webnovel

Chapter 26 : Back To Reality

Maya masih belum bisa move on dari liburan panjangnya bersama suaminya meski semalam ia sempat terganggu dengan pikirannya kepada Haris tentang Renata. Untungnya Haris menjelaskan dan meyakinkan bahwa diantara mereka tidak ada apapun. Maya juga tidak ingin lebih jauh berprasangka buruk kepada suaminya yang justru akan berdampak buruk kepada keharmonisan rumah tangga mereka.

"Selamat pagi, sayang ...." sapa Haris memeluk Maya yang tengah memasak di dapur.

"Pagi juga, Mas. Kamu mau sarapan sekarang? Biar aku siapkan, kamu tunggu di meja makan aja."

"Baiklah, aku sudah tidak sabar mencicipi masakan istri aku tercinta," ucap Haris bersemangat.

Maya hanya tersenyum kecil melihat ekspresi wajah suaminya. Ia mulai menyiapkan makanan untuk sarapan. Hari Sabtu adalah hari yang menyenangkan bagi Maya karena Haris libur kantor. Biasanya mereka akan pergi jalan-jalan keluar untuk sekedar menikmati waktu bersama. Kadang juga mereka turut serta ikut menemani ibu Haris ke toko.

"Silahkan ...." ucap Maya seperti seorang Chef ahli yang sedang menghidangkan makanan kepada pelanggan yang datang ke restorannya.

"Wah ... bau nya enak sekali. Ini pasti enak!" seru Haris tak kalah semangat. Mereka berdua pun sarapan bersama sebelum menjemput ibu Haris yang berada di rumah Renata.

Dalam hati kecilnya, Maya sebenarnya ingin sekali tinggal berdua dengan suaminya saja. Menjalani kehidupan rumah tangga mandiri sesuai dengan harapannya tanpa ada campur tangan dari siapapun. Tapi ia sadar, bahwa itu akan sulit mengingat Haris tidak bisa menolak permintaan ibunya untuk tetap tinggal bersama.

"Kamu kok ngelamun? Ada apa?" tanya Haris membuyarkan lamunan Maya. Sontak Maya terkejut dengan pertanyaan Haris. Ia pun mencari alasan bahwa dirinya masih memikirkan liburan kemarin, dan Haris percaya tanpa curiga.

"Maaf, Mas. Aku harus selalu berbohong sama kamu soal ketidaknyamanan aku di rumah ini!" Batin Maya dalam hati.

Tak ingin Haris semakin curiga, Maya segera kembali ke dapur untuk membersihkan piring kotor bekas mereka gunakan untuk sarapan. Sedangkan Haris masih sibuk melihat acara TV di ruang tengah. Nyonya Hartini meminta agar dijemput sore nanti karena Renata mengajaknya pergi ke salon untuk melakukan treatment.

Setelah selesai mencuci piring dan membersihkan semuanya, Maya kembali menemui Haris di ruang tengah. Dengan waktu yang sedikit ia ingin merasakan kedamaian di rumah itu bersama Haris. Biasanya Maya lebih memilih menghabiskan waktunya di kamar, menonton televisi pun di kamar karena ibu mertuanya suka sekali melihat acara TV drama Korea. Dan Maya tidak ingin mengganggu ibu mertuanya itu saat sibuk dengan layar televisi.

"Mas, misalnya aku pengen kita segera menempati rumah kita bagaimana? Apa kamu masih tidak siap untuk pergi dari sini?" tanya Maya pada Haris. Setelah berpikir keras akhirnya ia memberanikan diri untuk kembali menyinggung soal pindah rumah.

Haris diam beberapa saat, ia tidak memberikan jawaban apapun. Maya merasa jika pertanyaan yang ia ucapkan tidak tepat.

"May, aku bukannya siap atau tidak siap. Tapi aku juga harus memikirkan perasaan ibu. Kamu tahu kan? Jadi aku berharap agar kamu bisa sedikit lagi bersabar," terang Haris setelah itu.

Mendengar pernyataan Haris, Maya hanya menghela napasnya dalam. Ia sudah menebak dari awal jika suaminya itu akan sulit untuk meninggalkan ibunya. Lagi-lagi dirinya harus menelan kekecewaan karena keputusan suaminya.

