Selalu saja pertengkaran kecil ikut andil dalam kebahagiaan Evelyn. Ia merasa senang jika kedua putrinya masih berada di rumahnya, terutama asap dari aroma makaroni panggang telah siap menusuk hidung dan memanjakan lidah Evelyn dengan rasanya yang benar-benar biasa, sama sekali tidak bisa dibanggakan memang. Tapi Helen ataupun Ellen mereka sama memiliki empati, penuh kasih sayang walaupun terkadang keinginan mereka tak bisa dicegah terutama saat keduanya ingin melanjutkan pendidikan S2 di Los Angeles. Suka atau tidak Evelyn harus memenuhi beberapa permintaan kedua putri kembarnya, termasuk berpisah sampai sekolah mereka selesai,
"Ayo siapa yang ingin menyuapiku?" Tawaran Evelyn sama sekali tidak mengecoh pertengkaran Helen dan Ellen mengenai pria Asia yang akan datang.
Evelyn menggeleng cepat dan ia menerima nasib jika ucapannya diabaikan. Tapi selalu saja Evelyn memiliki banyak cara, dan ide untuk membuat putrinya berhenti berargumen sudah sangat biasa dilakukan. Dengan sedikit iming-iming saja Helen dan Ellen sudah berhenti saling menyalahkan, tapi tidak hari ini. Nampaknya mereka asyik dengan keyakinan masing-masing,
"Kau saja Ellen, kau itu kan idiot. Jadi pria seperti Edo pantas mendampingi mu. Ya, wanita bodoh dan pria cerdas dari Asia." Helen tertawa puas.
"Aku tidak bodoh Helen, kau saja yang tidak mau mengakui bahwa aku yang sudah membantumu mengerjakan tugas sekolah. Dasar badung!" Kemudian saatnya Ellen menghakimi hingga tanpa sadar jika Evelyn berada di antara mereka.
Tentu saja Evelyn gagal memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut dan suara Ellen semakin mengeras saat jawabannya dibantah oleh Helen,
"Siapa? Kau? Bukankah kita sudah sepakat untuk bertukar pikiran dan juga posisi tentang bidang kita? Kau menyukai seni dan menggantikan posisiku, kemudian aku menyukai bagian arsitektur milikmu hah?!" Terus saja Helen membeberkan bahwa mereka melakukan perjanjian. Ya, perjanjian tentang pendidikan yang sudah ditetapkan ayahnya tapi nyata pihak administrasi kampus sudah melakukan kesalahan besar sehingga itu menjadi sebuah keberuntungan saat mereka tertukar.
Seketika Evelyn membulatkan mata. Ia menggeleng lebih cepat dari biasanya dan kali ini Evelyn menyingkirkan piring berisi sarapannya. Tangannya saling bertemu untuk menopang dagu, dan Evely masih rutin memperhatikan pertengkaran manis putrinya,
"Ah bukan persolan itu Helen, kau juga selalu membebaniku dengan tugas-tugas pacar sialan milikmu itu. Kau pikir aku..."
"DIAM!" Kemudian Evelyn memukul meja, tak lama Evelyn menata napas dan terpejam sejenak sebagai antisipasi untuk tidak menuruti emosi.
Sontak Helen ataupun Ellen terdiam. Mereka mirip seperti patung yang baru saja dipahat, sama sekali tidak ada sahutan di keduanya terutama berbagi argumentasi yang sengit seperti tadi,
"Hm... Kemarilah bayi-bayi mungil ibu!" Cakap Evelyn tersenyum. Ia menarik dua kursi di sebelahnya.
Menit telah menghipnotis dua putri cantik yang memiliki banyak perbedaan, meski sama-sama peduli tapi tak diragukan lagi jika menghadapi masalah mereka selalu lebih unggul. Terutama Helen yang mempunyai sifat sekeras batu,
"Kira-kira kebohongan apalagi yang tidak aku ketahui?" Evelyn berdehem kemudian secara bergantian melirik kearah Helen dan juga Ellen, "ada yang bersedia menjelaskan?"
