Setelah berusaha memecahkan semua misteri yang ada, di suatu titik akhirnya Honey memilih untuk menyerah. Mungkin memang dia tidak bisa menyelesaikan ini semua sendiri. Dia membutuhkan bantuan orang lain. Setidaknya sahabat-sahabatnya akan memberi masukan.
Hingga setelah selesai berdebat yang berakhir tanpa jalan keluar dengan sang vampir, gadis itu mulai bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Mungkin ini bisa membuatnya melarikan diri sejenak dari mahluk itu dan mencari cara untuk membebaskan diri darinya.
Begitu Honey keluar dari kamar tidur, dilihatnya sang vampir yang tampak masih memelototi boneka Doraemon miliknya tadi. Keadaan ini sepertinya mendukung bagi Honey untuk meninggalkannya di sini.
"Aku harus pergi kuliah. Kau tinggal saja di sini dan jangan membuat ulah…."
Honey mengatakan itu sambil berlalu menuju pintu keluar. Dengan cuek tanpa menoleh pada Night sedikitpun. Namun ketika dia baru saja membuka pintu, sang gadis tersentak begitu melihat Night tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu.
"BERHENTI MENGEJUTKANKU! KAU MAU MEMBUATKU SERANGAN JANTUNG YA?!" Honey berteriak histeris. Nyaris membanting pintu di tangannya ke wajah sang vampir.
"Kau mau kemana? Aku harus ikut," tanya sang vampir tanpa mempedulikan omelannya.
"Aku harus kuliah. Dan untuk yang satu ini, kau tak bisa ikut."
"Kenapa?"
Honey berpikir keras untuk memikirkan alasannya. "Kampus adalah tempat yang harus bebas dari pengganggu. Aku belajar di sana, kau paham? Aku tidak akan bisa berkonsentrasi bila kau ada di sekitarku—"
"Tapi aku bisa membuat wujudku tembus pandang. Aku juga bisa menunjukkan diriku menjadi manusia."
"Itu yang lebih merepotkan. Bayangkan kalau ada yang lihat aku bicara dengan hal yang kasat mata, orang-orang bisa memanggilku gila. Paham? Sementara untuk menjadi manusia… dengan pakaian sekarang kau akan ditertawakan kemanapun kau pergi."
Night memandang janggal pada dirinya sendiri. "Memangnya kenapa dengan penampilanku? Asal kau tahu, kalau ini adalah penampilan bangsawan di zamanku dulu. Lihat betapa halus dan indahnya sutera yang membalut tubuhku. Dulunya begitu orang lain melihatku berpakaian begini, mereka akan langsung bertekuk lutut meminta ampun. Karena mereka sadar betapa tingginya derajatku—"
"Terserah. Itu masa lalu, bukan sekarang." Honey memotong bosan. Lama-lama rasa takutnya pada Night benar-benar hilang. Berubah menjadi perasaan muak. "Pokoknya jangan pergi. Jangan menggangguku. Kau bilang mau balas budi padaku, kan? Maka jangan pernah mengganggu kehidupan asliku. Lagipula menurut info yang aku denger, bukankah vampir tak boleh terkena sinar matahari? Di luar sedang terik, kau tahu?"
"Tch, jangan meremehkanku. Asal kau tahu, di masaku selain dikenal sebagai vampir tertampan aku juga merupakan vampir terkuat."
Sejenak setelah Night mengatakan itu, suasana di sekitar mereka berubah. Seketika mereka telah berada di sebuah gurun pasir yang luas dengan matahari yang bersinar dengan begitu terik. Tapi itu tak berjalan lama, karena sedetik kemudian mereka langsung kembali ke kontrakan Honey tadi.
"Aaargh!" Night tiba-tiba berteriak begitu tangannya terasa terbakar. "Aaarghh, kenapa aku tetap terbakar? Biasanya tak begitu?" tanyanya bingung sambil meniup kembali lukanya tadi. Yang dengan ajaib menjadi pulih seperti semula.
"Mungkin saja karena jaman sudah berubah selama 400 tahun ini, bodoh? Bumi tidak seperti dulu lagi karena pengaruh pemanasan global," kata Honey yang entah kenapa tak lagi merasa terkejut setelah mengalami hal luar biasa tadi.
"Pemanasan go… go… apa?"
"Pemanasan global. Aku jelaskan juga kamu tak akan mengerti. Ya sudahlah, yang penting aku harus pergi. Kau jangan ikut."
Honey melangkah lagi melewati mahluk itu. Kali ini berharap agar mahluk ini tak lagi mengusiknya.