***

Jam tiga sore Haris dan Maya sudah siap untuk pergi menjemput Nyonya Hartini di rumah Renata. Mereka juga membawakan beberapa oleh-oleh untuk Renata. Sebenarnya Maya yang memiliki ide untuk membawanya, sedangkan Haris awalnya menolak. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain selain setuju dengan keinginan istrinya. Perjalanan menuju rumah Renata tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu empat puluh menit dari rumah Haris. Tak ayal Renata suka sekali datang kerumah.

"Mas, kenap muka kamu asam gitu? Kamu nggak ada masalah, kan? Atau kamu masih memikirkan perkataan aku tadi pagi?" tanya Maya penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan suaminya itu sehingga mukanya terlihat tidak nyaman.

Tidak ingin Maya mengetahui kebenaran yang ada dipikirannya, Haris mencari alasan bahwa ia sedang ada masalah di kantor sehingga itu mempengaruhi moodnya.

"Sabar, Mas. Semua pasti akan baik-baik saja. Aku yakin kamu pasti bisa menyelesaikan masalah yang sedang kamu hadapi." Maya berusaha memberikan semangat kepada suaminya setelah mendengar penjelasan Haris mengenai permasalahan di kantor.

Sejujurnya saja Haris tidak ingin bertemu dengan Renata setelah pembicaraan mereka pada jam makan siang waktu itu di kantor. Tapi semua itu tidak mungkin ia ungkapkan kepada Maya karena takut akan membuat mereka bertengkar. Apalagi Maya sudah curiga dengan perasaan Renata kepadanya.

Empat puluh menit kemudian mereka berdua tiba di rumah Renata. Rumah dengan desain modern yang terletak di salah satu kawasan elite itu memiliki gerbang tinggi dilengkapi dengan fitur canggih. Maya yang baru mengetahui rumah Renata sempat merasa terpesona dengan rumah milik Renata. Bahkan ia sempat berpikir bahwa ibu Haris betah sekali tinggal disana melihat dari semua yang ada.

"Yuk, turun." Haris mengajak Maya segera keluar dari mobil setelah mobil milik Haris memasuki halaman rumah Renata.

Maya segera turun dengan menenteng tas berisi oleh-oleh dari liburan kemarin. Seorang Satpam datang menghampiri mereka berdua yang masih berdiri di samping pintu mobil.

"Sore ... Mas Haris," sapa Satpam rumah Renata dengan sopan.

"Sore juga, Pak Agus ...." balas Haris dengan sopan.

"Mau jemput ibu ya?" tanya Pak Agus lagi.

"Iya, Pak. Apa ibu dan Renata sudah pulang dari salon?" tanya Haris memastikan.

"Sudah, Mas. Baru lima menit tadi mereka berdua datang," terang Pak Agus lalu pamit kembali ke Pos Satpam.

Maya hanya bisa diam melihat kedekatan Haris dengan satpam rumah Renata. "Sedekat itu kah mereka dulu?" tanya Maya sendiri pada hatinya. Ada rasa cemburu dan tidak terima yang tiba-tiba muncul di hatinya, padahal dulu tidak seperti itu. Maya tahu jika Haris dan Renata dulu berpacaran, namun semua sudah berlalu beberapa tahun silam. Harusnya ia tidak mempermasalahkan hal itu jika saja Renata tidak bersikap seperti seorang wanita yang mengerti batas status seseorang.

Haris menggandeng tangan Maya dengan lembut. Mereka segera menuju pintu rumah Renata. Bel pun di pencet untuk memberi tahu penghuni rumah yang ada di dalam jika ada tamu di luar yang menunggu untuk di bukakan pintu. Tidak lama kemudian pintu terbuka, pembantu Renata yang bernama Siti tersenyum setelah mengetahui siapa tamu yang datang.

"Eh, Mas Haris dan . istrinya Mbak ... Mae ...." ucap Siti kesulitan mengingat nama Maya.

"Maya!" ucap Maya dengan sopan.

Siti mempersilahkan mereka masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu. Mereka harus menunggu karena Renata dan ibunya masih mandi, begitu yang Siti katakan.