Tanpa argumen seperti tadi, Helen menyerobot perkataan Ellen terlebih dulu sampai Evelyn nampak pening mendengar sebuah persoalan yang dilakukan dua putri kembar keluarga Luxembourg. Pada akhirnya Evelyn sepakat jika kecurangan yang sudah terlanjur berjalan selama dua tahun itu tak terendus oleh Gabriel,
"Baiklah bayi-bayiku yang cantik, mulai hari ini jaga dan coba memperbaiki tingkah laku kalian. Jangan seperti Joseph yang terkadang..." Evelyn merasakan sesak pada napasnya saat mengingat almarhum putranya.
Agar suasana kembali normal dan Evelyn tidak menimbulkan jejak kekhawatiran di antara kedua putrinya, segera Evelyn menyodorkan piring yang baru saja ia tinggalkan. Lalu dengan mudah Evelyn mengerutkan kening saat rasa tidak jelas di makanannya,
"Ada apa Nyonya?" Helen menggoda.
Evelyn berusaha menelan makanannya sebelum menjawab pertanyaan Helen, "kenapa tanganmu tidak juga membaik saat menciptakan rasa dalam menghidangkan makanan untukku huh?"
Senyap. Tidak ada jawaban seperti biasanya, Helen ataupun Ellen hanya saling menatap kemudian mereka berdua bangkit dan secara berbarengan memeluk tubuh Evelyn. Memberikan kecupan dan sanjungan pada belaian di punggung Evelyn, "ibu tidak melupakan sesuatu kan? Lusa calon menantu kedua di keluarga Luxembourg akan tiba di New York. Apa ibu sudah menyiapkan sesuatu untuk calon suami Helen?"
Helen mendengus. Tapi karena ia tidak ingin membuang banyak energi mendengar ucapan Ellen, segera Helen pergi dan hanya melambai kearah Evelyn. Bagi Helen kedatangan Edo bukan hal yang istimewa, jadi tidak ada yang perlu Helen persiapkan lagipula mereka sudah lama saling mengenal jadi tidak perlu ada penyambutan khusus.
[...]
Kerumunan orang mengenakan jas dan menenteng beberapa karangan bunga sudah siap di ambang pintu di lobby utama, keluarga Luxembourg sudah hadir lima belas menit yang lalu tapi tidak ada hal penting dan mereka hanya berbincang ringan sekedar melepas bosan karena tamu istimewa perusahaan Luxembourg belum juga datang. Sempat Edo memberi kabar jika mobilnya sedang menuju ke tempat. Nampak Gabriel sudah tidak sabar melihat putra sahabatnya yang memang sudah sekitar sepuluh tahun tidak pernah bertemu sejak pertemuan pertama mereka di Amerika, dan akhirnya keputusan untuk mengangkat Edo sebagai CEO sekaligus menantu di keluarga Luxembourg sudah disetujui oleh Edo. Perlu perjuangan Gabriel meyakinkan Edo untuk menjadi bagian dari keluarga, karena saat itu banyak alasan yang Edo berikan ketika menolak perjodohannya bersama Helen. Dan pernah sekali Edo melontarkan penolakan dengan alasan sudah memiliki calon istri.
Lima menit berlalu Robert dan tentu saja istri palsunya datang dan mereka langsung mendapat sambutan hangat dari pihak staff dan karyawan lain di perusahaan. Pasangan yang baru saja menikah beberapa Minggu itu menjadi icon di kalangan atas para petinggi di Amerika, dan tak jarang orang-orang memuji kecantikan Persia. Apalagi saat wajah oval itu tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya, banyak pria yang merasa mendapat cobaan berat ketika melihat istri dari direktur utama Luxembourg Coorporation,
"Hai Persia." Teriak Ellen melambai dari jarak lima puluh meter Persia berdiri.
Persia tersenyum lebar kemudian mengangguk jika dirinya akan segera datang ke tempat Ellen dan juga anggota keluarga lain,
"Jangan lupa dengan tugasmu!" Langkah Persia terhalang saat Robert menjerat lengannya.
