webnovel

Sky Savior

Oceana Digjaya hanyalah bubuk jasjus di Sma Yudistira. Walupun begitu Ana Memiliki impian untuk memiliki pacar yang romantis, meski akhirnya malah mendapatkan Langit Leonardo si ketua geng tak berprasaan yang Ana sebut Gorila. Jika berurusan dengan Langit, hanya ada dua opsi pilihan, Di siksa berproses atau langsung ke lubang kematian?. Rantai atau samurai? Menyeramkan, Namun berkat Langit yang Ana fikir jahat, mampu menyelamatkan kehidupan satu manusia malang, sepertinya.

Salwa_Aidah · Others
Not enough ratings
6 Chs

2

"Dia udah dapet nomer gue!, gimana dong?!. " Ana meraup wajahnya frustasi sedangkan Ambar menatap penuh takjub.

"Buseh!, Gue yakin kak Langit ngincer lo buat di jadiin pacar. " Ambar mengangguk yakin.

Ana mendengus. "Dia gitu banget jadi manusia, heran gue. Hobinya ngamuk, marah sama maksa. Setiap gue nolak pasti gini 'Gue gak suka di lawan'. " Ana menirukan gaya bicara Langit dengan nada meledek.

"Semua ciwi-ciwi Yudistira ngejar dia, Na. Lo harusnya seneng bisa di deketin duluan sama si penguasa sekolah. " Ambar menepuk dadanya keras.

Ana menggeleng dengan wajah yang kesal, lalu tangannya terkepal. "Gue benci lama-lama, ganggu ketenangan gue soalnya. "

"Bener-bener cinta maksud lo?. "

Ana bergidik ngeri."Amit-amit, jangan smape deh. "

Ambar sontak mendelik. "Sarap lo, orang-orang mohon-mohon sama Kak Langit, lah elo malah benci. "

"impian gue tuh punya pacar yang uwu kayak orang-orang. Romantis, lembut, manis, perhatian bukan yang serem kayak dia. "

Ambar menggelengkan kepalanya, lalu ia meraih pulpen untuk melanjutkan tugasnya. "Udah ah, fisika gue masih belum nih. "

"Tapi gue belum selesai, Bar!. "

"Tabung buat nanti kita cerita pas istirahat aja ya, fisika lebih penting dari pada ocehan lo. "

"Bangke!."

"berisik!. "

"Nan--"

"ANA DI CARIIN KAK LANGIT TUH!. " Itu teriakan Mario ketua kelasnya yang pita suaranya tuh melengking banget.

Semua anak kelas Ana sontak menatapnya.

"Mampus mampus mampus gue!, gimana ini?. " Ana panik, ia mengguncang tangan Ambar.

"Temuin sono, ribet lu. "

"gue ngumpet aja deh, aduh gu--"

"ANA DI PANGGIL KAK LANGIT!. " Mario kembali meneriakinya. Ana bangkit dengan kesal, melirik sekilas Mario dengan tajam lalu menghampiri Langit di depan kelasnya.

"Lelet!, " Baru sampai Ana langsung di cibir.

"Ngapain aja sih?!," lanjutnya.

Ana tak menyangkal, Langit benar-benar tampan overdosis. Apalagi dengan penampilannya yang mengenakan ikat kepala berwarna hitam, ciri khas seorang Langit. Baju yang di keluarkan dan kancing dua di atas terbuka.

"Eh, ii.. Itu lagi ngerjain tugas. "

"Temenin gue makan di kantin, " Tanpa menunggu jawaban Langit langsung saja menggenggam tangan Ana, membawanya menuju kantin.

Menggenggam.

Di genggam!

Ana menunduk sepanjang jalan, semua warga Yudistira menatap keduanya. Ana yakin setelah ini ia jadi bahan gibah satu sekolah. Dosa lo banyak!...

Bahkan mungkin sudah ada yang memotretnya dan memasukan kedalam akun lambe Yudistira. Ampunnn!

Langit membawa Ana duduk di tempat biasa Veliente duduk. Teman-teman Langit sudah menggodanya sedari tadi.

"Liat gays, Bos kita udah punya pawang. " Lentera berkata, ia bahkan bertepuk tangan.

Di sebelahnya, ada Aksara Triana. Si playboy kelas kakap. Satu minggu bisa lebih dari lima kali ia memacari cewek. Hobinya menabung wanita. Otaknya juga bobrok sama seperti Wiliam Pradipa si tukang makan.

Dan di sebelah Langit ada Saquil abimanyu,  si cowok dingin.

"Pj nya dong, Lang!. " Aksara menadahkan tangannya di depan Langit.

"Gue belum jadian, "

"Is lelet lo, buru tembak sekarang. Keburu ada yang nikung!. " Ujar Wiliam sambil memukul-mukul meja semangat.

