"Dimana menantu kesayanganku?" tanya Ayah mertua Sofia pada Pak Muh. Kepala koki dirumah utama.
"Sejak tadi siang, Nona Sofia tidak keluar kamar lagi, Tuan." Jawab nya.
"Apa? Kenapa kau diam saja?! Cepat bawakan makanan ke kamarnya!" perintah Tuan Mahesa. Pak Muh langsung pamit pergi untuk menyiapkan segala sesuatu nya.
Ketukan pintu berulang kali diketuk. Namun tak ada jawaban dari Sofia. Pak Muh semakin khawatir. Ia tak berani mendobrak pintu itu. Sampai Tuan Mahesa sendiri yang turun tangan. Untuk menyuruh pelayan dirumah utama. Membuka paksa pintu kamar itu.
BRAK
Terlihat Sofia yang sedang meringkuk di bawah selimut. Tuan Mahesa menyuruh beberapa pelayan wanita mengecek suhu tubuhnya.
"Tuan, Nona sepertinya sakit. Suhu badan nya 37 derajat celcius."
"Panggil dokter keluarga!" perintah Ayah mertua Sofia. Pak Muh izin untuk kembali ke dapur.
Sementara beberapa pelayan wanita terus siaga berada di sisi Sofia. Tuan Mahesa mendekati menantu nya. Memperhatikan Sofia dengan saksama.
Beberapa menit kemudian, seorang dokter wanita datang memeriksa keadaan Sofia.
"Bagaimana kondisi nya, dok?" tanya Tuan Mahesa.
"Nona mengalami stres yang berkepanjangan. Sehingga menyebabkan gangguan pada psikologis nya. Hal ini tentu akan berdampak buruk pada janin yang ada di dalam perutnya. Disarankan untuk tidak banyak pikiran. Pola makan nya harus teratur. Disini Nona juga ada asam lambung, ya. Karena sering telat makan." Celoteh dokter menjelaskan.
Tuan Mahesa terdiam beberapa saat. Pandangan nya memperhatikan Sofia. Yang sedang meringkuk lemah. Dengan mata yang masih terpejam.
'kau pasti menderita, Nak. Maafkan aku yang tak bisa mengurus putraku dengan baik. Kau pasti tidak bahagia dengan pernikahan ini' gumam Tuan Mahesa dalam hati. Tak bisa melihat terlalu lama. Semakin ia menatap Sofia, semakin ia merasa bersalah. Atas putra nya Aaron, yang tak bisa membahagiakan Sofia.
"Urus dia dengan baik, aku pergi." Ujar Tuan Mahesa seraya pergi.
Yang tersisa hanya para pelayan. Menemani Sofia sampai ia pulih. Disisi lain, Aaron dan Ivan sedang dalam perjalanan menuju apartemen. Setelah menyelesaikan pekerjaan, Aaron tak berniat untuk pulang lagi ke rumah.
Aaron tak bisa hidup satu kamar dengan Sofia. Tak ada cinta baginya pada wanita itu. Merasa jengah melihat Sofia setiap hari di kantor. Apalagi jika ia tinggal bersama. Aaron semakin muak dengan wajah polos Sofia. Sudah banyak wanita yang seperti Sofia dimata Aaron.
Hanya mengincar harta dan kekayaan nya. Aaron hanya mencintai Sarah. Mantan kekasih nya yang sempat putus beberapa bulan lalu. Sarah nekat pergi ke paris untuk melanjutkan S2 nya di Universitas John Martin, Amerika. Mengambil jurusan desainer, karena kecintaan nya terhadap Seni dan Fashion.
Sarah pergi tanpa pamit dan berkata apa pun pada Aaron. Hal itu tentu mematahkan hati nya. Aaron bahkan bisa membeli apa yang dia mau. Juga mengabulkan apa pun keinginan nya untuk menjadi desainer terkenal. Tapi Sarah justru tak mendengar perkataan Aaron.
Wanita itu lebih nekat dari apa yang Aaron pikir. Sarah dimata Aaron ialah wanita yang manja dan cantik. Siapa yang tidak tergila-gila pada kecantikan wajah nya. Punya kemolekan tubuh yang proporsional. Dan ia juga pernah terlibat sebagai bintang film ternama di negara ini.
**
"Tuan, aku dapat info dari rumah utama. Pak Muh bilang, Nona Sofia sakit." Tutur Ivan seraya memakai headphone di telinga nya. Sementara tangan nya fokus memutar setir mobil.
Ya—mereka sedang dalam perjalanan ke apartemen.
"Sakit? Bukankah tadi dia sehat? Kau sendiri lihat 'kan?" Aaron tak percaya.
"I-iya, tapi setelah pulang dari kantor, Nona Sofia tidak keluar kamar lagi."
"Astaga, wanita itu terus saja menyusahkan!" Gerutu Aaron kesal.
"Apa kita tetap ke apartemen, Tuan?"
"Putar balik, pergi ke rumah utama." Pinta Aaron.
Ivan mengangguk paham, dan memutar balik ke arah jalan menuju rumah utama. Kediaman Mahesa Group.
Sebegitu benci nya 'kah? Aaron pada Sofia? Membenci wanita yang sama sekali tak tahu apa-apa. Mengenai kejadian waktu lalu dengan nya.
Terlibat dalam cinta satu malam. Di sebuah hotel bintang 5. Yang terletak di tengah-tengah Ibu Kota.