Persia memasang mimik tak suka, "tentu saja tuan Gold, aku tidak akan lupa dengan tugas itu agar kau tidak sembarangan menyentuhku!"
Lagi-lagi ulah Persia memajang raut tajam Robert saat melepaskan secara kasar tangan Robert dari lengan, kemudian Persia berlari kecil kearah Ellen tanpa harus menunggu Robert menyukainya atau tidak. Yang Persia tahu cara Robert menatapnya mulai menimbulkan aroma berbahaya, tapi sebisa mungkin Persia tetap berada di jalur keputusannya. Tentang perasaan yang tidak akan pernah pudar untuk Edo, meski Persia tahu jika semuanya tidak akan mungkin terjalin kembali.
Tak kalah hangat dengan sambutan beberapa orang berpakaian rapi seperti tadi karena Persia memperoleh pelukan dan kecupan dari Evelyn. Walau sempat Persia meyakinkan siapa dirinya di depan Evelyn, tapi Persia tidak keberatan jika harus setiap saat mengingatkan Evelyn tentang memori baru yang akan terlupakan. Persia seakan siap menjadi seseorang yang bisa menghibur Evelyn meski sebenarnya Persia ingin berontak dan pergi,
"Kau sangat cantik sayang!" Evelyn mengakui dengan memutar tubuh Persia seolah tengah mengagumi putrinya.
Persia sempat tak percaya diri karena sikap Evelyn yang terkadang berlebihan, "em... Terima kasih ibu. Robert yang memilihnya untukku." Benarkah baru saja Persia memuji pria bermata emas itu? Ugh, semoga itu untuk pertama dan terakhir kali meski hanya di depan Evelyn.
Busana desain Ralph and Russo berwarna putih, terbuka di bagian belahan dada dan juga memamerkan paha mulus Persia sudah menjadi pemandangan terindah di antara tamu wanita,
"Hai, apa kabar nak?" Dari arah belakang Gabriel menegur Persia dengan merentangkan kedua tangan kemudian Gabriel memeluk menantu yang sudah ia anggap seperti putrinya.
Persia sama sekali tidak merasa lelah jika harus tersenyum lebar, karena keluarga Luxembourg terlalu baik dan itu membuat Persia merasa berada di lingkungan saudaranya, "hai ayah, aku baik-baik saja. Ngomong-ngomong bagaimana dengan luka itu?"
Persia menyelidiki bekas luka di sisi kepala Gabriel, "apa masih terasa sakit?"
"Kau tenang saja Persia, aku ini pria kuat seperti Arnold Schwarzenegger. Bukan hanya kaca tapi predator bisa aku kalahkan." Sempat Persia tidak bersedia tertawa karena ucapan Gabriel sama sekali tidak lucu. Tapi senyum penuh semangat dan keakraban keluarga Luxembourg dapat memberikan senyum manis Persia.
Tiba saatnya ketika semua orang menoleh kearah pintu utama perusahaan Luxembourg. Robert segera berjalan dengan merentangkan kedua tangan kemudian bergeleng seolah tidak percaya bahwa pertemuannya dengan Edo adalah nyata. Kemudian Robert menyambut pelukan dari pria dengan tinggi 185 centimeter itu, wajah tampan mengenakan setelan jas casual berwarna kuning keemasan dipadupadankan dengan celana jeans. Pria bermata cokelat kehitaman itu nampak antusias menyambar punggung Robert ke pelukannya,
"Hai, apa kabar Bos?" Sambut Edo untuk pemimpin sekaligus pemilik sah perusahaan Luxembourg.
"Kabar baik," Robert melepas pelukannya, "kau sendiri? Masih tetap sendiri kan? Untuk adikku hah?!"
Edo hanya tersenyum miring, "seperti yang kau lihat Bos, aku baik dan memang benar aku kesini atas undangan ayahmu."
