku," tukas Farel.

Alea mengagguk sebagai jawaban.

"Boleh aku meminta sesuatu?"

Mendengar pertanyaan yang Alea lontarkan membuat Farel mengernyitkan dahinya bingung namun seperdetik kemudian ia menganggukan kepanya.

Gadis itu tampak mendongak menatap Farel penuh arti, "Aku ingin dicintai."

Baru saja Farel akan menyela ucapan Alea, gadis itu sudah lebih dulu kembali buka suara, "Aku merindukan rasanya dicintai, dikasihi, disayangi dan diprioritaskan layaknya seorang gadis kecil yang malang."

"... setelah kepergian ibu, ayahku yang tak lagi sama, ibu baru yang tak sesuai harapan dan kakak tiri ku seolah terus merenggut apapun yang aku miliki," sambungnya.

Farel mengusap surai hitam Alea, mendengar penuturan itu membuat hati Farel sakit.

"Sayang, dengarkan aku! Aku selalu mencintaimu, sekalipun dunia menolak kehadiran mu, semesta membencimu, sampai kapan pun perasaan ku tetap sama untuk mu. Aku tak suka kau mengatakan hal semacam itu." Lengan kekar Farel membenarkan letak rambut Alea. Tatapannya mengisyaratkan ketulusan yang begitu dalam membuat Alea bungkam.

"Sekarang tidur, aku tak ingin kau memikirkan hal yang tak perlu kau pikirkan."

Alea mengagguk, ia kembali menarik dirinya kedalam dekapan Farel membuat pria tampan itu tersenyum penuh kemenangan. Ada rasa bahagia yang Farel miliki, mungkin untuk malam ini ia rela membatalkan acara menyenangkan pikirannya. Toh hatinya berbunga-bunga mood nya baik. Tak ada yang perlu Farel senangkan lagi.