Takdir, jodoh, maut, dan rezeki. Semua sudah dirancang Tuhan sedemikian rupa. Bahkan jika bisa memilih, Sofia menginginkan kematian pada hidupnya yang sudah hancur berantakan.
Daripada menikah dengan pria yang bernama, Aaron.
SET
Mobil yang dikendarai Ivan berhenti. Tepat di depan pintu rumah utama. Kedatangan mereka rupanya telah disambut oleh para pelayan. Pak Muh juga sudah berdiri di sana.
Ceklek
Aaron membuka pintu mobil itu.
"Selamat malam, Tuan muda. Tuan besar sudah menunggu di ruang kerja nya." Ujar Pak Muh seraya membungkukkan tubuhnya. Aaron hanya mengangguk dan berjalan lurus dengan wajah dingin nya.
Ya—Aaron memang menjadi dingin. Sejak kepergian Sarah yang tiba-tiba meninggalkan nya. Hal itu membuat Aaron berubah jadi pria yang kejam dimata semua pegawai nya. Suka memaki orang tanpa ampun. Bahkan hidupnya tak jauh dari pekerjaan.
Aaron menjadi gila kerja karena patah hatinya dengan Sarah. Dirinya bahkan tak pernah pulang ke rumah. Lebih memilih untuk tinggal di apartemen.
Baru-baru ini, ia mengikuti perintah orang tuanya untuk tinggal dirumah utama. Itu semua sejak pernikahan nya dengan Sofia.
"Ada apa mencariku?" Aaron bertanya pada Ayahnya.
"Bedebah sialan! Menantuku sakit karenamu!" umpat Tuan Mahesa memaki putranya, Aaron.
Aaron mengernyitkan dahi nya.
"Aku tak ada hubungannya dengan penyakitnya." Sarkas Aaron pada Ayahnya.
"Bisa-bisa nya aku mempunyai anak lelaki brengsek sepertimu! Kau tak pernah bertanya padanya apakah dia bahagia dengan pernikahannya atau tidak. Kau juga tak mengizinkan dirimu bertegur sapa padanya. Lalu untuk apa kau menikahi nya?! Kau pula yang sudah membuatnya hamil diluar pernikahan. Dasar bedebah sialan!" lagi-lagi Tuan Mahesa mengumpat dan memaki Aaron.
"Aku menikahinya hanya sampai setelah anak itu lahir. Pernikahan ku sebatas kontrak dengan nya. Dan tak lebih dari itu." Balas Aaron tenang. Tanpa emosional sedikit pun. Justru yang emosi disini adalah Ayahnya, Tuan Mahesa.
"Oh Tuhan, ampuni dosa-dosaku! Benar-benar bedebah kau ini! Aku mendidikmu selama ini untuk jadi orang yang baik dan bertanggungjawab. Bukan jadi orang yang tak punya hati, Aaron!! Pergi kau dari ruanganku!!" usir Tuan Mahesa pada Aaron. Sembari membalikkan tubuhnya menatap ke luar jendela. Tak berminat untuk menatap anaknya yang egois.
Aaron pergi menuju tangga. Kamarnya berada di lantai dua. Disana pula, Sofia tinggal menempati kamar itu. Aaron membuang napas nya kasar.
Ceklek
Knop pintu kamar di putar Aaron. Memperlihatkan Sofia yang sedang tertidur di bawah selimut tebal. Di atas ranjang milik Aaron.
Aaron membuka kemeja putih nya. Membuang nya ke sembarang tempat. Lalu memasuki dirinya ke dalam toilet untuk bersih-bersih.
Beberapa menit kemudian, Aaron keluar. Hanya memakai handuk putih yang melilit di tubuhnya. Mata nya beralih menatap ke wajah Sofia. Yang masih belum bangun juga.
Setelah berpakaian, Aaron merebahkan tubuhnya diatas Sofa. Ia tak berminat untuk tidur dengan Sofia. Baginya, hanya Sarah yang berhak untuk dirinya.
Malam semakin larut, hawa dingin mulai menelusuk ke rongga hidung dan pori-pori. Sofia menggigil kedinginan hingga membuatnya mengigau. Suara nya terdengar seperti rintihan. Membuat Aaron terbangun tengah malam.
"Hiks... Ibu... hiks... aku ingin ikut Ibu.. hiks.. Ibu.." rintih Sofia dalam mimpi nya mengigau.
"Aku ingin pergi bersama Ibu... hiks.." lagi, Sofia terus merintih dengan mata terpejam.
Aaron beranjak bangun dan mendekati ranjang. Berdiri tepat di depan Sofia. Memperhatikan gerak-gerik nya. Berdiam diri tanpa berbuat apa-apa.
"Aku ingin bersama Ibu.. hiks.. hiks.." suara rintihan Sofia keluar lagi dari mulutnya.
Aaron bertanya-tanya dalam dirinya.
'Apa maksudnya? Dia ingin pergi? Bersama Ibunya? Bukankah Ibunya sudah tiada?!' gumam Aaron dalam hati.
"Hiks.. hiks.. hiks.." kali ini rintihan nya hanya terdengar tangisan. Mata Sofia masih terpejam kuat. Hal itu membuat Aaron kebingungan.
Aaron hanya menyelimuti Sofia dengan rapat. Tak bisa berbuat apa-apa selain untuk membuat Sofia lebih hangat dengan selimut itu. Dan mengecilkan suhu AC di kamar nya. Setelah itu, Aaron kembali ke sofa. Untuk melanjutnya tidurnya yang sempat terbangun. Karena mendengar suara rintihan Sofia.