webnovel

Unwanted Husband

Menikah adalah keputusan yang besar. Lalu bagaimana jika kita harus menikah dengan orang yang tidak kita inginkan? Itulah yang terjadi pada Allyna, apakah dia bisa melalui semuanya? Cover by : @adelia_graphic (HANYA BISA DIBACA DI WEBNOVEL)

mirnanata · Urban
Zu wenig Bewertungen
217 Chs

Tidak Diinginkan

Sepulang dari makan malam bersama Jhino dan keluarganya, Allyna langsung melesat ke kamarnya. Dia tidak ingin bertemu dengan siapapun untuk beberapa hari ini. Dia ngambek. Dia kesal bukan main dengan keputusan yang diberikan tanpa meminta persetujuannya.

Dengan cepat dia melepas gaun yang dia kenakan. Dia menghapus make up dan tatanan rambutnya. Dia segera mandi untuk merilekskan pikirannya. Dia benar-benar merasa kacau.

"Bagaimana bisa mereka tega membiarkan aku menikah bahkan saat aku belum lulus kuliah? Apakah ini sebuah hukuman untukku? Hanya karena aku lambat lulus kuliah? Hah, sungguh miris," gumam Allyna sambil mandi.

Dia tidak menyangka bahwa orang tuanya akan punya rencana seperti ini. Allyna sungguh tidak bisa menerima ini semua. Selain karena belum lulus, Allyna juga masih ingin mempertahankan hubungannya bersama seorang kakak tingkatnya saat kuliah yang bernama Fredie. Hanya saja, hubungan mereka selalu mengalami kendala dan masalah. Hubungan mereka tidak mendapatkan restu dari orang tua Allyna. Entah apa alasannya, dia tidak pernah tahu.

Allyna kini sudah selesai mandi. Dia kemudian mengambil hpnya yang ada di meja nakas. Dia membuka galeri fotonya. Ada begitu banyak foto-fotonya dengan Fredie. Tapi tak satupun dari semua foto itu tercetak. Orang tua Allyna akan sangat marah saat melihat foto Allyna dan Fredie apabila ada di kamarnya. Bahkan di dompetnya saja tidak boleh.

"Kamu kemana kak Fredie? Aku kangen. Saat ini aku butuh kamu. Kenapa kamu tidak mau memperjelas hubungan kita? Kenapa kamu lari?" tanya Allyna.

Sungguh banyak pertanyaan yang muncul di dalam diri Allyna. Dia ingin menangis rasanya. Dia sungguh merindukan Fredie. Sudah hampir dua tahun, Fredie menghilang tanpa kabar. Entah kemana dia pergi. Allyna tidak tahu. Allyna tidak bisa mendapatkan kabar apapun.

Saat dia ingin meletakkan hpnya kembali, tiba-tiba ada pesan dari Jhino. Tadi, dia sudah bertukar nomor hp karena permintaan kedua keluarga mereka. Mereka ingin Jhino dan Allyna saling berkomunikasi dan bisa menjadi lebih dekat sebelum mereka menikah. Sebenarnya ini tidak berguna bagi Allyna, karena dia tidak akan pernah bisa jatuh cinta pada Jhino.

"Kenapa dia mengirim pesan begini? Males banget dah," gumam Allyna.

Belum sempat Allyna membuka pesan itu, terdengar suara ketukan pintu di kamarnya. Pastilah ini adalah orang tuanya yang ingin berbicara dengan Allyna. Rencana Allyna untuk ngambek gagal total karena tidak lama kemudian, Bu Aida dan Pak Aldo membuka kamar Allyna dengan kunci cadangan.

"Untuk apa kamu mengurung diri seperti ini?" tanya Pak Aldo kepada Allyna.

Allyna hanya mendengus kesal. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Papanya.

"Lihatlah hpmu, sayang. Ada pesan dari Jhino. Dia meminta izin kepada kita untuk mengajakmu bertemu besok," kata Bu Aida kepada Allyna.

"Minta izin? Untuk apa?" tanya Allyna dengan nada yang kesal.

"Itu tandanya dia sopan, Allyna. Dia tidak mau pergi begitu saja tanpa izin dari kami. Dia benar-benar menantu idaman," jelas Pak Aldo.

"Benar sekali. Ayo segera balas pesannya. Mama tahu kamu pasti belum membalas pesannya kan?" tanya Bu Aida.

"Ya, tentu saja belum," kata Allyna. Dia kemudian membalas pesan dari Jhino.