"Tapi kau akan kembali, kan?" Honey lagi-lagi tersentak kaget ketika Night kembali muncul tiba-tiba di hadapannya. "Kalau sampai tengah malam kau belum juga kembali, maka aku akan mencarimu. Aku bisa menemukanmu dalam satu detik."
"Tentu saja aku bakal kembali. Karena tak mungkin aku meninggalkan kontrakan ini demi mahluk aneh sepertimu."
Honey mendorong sosok itu dari hadapannya. Meraih sepasang sepatu favoritnya dari sebuah rak di dekat pintu keluar.
"Yang jelas kau harus ingat buat diam di sini dan jangan bikin ulah. Awas saja kalau kau sampai seenaknya membunuh dan menghisap darah tetangga. Aku benar-benar akan membencimu."
Honey memperingatkan Night untuk terakhir kalinya, sebelum meraih gagang pintu dan keluar dari tempat itu. Meninggalkan Night yang hanya bisa menatap daun pintu yang telah tertutup rapat.
"Dunia benar-benar telah berubah sepeninggalanku. Bagaimana mungkin kini aku sudah terbakar segala ketika keluar siang hari. Dulu aku bisa bergerak ke mana dan kapanpun dengan leluasa." Night langsung uring-uringan setelah ditinggal oleh Honey. "Ini gawat. Aku harus temukan cara agar aku bisa kembali kebal dengan matahari. Tak peduli sekarang sudah musim pemanasan kobar atau apalah itu yang tadi disebutkan oleh gadis itu."
Setelah mengatakan itu, secepat kilat Night langsung menghilang dari tempat itu. Menyisakan ruang apartemen sederhana Honey yang sepi.
***
Sesampainya di kampus Honey segera mencari keberadaan teman-temannya. Langkahnya kakinya terlihat terburu-buru karena perasaa panik. Hingga dia akhirnya dapat bernapas lega ketika menemukan orang-orang yang dicarinya tengah berkumpul di kafetaria.
"Girls, kemana saja kalian? Aku mencari dari tadi," ucapnya setelah menghempaskan tubuhnya di salah satu bangku yang kosong. Suara napas yang tersengal membuat teman-temannya keheranan.
"Kau kenapa? Seperti dikejar oleh hantu saja," tanya salah satu temannya dengan rambut pirang sebahu, Shaena.
"Asal kau tahu, Shaena. Hal itu memang berlaku padaku. Asal kau tahu kalau aku baru saja lepas dari cengkeraman iblis," jawab Honey dengan bersungguh-sungguh.
"Iblis yang kau maksud adalah ibu penyewa tempat tinggalnya, kan? Kenapa? Kau menunggak biaya bulanan lagi, Hon?" sela temannya yang lain yang mengecat rambutnya berwarna pirang bergelombang. Jessica namanya.
"Bukan!" Honey menjawab cepat sedikit menahan kesal.
Sebenarnya dia bingung bagaimana menjelaskan masalah ini pada keempat teman-temannya, karena dia yakin mereka tidak akan mempercayainya. Ya, tentu saja. Tak ada orang normal yang akan mempercayainya.
"Jadi begini, untuk kali ini kalian harus percaya padaku. Jadi tadi pagi, begitu aku bangun tidur, tiba-tiba…."
Honey benar-benar sudah bertekad hendak mengatakannya, namun tiba-tiba saja ia menghentikan ucapannya itu.
"Bukankah lebih baik sendirian damai dalam kedamaian daripada bersama-sama di tengah kerusuhan?"
Entah darimana datangnya, tiba-tiba suara Night tergiang di telinganya. Refleks, Honey segera melihat ke sekitarnya untuk meyakinkan diri bahwa dia tidak tengah berhalusinasi.
Namun tak ada siapapun. Tak ada Night.
"Segala hal di dunia ini memiliki cerita dan rahasia di balik kehadirannya. Sebagian besar rahasia itu akan lebih baik tersembunyi di balik kegelapan…." Suara itu kembali terdengar.
"Honey?" tanya salah satu temannya yang memiliki gaya boyish. Gadis yang memiliki rambut hitam kelam dengan potongan pendek itu bernama Ariel. "Kenapa sih? Kenapa malah diam?"
Honey tak lantas menyahut. Gadis itu hanya masih terdiam di tempatnya dengan rona wajah yang terlihat kian memucat. Salah satu tangannya tampak dikepalkan dengan erat menahan rasa kesal yang kini dirasakannya.
Jadi dia tidak boleh mengatakan hal yang sedang dihadapinya pada siapapun? Mahluk itu bahkan sudah berani mengancamnya? Yang benar saja.
***