webnovel

Sky Savior

Oceana Digjaya hanyalah bubuk jasjus di Sma Yudistira. Walupun begitu Ana Memiliki impian untuk memiliki pacar yang romantis, meski akhirnya malah mendapatkan Langit Leonardo si ketua geng tak berprasaan yang Ana sebut Gorila. Jika berurusan dengan Langit, hanya ada dua opsi pilihan, Di siksa berproses atau langsung ke lubang kematian?. Rantai atau samurai? Menyeramkan, Namun berkat Langit yang Ana fikir jahat, mampu menyelamatkan kehidupan satu manusia malang, sepertinya.

Salwa_Aidah · Andere
Zu wenig Bewertungen
6 Chs

1

Langit Leonardo, cowok blasteran italia ini menatap beberapa digit nomer ponsel dengan senyum tipis. Baru saja ia mendapatkan nomer ponsel adik kelasnya. Dia murid pindahan, baru satu bulan di SMA Yudistira ini. Dan Langit, sang penguasa sekolah mengincar cewek itu untuk menjadi pacarnya.

Kemudian Langit menatap kebawah, sekarang ia tengah berada di balkon lantai dua sambil memperhatikan si cantik incarannya yang tengah berlatih paskibra. Cewek itu ternyata memilih mengikuti ekstrakulikuler paskibra.

Dia Oceana Digjaya. Biasa di panggil Ana. Awal pertemuan keduanya yaitu saat Langit bersiap pulang, dan Ana tiba-tiba saja naik ke atas motornya. Wajah cewek itu panik, Langit sudah membentaknya agar turun namun Ana memaksa jadilah langit mengantarnya. Saat itu Ana baru satu minggu di sekolah ini. Dan ia sudah berani memerintah dan naik ke atas motor kebanggaan seorang Langit. Ketua dari Veliente, geng yang pernah membunuh dua orang anak Smk sakti dua tahun lalu. Langit yang membunuh keduanya saat pertempuran. Namun karena koneksi dan kekuasaan dari Papi Langit, ia tidak di penjarakan. Bahkan guru-guru tidak berani mengeluarkan Langit dari sekolah meskipun ulah Langit sudah melampaui batas.

Sejak saat itu Langit penasaran dengan cewek yang menurutnya memiliki nyali besar karena berani dengan dirinya. Dan sekarang Langit menyukai cewek itu. Entah kenapa perasaan Langit tiba-tiba menginginkan Ana.

Kemudian Langit menoleh pada sahabatnya, Lentera Darmono. Ayah Lentera ini memiliki pabrik handuk, jadi Lentera sering di panggil Akang Handuk. "Lo ke markas duluan, gue ada urusan. "

"Dih, makasih dulu kek. Itu nomer Ana dari gue!. " Lentera memasang wajah sewot.

Langit mendelik, lalu mengibaskan tangannya membuat Lentera pergi dengan raut kesalnya.

Sepeninggalan Lentera, Langit turun dan menghampiri anak-anak paskibra yang tengah berlatih.

"Masih lama?, " Langit bertanya pada Glora,  teman sekelas Langit sekaligus senior di paskibra.

Glora melirik jam tangannya sekilas. "Udah kok, "

"Bilang sama Ana gue tunggu di parkiran. " Setelah itu Langit pergi.

Sedangkan Ana, cewek itu mencoba menutupi wajahnya dengan topi khusus latihannya. Ia sedang menghindar dari seorang Langit. Ana juga menyesal karena waktu itu memaksa Langit mengantarnya. Jika bukan karena Ayahnya Ana juga tidak akan sepanik itu. Tapi ternyata Ana malah di kejar terus oleh si ketua geng pembuat onar itu.

"Latihan selesai, kalian boleh pulang. " Kemudian semuanya bersiap, dan berbaris bersalaman ala paskibra pada kakak-kakak senior mereka.

Saat Ana bersalaman pada Glora, ia menahan Ana sebentar. "Lo di tunggu Langit di parkiran. "

Ana menoleh kaget lalu mengangguk kaku. "Iya, Mba. " setelah itu Ana pergi.

Sedikit mengenai paskibra di sekolahnya, jadi junior memanggil senior dengan sebutan Mba-Abang. Jadi jangan heran.

"Duh Kak Langit ngapain coba?!, " Ana berdecak kesal, ia malas dan takut berhadapan dengan si bosgeng itu.

Akhirnya Ana berjalan menuju parkiran. Mau tak mau ia harus menurut, kalau tidak urusan bisa panjang.

"Lelet!, " Cibir Langit saat Ana sampai di hadapannya.