Allyna mengakuinya, bahwa Jhino sangat sopan. Pesan darinya pun terlihat sangat sopan dan rapi. Tidak seperti anak seusianya yang kadang kalau mengirim pesan ke dosen masih salah dan ujung-ujungnya tidak dibalas karena dirasa masih kurang sopan.

"Sudah, sudah Allyna balas," kata Allyna kepada kedua orang tuanya.

"Bagus. Kalau begitu sekarang tidurlah. Besok kamu harus menyiapkan diri untuk bertemu dengan Jhino," kata Pak Aldo.

"Iya," kata Allyna dengan nada murung. Dia masih belum bisa menerima perjodohan ini.

"Good night, sayang," kata Bu Aida kemudian memeluk putrinya.

Mereka kemudian keluar dari kamar Allyna. Dan kini Allyna hanya bisa pasrah. Tapi tetap saja dia akan berusaha mencari cara untuk membatalkan perjodohan ini sebisa mungkin.

***

Keesokan harinya, sesuai dengan janji yang dia buat dengan Allyna, Jhino datang ke sebuah cafe yang ada di kota Bogor. Cafe itu memberikan pemandangan yang indah. Jhino berharap pertemuannya dengan Allyna hari ini menyenangkan.

Tak lama setelah Jhino menunggu, Allyna datang. Jhino dapat melihat wajahnya yang kesal pada Jhino. Tentu saja dia memahami apa yang dirasakan oleh Allyna. Perjodohan bukanlah sesuatu yang mudah diterima, terlebih bagi dua orang yang berbeda usia dengan jarak terpaut 5 tahun ini.

"Selamat pagi," sapa Jhino begitu Allyna sampai di meja mereka. Jhino berusaha menyapanya dengan ramah dan tersenyum.

"Sok ramah banget sih, udah kayak kasir supermarket aja," kata Allyna dengan jutek. Dia kemudian duduk di seberang Jhino.

Jhino yang mendapatkan perlakuan seperti ini hanya bisa sabar dan menahan diri. Dia tidak akan marah pada Allyna. Tidak mungkin dia memarahinya hanya karena berkata seperti itu.

"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Allyna kepada Jhino.

Jhino mengamati wajah Allyna. Dia bisa melihat sorot penolakan pada mata Allyna. Jhino mulai merasa kalau dirinya tidak akan pernah diterima oleh Allyna di dalam hidupnya. Tapi bagi Jhino, perintah orang tuanya harus dia ikuti dan turuti. Dia tidak akan melepaskan Allyna begitu saja.

"Maafkan aku jika aku mengganggumu dan juga membuatmu kesal. Aku hanya mengikuti saran orang tuaku untuk bertemu denganmu," jawab Jhino dengan jujur.

Allyna tertawa kecil. "Menuruti saran orang tua? Bukankah kamu sudah berusia 27 tahun untuk hanya menurut? Kenapa kamu tidak bisa memutuskan sesuatu sendirian? Bukankah kamu terlalu kekanak-kanakan?"

Jhino diam sesaat. "Aku bukannya tidak bisa memutuskan apapun sendiri. Hanya saja ini adalah keputusanku. Aku memutuskan untuk menjadi anak yang penurut kepada orang tua. Apa itu kekanak-kanakan?"

Allyna merasa tertohok dengan pertanyaan Jhino. Dia kemudian mencari celah untuk mengatakan hal yang mungkin dapat membuat Jhino berpikir bahwa dia bukanlah wanita yang pantas untuk menjadi calon istrinya.

Sementara Jhino masih bersabar. Dia diam saja sambil memperhatikan Allyna yang tampak sedang berpikir. Dalam hati, Jhino bisa mengambil kesimpulan bahwa Allyna sedang berusaha untuk membuat perjodohan ini berakhir.

"Aku tahu, kamu mungkin tidak menerima perjodohan ini, tapi..." Jhino berhenti berbicara karena Allyna mengangkat tangannya untuk memberikan sinyal kepada Jhino agar dia berhenti berbicara.

"Aku akan meluruskan ini. Pertama, aku bukannya tidak mungkin menerima perjodohan ini, tapi aku memang tidak akan pernah menerima perjodohan ini. Kedua, aku ini masih muda dan bahkan belum lulus kuliah. Bagaimana bisa aku harus menikah dengan orang sepertimu? Ketiga, kamu bukanlah tipeku. Bahkan sejak pertama kali kita bertemu, kamu bukanlah tipeku. Kalaupun kita menikah dan kamu jadi suamiku, kamu harus mengingat ini, kamu bukanlah suami yang aku inginkan," kata Allyna dengan pedas kepada Jhino.

Kalau kalian jadi Jhino, kira-kira sedih gak sih? :')

mirnanatacreators' thoughts