webnovel

ATAP SEKOLAH

"Suara apa itu?" Bisik-bisik dalam kelas itu mulai terdengar ramai. Sementara itu, Lilia yang duduk di salah satu bangku yang ada di kelas itu hanya tertunduk diam setelah apa yang barusan terjadi.

Dalam hati tak henti-hentinya ia merutuk diri atas kebodohannya sendiri, karena kenekadannya menonton video tersebut saat pelajaran sedang berlangsung. Beginilah kalau nafsu sudah berhasil membuat seseorang menjadi tidak waras, semua hal dihalalkan begitu saja tanpa memikirkan konsekuensinya.

"Hei, anak pendiam. Suara aneh itu dari dalam bangkumu, kan?" ucap Axel, salah satu lelaki yang terkenal tengil di kelas itu.

Lilia tentu saja langsung menggeleng, ia harus menyelamatkan dirinya. "Bu--bukan. Aku tidak tahu darimana suara itu berasal," elaknya.

"Hei, kami semua mendengar kalau suara itu berasal dari bangkumu!" kekeuhnya.

"Ti-tidak!" tegas Lilia menampik tuduhan yang terus-terusan Axel layangkan.

"Lalu suara apa itu tadi? Semut yang sedang bercinta di dalam bangkumu?"

Semua orang yang ada disana terbahak, mereka menertawakan lelucon lelaki bernama Axel tadi.

Guru Sam menengahi. "Diam semua! Perhatikan depan!" ujarnya memberitahu. "Dan kau Lilia, jangan bermain ponsel saat pelajaranku sedang berlangsung."

Sinb terdiam, ia tidak menjawab apapun dan hanya menunduk. Tapi di sisi lain ia merasa lega karena kejadian barusan teralihkan. Ya, meskipun ia harus menanggung malu. Dan mulai sekarang Lilia berjanji, ia tidak akan menonton blue film lagi saat kelas sedang berlangsung. Ia kapok.

****

"Lucas!"

Lelaki itu menoleh ketika namanya dipanggil, sementara Elle nampak berlari mendekatinya. Lucas pun tersenyum.

"Elle, ada apa?"

Gadis itu nampak tersenyum sumringah. "Terima kasih."

Alis Lucas tertarik ke atas. "Untuk?"

"Kemarin. Maaf, aku menyelamu. Tapi gara-gara hal itu, aku dan Jeff bisa melihat film berduaan."

Lucas terdiam. "Ah, sama-sama."

Elle pun tersenyum. "Oh iya, hari ini Jeff akan mengajak kau dan Andrew makan malam bersama."

"Benarkah? Baiklah kalau begitu aku nanti akan--"

"Tolong bilang pada Jeff, kau tidak bisa datang ya? Andrew juga, ajak dia tidak datang malam ini," pinta Elle.

Lucas memandang Elle tidak percaya akan permintaannya barusan. Namun, ia adalah Lucas. Dirinya tidak akan bisa menolak permintaan Elle begitu saja, karena ia tidak mau melihat gadis itu kecewa. Mau tidak mau Lucas pun mengangguk.

"Oke, aku nanti akan mengajak Andrew membeli komik sebagai alasan."

Elle terlihat girang. "Lucaass, terima kasih banyak. Hanya kau yang bisa aku andalkan. Aku tak sabar akan berduaan lagi dengan Jeff malam ini."

Lucas tersenyum. "Nikmati malam kalian. Aku pergi ke kelas dulu ya," pamitnya.

Elle mengangguk, Lucas pun pergi dari sana dengan perasaan campur aduk.

Aku akan melakukan apapun demi membuatmu senang. Meskipun aku harus mengorbankan perasaanku sendiri. Batin Lucas.

Lucas pun kemudian masuk ke dalam kelasnya, bertepatan dengan itu, Andrew akan keluar dari dalam kelas, saat Lucas akan menyapanya, Andrew malah berpura-pura tidak mendengarnya.

"Andrew!" panggilnya keras.

Andrew melengos keluar begitu saja menganggap tak ada siapapun di depannya.

"Andrew, kau mau kemana?" Tetap tak ada balasan. Lucas mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Apa dia tidak melihatku?"

Saat ia akan berbalik untuk duduk di tempat duduknya, lelaki itu tak menyadari ada seseorang membawa tumpukan buku di depannya.