Ana gugup ia segera menunduk. "Ma.... Maaf, Kak. "

"Paskibra bukannya di ajarin cepet ya?, " Langit bertanya dengan sinis.

Dalam hati Ana membatin, bagaimana tidak lelet orang bertemu si gorila. Bagi Ana Langit ini seperti gorila, karena hobinya ngamuk.

"Lo pulang bareng gue, "

Ana sontak mengangkat kepalanya. "Ngg.. Nggak udah deh, Kak Langit. Gue bisa sendiri kok. "

"Siapa yang ngizinin lo nolak?, " Langit bertanya dengan gaya seperti ketua, datar dan tegas bahkan seram membuat Ana menciut.

"Tapi Kak beneran, Gue bisa sendiri. "

Langit menepuk kepala Ana yang di tutupi topi . "gue kasih tau sama lo. Selama ini gak ada cewek yang gue boncengin pake motor kesayangan gue. Baru lo dan itu maksa. Jadi, seterusnya hanya lo yang harus ada dan yang boleh naik di motor gue. Paham?. "

Ana menelan salivanya kasar. Raut wajah Ana menegang. Apa benar perkataan Langit tadi?, jika benar berarti ia sudah seenaknya.

"Maaf Kak, gue gak tau. Tapi gak perlu--"

"Buru naik, gue gak suka cewek pembangkang dan lelet. Kalo gue bilang apa harus cepet di kerjain. "

"Siapapun yang ngeremehin ucapan gue ada hukumannya, jadi lo gak usah macem-macem dan berharap bakal lolos dari gue!. "

Ana segera naik ke atas motor besar kesayangan Langit. Ana deg-deg an, ia benar-benar tak menyangka nasib nya di Yudistira akan seperti ini jika berurusan dengan Langit.

...

"Gue harus gimana dong, Bar?!. " Ana berteriak frustasi. Membuat Ambar, teman barunya di Yudistira menghela napas di ujung telfon.

"salah elo gue gak ngikut-ngikut deh. "

Ana memukul keningnya beberapa kali. "ih ko gitu?!, Gue mumet parah!. Si Gorila terus ngejar gue. "

"terima aja, udah enak tuh peluang lo dapetin cowok paket lengkap di depan mata. "

Ana menghempas tubuhnya di kasur, lalu berguling menjadi tengkurap. "Dia nyeremin, Bar."

"tapi ganteng kan?, mana gak ngotak ngantengnya. Kaya pula, udah deh keturunan lo bakal di perbaiki sama Kak Langit yang kaya dewa-dewa gitu. "

"Lo tu gak ngasih solusi banget sih!. "

"gak perlu solusi keles, lo bakal ngalahin primadona-primadona Yudistira kalo bisa dapetin Kak Langit. "

Ana memukul bantal dengan gemas. "Lo gak ngerasain jadi gue!, kesiksa banget diri ini woi!. "

"Lo lebay, cewe-cewe seYuditira ngejar dia dan lo malah gak mau. Sarap!. "

"Lo gak tau sih, dia tu serem banget. Dikit-dikit ngomel."

"Mana gue tau, lo kan yang di deketin. "

Ana menghela napasnya. "nasib nasib, jelek amat perasaan. "

"Rezeki ini namanya, Na. Baca hamdalah cepet!. "

Ana memutar bola matanya malas. "Yang ada nyebut mulu gue tiap hari!. emosi jiwa bawaannya. "

Ana melihat layar ponselnya, satu pesan masuk dengan nomer tak di kenal. Ana bangun dari tengkurapnya. "Udah dulu ah, Bai!. "

Ana mematikan sambungan telfon lalu membuka chat dari nomer tak di kenal itu.

Unknown number : p

Unknown number : p

Unknown number : p

Unknown number : p

Siapa ya?

Unknown number : ini gue

Gue siapa sih?,  gue banyak ya!

Unknown number : langit

Ana hampir saja melempar ponselnya saat tau si gorila yang mengirimnya pesan.

Unknown number : jgn cma di read, save nmr gue.

Iya, Kak

Gorila: gue ke rmh lo skrg

Jangan kak!

Gorila: gak suka di lawan gue!

Bukan gitu kak, ih beneran jangan kesini!

Gorila: lo mau gue beliin apa?

Ana melempar bantal ke sembarang arah. Hidupnya benar-benar tak tenang.

Gak usah kak, udah mau tidur

Gorila: boong lo?

Nggak Kak!

Gorila: yaudah, bsk gua jmpt lo. No debat!

Gorila: sweet dreams

Detik itu juga Ana melempar ponselnya.