Suasana yang mencekam melingkupi satu sudut tergelap di Kota mode Paris. Suara lolongan anjing terdengar dari jauh, bergema dengan suara angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya. Memberikan potret yang berbeda dari pemilik menara Eiffel yang dikenal itu.
Di sebuah tempat yang tak terlalu jauh dari hiruk pikuk gemerlap kota fesyen itu, sebuah kejadian mengerikan tampak luput dari perhatian. Seorang wanita tampak terkapar tak berdaya di pangkuan seorang pria yang memeluknya dalam kegelapan. Mereka bukan sedang memadu kasih, melainkan sang pria yang tengah memegangi tubuh yang tak lagi bergerak itu saat dirinya sibuk menghisap darah dari salah satu sisi leher si perempuan.
"Aaaahh, ini sudah lama sekali," suara Night terdengar begitu si pria mengangkat wajahnya. Sekilas ketika sebuah cahaya menyinari tempat itu, wajah pucat nan tampan tampak dinodai cairan merah. Senyuman penuh kepuasan kembali terlihat begitu ia melirik kembali gadis cantik yang telah tak bernyawa di pangkuannya. "Seperti biasa, darah perawan memang yang paling manis. Biasanya juga memberi energi yang bertahan lama."
Night menatap dingin korbannya selama beberapa saat. Sepasang mata yang terbelalak balas menatapnya, seakan mengingatkan kembali tentang betapa mengenaskannya kematian yang dialaminya. Night melarikan salah satu jemarinya melintasi wajah itu, membantu kedua mata itu untuk tertutup untuk selamanya.
"Dengan begini setidaknya kau tidak terlihat mengerikan." Ia berkata lirih sebelum meletakkan tubuh itu begitu saja di tanah yang kotor.
Night mengelap bibirnya yang berlumuran darah. Ia menengadahkan kepalanya menatap bulan purnama yang menjadi saksi perbuatannya barusan.
"Kalau begini seharusnya aku sudah bisa keluar di siang hari dengan bebas tanpa rasa takut akan terbakar sinar matahari, bukan?" tanyanya seakan tengah berkomunikasi dengan bulan.
Dan dengan cepat ia berpindah tempat lagi. Saat ini lagi-lagi Night telah berada di sebuah padang gurun gersang yang terik. Namun lagi-lagi dengan secepat kilat ia kembali ke tempat tadi.
"Arrgh… kenapa masih belum juga berhasil? Padahal biasanya setelah meminum darah perawan di bawah sorotan bulan purnama akan membuatku tak terkalahkan," keluhnya sambil menyentuh pipinya yang sempat terbakar. Menggunakan sihirnya untuk mengubahkanya menjadi mulus seperti sebelumnya. "Sepertinya aku harus bertemu dengan vampir lain dan menanyakan kepada mereka bagaimana caranya menyelamatkan diri dari pemanasan kobal ini? Tapi apakah mereka masih ada saat ini? Bagaimana kalau hanya tinggal aku satu-satunya vampir yang bertahan?"
Night tampak terdiam dan sempat berpikir selama beberapa saat. Mencoba mencari jalan keluar.
"Haah, sudahlah. Aku coba lain kali saja. Sekarang, menunggu hingga malam kembali datang di tempat gadis berdarah pucat itu, aku sepertinya harus main-main dulu disini. Perawan berdarah pucat itu benar, sekarang jaman benar-benar sudah berubah. Aku harus mulai mempelajari cara hidup manusia zaman sekarang dan mulai menyesuaikan diri lagi seperti ratusan tahun yang lalu."
Lagi-lagi setelah mengatakan itu, Night langsung hilang tanpa jejak dari tempat itu.
***
"Payah. Pakaian ini benar-benar yang terburuk."
Night mengomel begitu menatap bayangannya sendiri melalui sebuah cermin. Saat ini mahluk itu telah melintasi beberapa Negara dalam waktu sehari. Ia pergi ke sana dan ke mari di belahan negara yang tengah malam, sebelum akhirnya berakhir di sebuah ruangan berukuran 2x2 meter.
Omong-omong di tubuhnya kini tidak lagi terpasang sebuah jubah kuno berwarna hitam yang selalu dikenakannya sejak terbangun dari peti. Semua itu telah digantikan dengan sebuah kaos putih yang dibalut dengan sebuah jaket berwarna hitam dengan celana jins dengan warna senada yang membungkus sepasang kakinya yang panjang. Night mempelajari kalau beginilah cara manusia di zaman sekarang berpakaian.