Tabrakan pun tak terhindarkan, tumpukan buku tadi berserakan. Lucas yang tidak berefek apa-apa karena tabrakan tadi langsung membantu seorang gadis yang kini terlihat terkapar di lantai.

"Sorry, kau tidak apa-apa, kan?"

Gadis itu nampak mengaduh, kemudian menggeleng. "Maaf aku sudah menabrakmu."

Lucas menatap gadis itu tidak percaya akan balasannya, ini kan yang salah dirinya, mengapa jadi gadis itu yang meminta maaf?

"Aku yang menabrakmu. Seharusnya aku yang meminta maaf."

Gadis itu tak menggubris ucapan Lucas dan mulai menata buku-buku yang berserakan.

Lucas yang melihat itu langsung membantunya. Ia mengernyit, sepertinya dia bukan murid di kelas ini.

"Kau bukan murid kelas ini, kan?"

Gadis itu mengangkat wajahnya menatap Lucas bingung, namun dia nampak mengangguk.

"Lalu mengapa kau bisa ada disini?" tanya Lucas lagi.

"Disuruh Guru Sam. Terima kasih sudah membantuku." Lalu gadis itu bergegas pergi dari sana.

Lucas menatap kepergian gadis tadi yang nampak terburu-buru dengan heran.

"Sepertinya dia tidak ingin berbicara denganku banyak-banyak."

Lelaki itu pun mengedikkan bahunya, ia pun memutuskan duduk di kursinya, namun saat ia akan berjalan kesana, sepatunya seperti menginjak sesuatu sampai terdengar suara patahan.

Lucas kaget, dan ia pun mendapati sebuah name tag seseorang.

Dahinya mengernyit. "Lilia Anderson?"

****

Lilia terus mempercepat langkahnya, saat ini ia hanya ingin cepat-cepat mengantar tumpukan buku ini ke ruangan Guru Sam segera. Dirinya merasa sudah tidak tahan lagi, sungguh. Seluruh tubuhnya terasa terbakar, apalagi bagian bawahnya juga terasa sangat geli.

Ini semua pasti karena kejadian di depan kelas 11-2 tadi. Ya, Lilia bertabrakan dengan seorang lelaki yang sepertinya murid di kelas itu.

Mengapa Lilia baru sadar ada lelaki setampan dan seseksi dia di sekolah ini? Apa gara-gara selama ini dirinya tidak pernah peduli dengan lingkungan sekitar sekolah sehingga tak menyadari keberadaannya?

Wajah lelaki tadi mengingatkannya pada seseorang aktor film dewasa yang pernah ia tonton dan, demi Tuhan sepertinya hanya karena melihat tampang dan fisiknya saja, ia sudah mulai horny sekarang. Benar-benar keadaan yang begitu darurat.

Kepala Lilia rasanya ingin pecah, ia merasa sudah tidak tahan. Tubuhnya rasanya panas. Ia ingin cepat menuntaskan semua ini.

Setelah mengantar buku itu ke tempatnya, Lilia pun sudah memutuskan untuk izin ke ruang kesehatan dengan alasan sakit. Tapi entah kenapa ia jadi berubah pikiran dan justru melangkahkan kakinya menuju ke atap gedung sekolah ini.

Entahlah, pokoknya yang penting rasa nafsuku tersalurkan. Batinnya masa bodoh.

Setelah menaiki puluhan tangga, ia segera mengeluarkan ponselnya dan mencari tempat yang pas untuk menuntaskan imajinasinya sambil menonton blue film yang ia dapat dari grup chat tadi.

Lilia buru-buru menyibak rok seragamnya, dan kemudian menurunkan celana dalamnya sedikit. Beruntungnya di atap gedung begitu sepi, ia pun dengan berani mengencangkan volume ponselnya dan mulai melihat videonya.

Lilia hanya bisa menggigit bibirnya tidak tahan, sembari melihat video itu, ia mulai memainkan miliknya sambil membayangkan wajah lelaki yang ia tabrak di kelas tadi.

"Ugh! Sayangkuuuu. Kau tampann sekalii!!!" desahnya tak tertahankan.

