webnovel

Bab 4

Rania sangat terkejut. Ketika melihat pria yang mengatakan, jika ia diterima bekerja di perusahaan Ritz Company, adalah pria yang tanpa sengaja ia tabrak barusan.

"Kamu," ucap Rania sambil membelalakkan mata. Sedangkan pria itu dengan sombongnya menatap Rania, lalu memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

"Ada Pak Erik rupanya. Ayo, Pak silakan masuk," ajak Wisnu ketika menyambut kedatangan bos besarnya.

Rania yang melihat sikap Pak Wisnu begitu ramah, lalu menyuruh pria itu masuk ke dalam ruangannya, menjadi sangat heran. Rania pun memilih diam, sambil memperhatikan interaksi dari kedua pria tersebut.

"Terima kasih, Pak Wisnu. Saya datang ke sini, hanya ingin mengatakan, jika Nona ini diterima bekerja di perusahaan Ritz Company," ucap Erik dengan begitu tegas. Membuat Rania dan juga Wisnu merasa heran, ketika mendengar perkataannya

"Hmm, tapi Pak, saya sudah melakukan interview dengan Nona Rania, dan saya memutuskan untuk menolaknya bekerja di perusahaan kita. Karena sepertinya, Nona tidak begitu fokus, saat menjawab pertanyaan yang saya ajukan." Wisnu memberikan penjelasan kepada Erik, supaya pria itu mau mengerti dengan keputusan yang ia diambil.

Sedangkan Rania, wanita itu hanya bisa tertunduk pasrah. Karena ia sadar, jika semua ini memang kesalahannya yang tidak fokus. Setelah mendengar telepon dari ibunya yang mengatakan, jika kondisi Rafa kurang begitu baik.

"Maaf Pak Wisnu, itu sudah menjadi keputusan saya, dan tidak bisa diganggu gugat. Kamu, Nona. Ayo, ikut ke ruangan saya sekarang juga," perintah Erik, lalu pergi meninggalkan Wisnu dan juga Rania, yang menatapnya dengan terheran-heran.

"Ya sudah, Nona Rania. Sebaiknya Anda turuti saja perintah Pak Erik. Karena beliau itu bos besar, sekaligus pemilik perusahaan ini," ucap Wisnu, membuat nyali Rania ciut. Ketika mendengar berita itu.

"I-iya, Pak. Ba-baiklah kalau begitu, saya pergi dulu," jawab Rania dengan terbata-bata.

Setelah mengatakan itu, Rania langsung pergi menyusul Erik dari belakang. Perasaannya kini tidak menentu. Saat mengetahui kebenaran, yang dikatakan oleh Wisnu.

"Aduh, kenapa aku bisa melakukan hal sebodoh ini? Apa jangan-jangan, pria itu menyuruh aku keruangannya, untuk menyiksaku. Karena ku sudah mengatakannya sombong. Padahal kan, memang aku yang salah. Sudah menabraknya dari belakang."

Wanita itu menyesali atas apa yang terjadi. Saat ini ia hanya bisa pasrah. Dan berharap jika Erik benar mau menerimanya, bekerja di perusahaan Ritz Company.

Kini, mereka berdua sudah berada di dalam lift. Dengan gayanya yang cool, Erick begitu santai. Ketika berdua dengan wanita yang tidak dikenalnya.

Sedangkan Rania, dari tadi ia berusaha menenangkan diri. Berharap semoga Erick melupakan kejadian, yang sangat memalukan  bagi wanita itu.

Saya rasa, jika saya bersikap sombong itu wajar. Karena berkat kerja keras serta kepintaran yang saya miliki, saya berhasil membangun Ritz Company jadi sebesar ini." Erik sengaja mengatakan itu, bermaksud ingin menyindir wanita yang saat ini bersamanya di dalam lift.

Sambil menyeringai puas. Pria itu bisa melihat wajah memucat, yang ditunjukkan oleh Rania. Dari balik pantulan dinding lift tersebut.

"Maafkan saya, Pak. Saat itu saya benar-benar panik, dan saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Makanya saya berjalan dengan sedikit terburu-buru, dan tanpa sengaja menabrak Anda," jawab Rania mengakui kesalahan, yang telah ia perbuat.

Erik yang mendengar perkataan wanita itu, hanya diam tidak memberi tanggapan. Ia pun langsung berjalan keluar. Saat pintu lift itu terbuka.

Dengan tergesa-gesa, Rania mengikuti langkah kaki pria itu, yang kini masuk ke dalam ruangan dengan nuansa putih, dan juga interior yang sangat modern.