"Tidak terbuat dari sutra ataupun wol. Tidak ada emas, berlian, atau hiasan lainnya melainkan gambar dengan tulisan aneh ini. Sama sekali tidak menarik hati. Tapi mengapa manusia di jaman sekarang senang memakainya?" keluhnya lagi sambil sibuk menghadapkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Beberapa kali ia bahkan terus berputar untuk melihat penampilannya sendiri. "Mereka benar-benar yang terburuk dari yang terburuk. Selera mereka payah."
Akhirnya setelah lelah mematut dirinya, walau dengan hati yang belum juga puas, mahluk itu keluar dari ruang ganti yang telah dihuninya selama lebih dari 30 menit. Tak heran jika ketika ia menggeser gorden penutup tempat itu, sebuah antrian panjang langsung menyambutnya. Orang-orang itu bahkan menatapnya dengan tatapan kesal dan beberapa bahkan sampai mengomelinya.
"Siapa suruh kalian datang sebelum aku? Bukan salahku kalau kalian datang terlambat," ucapnya balas mengomel. Dia bahkan berhenti di depan seorang wanita tua yang paling cerewet mengkritiknya. "Jangan menatapku begitu, manusia hina!" seru Night padanya.
Night hendak meninggalkan tempat itu, tapi seorang wanita berkulit putih dengan seragam khas toko di tubuhnya tampak menahannya.
"Tunggu sebentar, Tuan."
Night menoleh padanya dengan datar. "Apa yang kauinginkan?"
"Maaf, Tuan. Tapi… Anda harus membayar pakaian-palaian ini sebelum pergi," jawab wanita itu yang sedikit gugup dengan reaksi tidak menyenangkan yang ditunjukkan Night.
"Oh ya, tentu saja aku harus membayar. Tapi apa mata uangnya masih sama dengan zamanku dulu?"
Night lantas menyaksikan beberapa orang yang antri di depan meja kasir. Dilihatnya mereka menyerahkan lembaran-lembaran asing pada mereka. Night taky akin bisa mendapatkan yang sesuai dengan itu, namun yang pasti ia bisa melakukan satu hal.
"Apa ini yang kau inginkan?"
Wanita itu tergagap kaget begitu melihat sendiri apa yang diberikan Night padanya. Dia bahkan tak bisa berkata apapun begitu melihat sendiri bongkahan batu bersinar seukuran bola tenis itu di tangannya. Tak salah lagi. Ini berlian, bukan?
"Manusia yang aneh..."
Celoteh Night acuh sambil meninggalkan kehebohan yang dibuatnya itu. Sang vampir kini malah berjalan keluar dari toko pakaian itu sambil memeriksa kembali pakaian baru yang tidak terlalu membuatnya nyaman. Namun ketika ia melewati seorang pria yang memiliki gaya nyaris serupa dengannya, Night tampak menghentikan langkahnya. Diliriknya pemuda itu dari atas ke bawah untuk membandingkan dengan dirinya.
"Selanjutnya alas kaki. Aku harus dapatkan yang sama dengan manusia-manusia ini,"ucapnya pada dirinya sendiri.
"Bukankah kau terlihat begitu kentara? Kampungan sekali."
Night tersentak begitu seseorang yang tak ia dikenal, tiba-tiba menghampirinya dari belakang dan mengajaknya bicara. Ketika diliriknya ternyata seorang pria berkulit hitam yang menyeringai padanya.
"If you keep acting like a fool. People might find out about your real identity," ejeknya.
"Woah, k-kau juga seorang vampire?" Night terkekeh. Ia tak percaya dapat menemukan kehadiran mahluk yang sama dengannya itu. "Aku kira aku adalah vampir satu-satunya yang tersisa."
"Kau bercanda? Kita ini mahluk abadi. Tanpa alasan yang jelas kita tak akan pernah mati."
"Jadi maksudnya masih banyak vampir yang tersisa di dunia ini, begitu?" tanya Night sangat tertarik.
"Tentu saja. Hampir 2% dari seluruh populasi di dunia. Setidaknya masih cukup kuat untuk membangun kembali kerajaan vampir yang telah runtuh."
Kerajaan vampir? Dua kata itu berhasil membuat Night terdiam. Rasa-rasanya dia memiliki ingatan yang cukup penting mengenai hal itu. Tapi apa? Sebenarnya dampak dari tidur panjang yang dialaminya membuat sebagian besar ingatannya jadi buram. Bahkan bisa dikatakan kalau Night nyaris tidak mengingat apapun selain nama serta identitas dirinya.
***