Lilia pun mempercepat belaian tangannya. Desahannya pun mulai menjadi, seakan menyahuti desahan yang ada pada video yang sedang ia tonton. Lama-kelamaan Lilia merasa tubuhnya akan meledak, ia akan mencapai klimaksnya. Lilia semakin mempercepat belaian tangannya, dan disaat ia akan mendapatkannya, deheman seseorang dari belakang tubuhnya membuatnya langsung berhenti melakukan hal itu.

Lilia benar-benar begitu terkejut setengah mati, namun di sisi lain ia merasa frustasi karena dirinya tidak mendapatkan klimaksnya. Dan tanpa Lilia ketahui, tiba-tiba orang tadi sudah berada di depannya sambil menyeringai ke arah dimana tangannya yang masih berada di sekitar bawah sana. Reflek Lilia pun segera menurunkan roknya untuk menutupinya, namun pria itu malah menertawakan tindakan itu.

"To--tolong jangan laporkan hal ini ya?" mohon Lilia. Entah mengapa ia berpikir lelaki itu akan melaporkan insiden barusan, jadi ia pun memohon padanya agar dia melepaskannya.

Sementara itu, lelaki itu nampak menarik sebelah alisnya."Apakah aku terlihat seperti seorang pelapor?"

Lilia nampak mengernyit bingung dengan jawabannya, lelaki itu berdehem.

"Aku menikmatinya." Dan dia tersenyum menggoda. "Tapi karena kau membahas tentang lapor-melapor, tentu, aku tidak akan melaporkanmu asal--" Dia memberi jeda kalimatnya. "Lakukan hal seperti tadi didepanku," tambahnya dengan senyuman mesum.

Mata gadis itu sontak membulat. "Apa kau gila?!" pekiknya tak percaya.

"Baiklah, aku akan melapor--"

"Aku tidak mau! Aku masih punya harga diri! Jika kau ingin melaporkanku, laporkan saja!" ucap Lilia kesal.

"Kau serius?" tanyanya sengaja mempermainkan kesabarannya.

"Tentu saja!"

Lelaki itu nampak manggut-manggut, dia nampak berjalan masuk ke dalam gedung dan sontak Lilia membulatkan matanya tak percaya dan mulai panik. Ia tidak suka diancam, tapi jika dia benar-benar melaporkannya, maka urusannya akan berbuntut panjang. Dan tanpa berpikir lebih panjang, ia pun berlari mengejarnya dengan menahan lengannya.

"Tunggu!"

Lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya.

"Apa? Kau berubah pikiran?"

Dan demi Tuhan Lilia ingin sekali menonjok wajah lelaki itu saat ini karena wajahnya yang masih memasang ekspresi mesum.

Tapi Lilia tidak punya pilihan, ia pun hanya menghela nafas. Demi menyelamatkan harga dirinya, Lilia rela menginjak-injaknya harga dirinya sendiri.

"Ba--baiklah, tapi jangan sekarang."

"Oke!" jawabnya cepat.

"Nanti, sepulang sekolah aku tunggu di parkiran. Oke?" ucapnya lagi.

"Pa--parkiran?"

Dia mengangguk, lalu akan berlalu pergi lagi. Lilia buru-buru menahannya kembali.

"Ka--kau benar-benar tidak akan melaporkan aku, kan?"

Lelaki itu tersenyum dan senyumannya itu membuat Lilia terpesona dalam beberapa saat. Ia baru sadar jika lelaki ini sangat tampan. Astaga, mengapa dia harus menangkap basah kejadian memalukan ini sih? Batinnya tak percaya.

Lamunannya teralihkan ketika tiba-tiba dia mengacak rambut Lilia.

"Aku bukan tipikal pengingkar janji. Jangan lupa nanti ya?!"

Dan kebisuan Lilia pun semakin menjadi ketika dia sudah hilang ditelan pintu masuk menuju gedung. Karena kejadian tadi, ia belum mendapatkan pelepasannya, tapi mengapa sentuhan lelaki itu begitu memabukkan? Lilia menyentuh bekas sentuhannya di rambutnya sambil memejamkan matanya dan membayangkan wajahnya.

Lilia menggigit bibir bawahnya keras.

Astaga! Tindakan lelaki itu membuatku horny lagi! Ahhhhhhhhh! Apa yang harus aku lakukan untuk menuntaskan nafsuku?!! Batinnya histeris.