"Hey, kau seperti menghina keluargaku!" Sergah Robert menepuk pundak Edo.
Raut Edo berseri, "karena keluargamu sangat istimewa itu sebabnya dengan senang hati aku bersedia datang ke Amerika."
Tanpa harus menanti sebuah percakapan lain Robert segera membawa Edo ke tempat dimana Gabriel dan Evelyn tersenyum siap menyambut kedatangan Edo Mahardika. Senyumnya saling bersahutan dengan pelukan yang telah ditetapkan untuk calon menantu keluarga, dan tentu Edo merasa bahwa sikap keluarga Luxembourg benar-benar idaman. Mereka saling berbagi kabar dan berita tentang sepuluh tahun terakhir semenjak pertemuan Edo dan Gabriel, tak kalah pentingnya ketika Edo harus menceritakan kembali pertemanan yang unik namun menjengkelkan bersama Robert,
"Ini orang yang sudah membuatku mengurung diri di kamar," Edo terbahak-bahak sambil merangkul pundak Robert, "dan orang yang selalu menolongku dari wanita-wanita aneh yang hampir memperkosaku."
Tawa mereka saling memberi warna di pertemuan resmi. Sebelum Robert meresmikan Edo sebagai CEO baru, memang sudah wajib Edo harus berbincang lebih lama sebelum tugas-tugas perusahaan menghadangnya,
"Ngomong-ngomong aku dengar kau sudah menikah, mana ratu mu itu?" Goda Edo melirik kearah Robert. Ia penasaran karena istri dari bos besarnya tidak ada di antara mereka.
"M..," Robert mulai mencari dengan tatapan menyelidik ke sepenjuru ruangan, "mungkin dia..."
"Tadi Persia bersama Ellen, mungkin mereka..," Evelyn mencari kemudian ia melambai-lambai kearah Persia, "ah, itu dia. Edo, kau harus tau jika menantuku sangat cantik."
Edo mengusung senyumnya saat terlontar nama itu. Nama yang sudah beberapa Minggu memenjarakannya pada kerinduan terhadap kekasih. Tapi Edo tak ingin hanyut hanya karena nama 'Persia' terdengar, mungkin saja nama itu tidak hanya panggilan sayang Edo untuk gadisnya. Dan bisa saja nama itu sudah tersebar, namun demikian perkiraan Edo sangat tepat ketika melihat wajah dan tubuh molek Persia berjalan kemudian berhenti seketika saat Edo menatap secara jelas jika wanita cantik dengan gaun indah itu adalah Persia miliknya,
"Hai sayang, kemarilah nak!" Ujar Evelyn beranjak dari tempatnya berdiri kemudian melangkah sambil berusaha meraih tangan Persia meski jarak Evelyn beberapa meter.
Seakan ada energi menghalangi kemudian menarik kembali agar Persia tidak melangkah lebih jauh. Bukan, tapi Persia tidak pandai menggerakkan kedua kakinya untuk berjalan. Sekedar melangkah pelan saja Persia tidak kuat, napasnya sesak seolah dadanya tersumbat sesuatu yang begitu kuat dan keras. Sekilas tatapan matanya kabur ketika hampir semua yang dilihatnya bukanlah imaginasi. Mata yang selalu menatapnya dengan cinta, senyum dari bibir hangat yang rutin bertutur tentang kerinduan, dan semua wujud sempurna itu adalah nyata. Persia benar-benar menemukan bahwa Edo, kekasihnya di depan mata, berada di antara keluarga Luxembourg,
"Persia?" Persia tersadar dan seakan hampir terjatuh ketika Evelyn menyentuh lembut pinggangnya.
"Ada apa sayang? Kau baik-baik saja kan? Wajahmu pucat nak." Evelyn segera mengikis bintik bening di pelipis Persia.
"Kau sakit hm? Biar Robert yang..."
"Ah, t... Tidak. Ti...dak a...pa-apa ibu," Persia berpaling dari wajah yang membuatnya melebur, "m... Mungkin aku... Hanya lapar. Ya, sangat lapar ibu."