Tak ketinggalan juga perabotan mewah yang berjajar rapi.  Membuat Rania menatap rendah ke arah dirinya. Karena ia bisa menduga. Jika harga perabotan mewah itu, berkali-kali lipat dari biaya hidupnya sebulan.

"Silahkan duduk," tawar Erick yang memancarkan aura dingin. Membuat Rania dengan cepat mengikuti perintah pria itu.

"Terima kasih, Pak," jawab wanita itu sambil menundukkan kepala. Sebagai tanda hormat kepada orang nomor satu, di perusahaan Rizt Company.

Erick menatap Rania dengan lekat. Membuat wanita itu salah tingkah, lalu memutuskan tatapan mata diantara mereka.

"A-ada apa Anda mengajak saya ke sini, Pak? A-apa benar saya diterima di perusahaan Anda?" tanya Rania memastikan, sambil terbata-bata.

Seulas senyuman terukir di wajah pria itu. Ketika melihat ekspresi aneh, yang ditunjukkan oleh Rania, yang saat ini tidak berani menatapnya.

"Menurut kamu, apakah saya harus menerima wanita yang sudah mengatakan saya sombong, untuk bekerja di perusahaan ini?" tanya Erick yang sebenarnya hanya ingin menggoda wanita itu.

"Saya mohon, Pak. Tolong terima saya bekerja di perusahaan Anda. Saya berjanji akan bekerja dengan giat. Serta melakukan pekerjaan apa pun yang Anda perintahkan."

Ketika mendengar Rania mengucapkan kalimat itu, merupakan kesempatan bagi Erick untuk menjalankan rencananya.

"Jadi benar, kamu akan melakukan apa pun yang saya perintahkan, jika saya menerimamu berkerja di perusahaan ini?" tanya Erick yang mengulangi kalimat yang diucapkan oleh Rania.

Wanita itu pun mengangguk, tanpa pikir panjang lagi. "Iya, Pak. Saat ini saya butuh uang untuk biaya pengobatan adik saya," jawab Rania dengan penuh keyakinan.

Mendengar perkataan Rania, membuat Erick semakin yakin. Jika ia bisa memanfaatkan wanita itu. Ia pun menyuruh Rania untuk menulis nomor rekening, karena ia akan mentransfer sejumlah uang ke rekening tersebut.

Awalnya Rania bingung. Namun, akhirnya ia menuruti saja, apa yang diperintahkan oleh Erick, tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun. Kepada pria itu.

"Jadi bagaimana Pak? Apa saya diterima bekerja di perusahaan ini?" tanya Rania lagi, yang berusaha memastikan. Supaya dirinya merasa lebih tenang.

"Silahkan kamu cek rekening mu. Karena saya sudah mentransfer sejumlah uang ke rekening tersebut," perintah Erick, membuat Rania sedikit tercengang, lalu mengikuti perintah pria itu.

"10 juta. Apa uang ini, Anda yang mentransfer ke rekening saya?" tanya Rania yang seakan tidak percaya. Saat melihat nominal yang begitu besar, tertulis di dalam rekeningnya.

Erik mengangguk membenarkan perkataan wanita itu. "Saya sudah mentransfer sejumlah uang, untuk biaya pengobatan Adik kamu. Dan itu hanya uang muka. Karena saya akan memberikan berkali-kali lipat lagi, jika kita sudah menikah nanti."

Deg!"

Rania sangat terkejut. Ketika mendengar perkataan Erick barusan, yang mengatakan jika mereka akan menikah.

"Apa maksud ucapan Anda, Pak Erik? Bukannya Anda tahu, jika saya datang ke perusahaan ini, untuk melamar pekerjaan. Bukan untuk menikah dengan Anda." Rania mengerutkan dahinya. Berusaha mencerna maksud dari perkataan pria itu.

"Kamu tenang saja Nona Rania. Saya akan tetap menerima kamu bekerja di perusahaan ini, sebagai asisten pribadi saya. Lagi pula kamu sudah mengatakan, jika kamu bersedia melakukan apa yang saya perintahkan. Itu artinya saya anggap kamu setuju, menikah dengan saya."

"Tapi Pak, tidak bisa seperti itu. Bukankah kita tidak saling mengenal? Bagaimana dengan kehidupan pernikahan kita nanti?" tanya Rania yang masih tidak mengerti, dengan maksud pria itu mengajaknya untuk menikah.

"Kamu tenang saja Nona Rania. Jangan kamu pikir pernikahan ini terjadi, karena saya menyukaimu. Asal kamu tahu. Ini adalah pernikahan di atas kertas, yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan begitu kamu bisa memiliki uang, untuk biaya pengobatan adikmu dan saya bisa memenuhi keinginan orang tua saya, untuk menikah."

Deg!

Bersambung.