Sedangkan Ana, hanya bisa diam dan menunduk. Seisi kantin sedang manatapnya. Dari mulai tatapan kaget bahkan tak suka. Sudahlah, hidupnya di yudistira tak akan tenang.

Langit menatap Ana yang duduk di sampingnya. Membuat Ana ikut menatapnya. "Kita jadian gak pake debat!. " Ana melongo. Ketiga sahabat Langit meneriakinya kecuali Saquil.

Ana benar-benar kaget. Bahkan ia hanya bisa menelan salivanya kasar.

"Gu--"

"Gue gak minta persetujuan lo, detik ini kita jadian. Paham lo?. "

"Wihh Abang Langit laki banget sii, " Aksara menopang dagunya dengan kedua tangan memasang wajah seimut mungkin.

"Sar, kita jadian gak pake debat. " Lentera meniru Langit tadi, menatap Aksara.

Aksara mengangguk. "Mau dong akang handuk!. "

Wiliam hanya tim tertawa dan saquil tetap stay cool.

Langit memutar matanya malas, lalu kembali menatap Ana. "Jangan diem. "

Ana tersadar, ia membenarkan posisi duduknya. "Kak Langit bercanda?. "

"Nggaklah, lo gak percaya?. " Belum sempat menjawab, Langit sudah berdiri. Menepuk tangan beberapa kali agar seisi kantin menatapnya.

"SEMUANYA LIAT GUE!. GUE BAKAL KASIH PENGUMUMAN RESMI. ANA, CEWEK YANG ADA DI SEBELAH GUE MULAI DETIK INI DIA PACAR GUE!, SIAPAPUN YANG GANGGU ANA DETIK ITU JUGA BERANTEM SAMA GUE. " Seisi kantin heboh, ada yang berteriak tak terima dan sebagian ada yang meleleh dengan perlakuan Langit.

"BUAT HARI INI JAJAN DI KANTIN GUE YANG BAYAR!. " Sorak seisi kantin ramai. Semua berlarian ke stand makanan, ada juga yang berlari ke kelas untuk memberi info pada temannya.

Langit kembali duduk, dan Ana masih setia menutup wajahnya menahan malu.

Langit terkekeh laku menurunkan tangan Ana. "See?, gue serius sama lo. "

"Gue belum jawab. "

"Gue gak minta, lo cewe gue gak pake debat!. "

Ana mengerucut kesal. Langit benar-benar pemaksa. Kalau sudah seperti ini Langit tak akan pernah bisa di bantah. Harapannya mempunya pacar yang romantis malah dapet yang serem. Nasib!.

"Asik asik!, gue pesen yang banyak ah. Lo pada mau gak?. " Wiliam berdiri dengan senang, dengan cepat menuju stand makanan.

"Sa, pulang sekolah delivery pizza 20 kotak gue yang bayar. " Titah Langit yang di angguki Saquil.

"Anjay gurinjay boskyuuu!. Pj gila-gilaan!. " Aksara berdiri, jarinya membentuk sarangheo lalu pergi memesan makanan.

Sedangkan Lentera menitip pada Aksara dan ia memilih mabar game online bersama Saquil.

"Gorila pemaksa dasar!, " Ana bergumam dan sialnya Langit mendengar.

"Bilang apa barusan?. "

Ana kaget, ia segera menggeleng. "Bukan apa-apa. "

"pulang sekolah bareng gue. "

Ana mendengus. Ia akan mencari alasan untuk menghindar dari Langit. Jika Mamanya tau kalau ia di antar cowok pasti akan kena marah.

"Gue ada latihan paskib, gak bisa. "

Langit menyentil kening Ana membuatnya memicing sinis. "Gue udah tanya Glora kalo hari ini gak ada latihan. "

Ana menegang, habislah riwayatnya.

"Lo bohong, gue gak mau lo bohong lagi. Ini pertama dan terakhir. Paham?. "

"ta.. Tapi beneran gak usah di anter kak, "

"Gue mau ke rumah lo, berani lo ngelarang gue?. "

Galak banget mass!...

Ana gelagapan. "aduh, lain kali ya?. Jangan sekarang. "

Langit memicing. "Kenapa?. "

"Pokoknya jangan, lain kali deh serius!. "

Langit bersedekap dada, menatap Ana dengan pandangan menusuk. "Ada yang di sembunyiin?. "

Ana Buru-buru menggeleng. "eh, Nggak ko kak!, itu.. Gue.. Emang gak di bolehin. Lain kali ya!. "

"Muka lo panik. "

Ana menghela napas, dan mencoba menormalkan wajahnya. "Nggak, kak. Serius, plis lain kali ya. Gue izin ke Ayah dulu nanti, "

Langit mengangguk sekilas. "Okey, kalo ada yang gak beres lo boleh lapor gue. "

"Gak ada Kak, aman!. "

"Jangan macem-macem sama gue, Na!. "

Ana mengangguk cepat. "beneran aman, suer! "

...