Persia bersembunyi di balik senyum bodohnya. Ia menggila jika hari itu menghadirkan sebuah hati menghakimi segala hal yang sempat Persia lalui bersama Edo. Tiba-tiba semuanya terputar dalan kenangan tanpa terkecuali penghianat yang Edo lakukan, 'Nasib kamu beneran sial Persia, kamu harus tetap tinggal dan harus tinggal di tempat yang hanya bisa bikin kamu mengenal kesalahan.' dan tentu Persia hanya bisa menertawakan dirinya sendiri,
"Ya sudah nanti kita makan sama-sama, aku juga sudah sangat lapar tapi tidak ingin melewatkan momen paling berharga ini. Ayo, ibu akan memperkenalkan mu dengan CEO sekaligus anggota keluarga baru kita." Evelyn menarik lengan Persia.
"A... Anggota keluarga?" Persia mematung tanpa berani melihat kearah Edo.
Evelyn mengangguk. Nampak wajahnya gembira, "iya, dia akan menjadi suami Helen. Jadi artinya dia calon anggota keluarga Luxembourg."
Bibir Persia bungkam. Kelopak matanya berkedip menahan agar genangan airnya tidak menetes dan menetapkan kesedihan. Persia sengsara, cinta yang sudah lama tinggal hanya melambai seakan makna tidak ada di antara rindu yang sering Persia berikan untuk Edo. Lalu Persia hanya menatap kosong wajah yang sama sekali tidak beranjak darinya, dan Persia mengikuti jejak kaki Evelyn lebih dekat bahkan kini Persia dan Edo saling menatap. Bukan untuk menukar tatapan suka atas pertemuan tersebut, tapi Persia meringkus dirinya dalam senyum manis di dalam dusta yang ada untuk Edo,
"Hai, aku Claudia. Istri Robert Luxembourg, senang bisa berkenalan dengan Anda." Persia mengulurkan tangan. Meski gemetar tapi ia berusaha tegar.
Edo menarik napas dalam agar mampu menyambut kulit telapak tangan halus yang selalu memberikan belaian di antara sisi wajah dan menyanjung tentang cinta mereka, "senang bisa mengenal Anda Nyonya Claudia, aku... Edo Mahardika."
"Tapi aku lebih suka memanggilnya Persia," Evelyn merangkul pinggang Persia, "namanya sangat lucu tapi juga cantik untuknya."
Nama? Persia? Mungkin Persia mulai membenci sebuah nama panggilan favorit Edo,
"Oh, iya. Itu... Nama yang sangat cantik." Berat. Edo kembali mengulang kata-kata yang sempat membuat Persia aneh dengan nama itu. Tapi ternyata Persia merasa bangga menempati nama favorit Edo.
"Tapi itu hanya berlaku untuk suami dan keluargaku tuan Mahardika." Persia melepaskan tangannya dari genggaman Edo.
Segera Persia meraih tangan Robert untuk berada di pinggangnya. Kemudian Persia tersenyum manis saat Robert terdiam tak mengerti, tapi Persia tidak peduli dan menempatkan keningnya di sisi wajah Robert meski ia berada di antara dusta lainnya,
"Apalagi jika dia yang memanggilnya, aku pasti terkesan sulit menolak. Bukankah begitu sayang?" Ucap Persia kini bersandar di pundak Robert.
Robert tersenyum miring tapi seperti tujuan semula. Tetap terlihat mesra di depan semua orang, dan Robert membalas pelukan Persia. Kemudian ia mengecup bibir Persia lembut. Bahkan sebenarnya Robert tidak memahami apa yang ia lakukan, Robert merasa Persia aneh dan gila. Tapi Robert menyukai hal itu.
Edo tersenyum pahit. Hatinya mengutuk kesalahan yang sudah ia lakukan. Tapi Edo takkan bisa dan tidak akan pernah bisa berbuat banyak, terutama merebut kembali Persia dari tangan bos sekaligus teman baiknya.