webnovel

Part 7

" Dek, kenapa sudah hampir sepuluh bulan aku ngga dapat persenan dari warung yang lain." Sunyi, tak sepatah kata pun Rio dapatkan dari Lila. Rio tak menyerah, dia menggeser duduknya hingga berhadapan dengan Lila.

" Warung yang kupegang juga sudah tidak pernah kamu buatkan bumbu. Beberapa pelanggan mengeluhkan hal ini, dek. Hasil racikanku tak seenak buatanmu. Bantu mas ya. Buatkan lagi bumbu racikanmu untuk warung pusat. " Lila hanya mendongak dan melirik malas pada sang suami.

Rio berusaha menekan emosinya agar tangannya tak kembali melayang. Tamparan untuk Lila hari itu masih menimbulkan rasa bersalah yang besar di hatinya.

" Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau bicara lagi?." Keluh Rio. Tangannya meraih Lila hendak membawa perempuan itu dalam pelukannya, namun dalam sekali gerakan Lila sudah bergerak menjauh. Lila seolah jijik bersentuhan dengannya.

**

Rio mengamati warungnya. Ada yang terlihat berbeda. Ayu mengubah daftar menu dan harga. Dekorasi warung pun diubah sesuai selera Ayu. Rio mengitari warungnya dengan dongkol. Dia membaca daftar menu yang baru dan menyadari jika semua menu mengalami kenaikan hampir dua puluh persen. Rio menggebrak meja hingga membuat semua pegawainya berjingkat kaget.

" Kenapa dinaikkan harganya?." Tanya Rio pada salah satu karyawannya dengan keras.

" Saya tidak tahu." Jawabnya sambil berlalu pergi. Sejak hubungannya dengan Lila bermasalah, hubungannya dengan para karyawan pun terasa berjarak. Terkadang mereka dengan pongah berani menentang perintahnya juga Ayu.

Ayu sedang mengikuti kukunya di meja kasir tak memperdulikan kemarahan Rio.

" Yu, ini kalau Lila tahu bisa makin ngamuk dia. Dekorasi ini dia yang pilih. Terus itu menu kenapa berubah, mana naik pula harganya. Bisa lari semua pelanggan kita kalau caramu jualan seperti ini." Bentak Rio tapi tak mendapat respon dari Ayu.

" Warung yang ini kan full kamu yang kelola, mas. Masak mbak Lila marah?. Serakah banget istrimu itu. Udah handle yang lain masih ngurusi warung ini. Besok minta mbak Lila buat balik nama, mas. Aku mau warung ini jadi milikku." Rio terbelalak mendengar ucapan Ayu.

" Ya ngga bisa donk, Yu. Aku sama Lila yang berjuang dari nol. Masak kamu juga minta ini atas nama kamu?." Omel Rio. Entah kenapa dia tak ikhlas memberikan bisnisnya ini kepada Ayu.

" Ya sudah, belikan aku rumah aja kalau gitu. Aku ga mau kelamaan serumah sama keluargamu mas. Selalu aja dibanding - bandingin sama mbak Lila. Aku diam bukan berarti ga peduli. Aku hanya mengurangi pertikaian di dalam rumah. Jangan dipikir mbak Lila itu benar - benar diam. Dia sedang merencanakan sesuatu untuk menghancurkan aku!." Sambil membanting serbet, Ayu bergegas pergi ke belakang.

" Ruwet amat hidup, lo." Rio berbalik mendengar suara itu. Arfan terlihat menyeringai memandangi warungnya.

" Duduk, Fan. Kebetulan kamu datang. Aku mau ngobrol. Pening ini kepala." Rio mempersilahkan Arfan duduk. Tangannya melambai memanggil salah satu karyawannya untuk membawakan minuman.

" Ada apa?." Tanya Arfan saat mereka hanya tinggal berdua.

" Sejak aku membawa Ayu ke rumah..." Rio menarik nafas panjang seakan ini hal yang berat di hidupnya. Seorang pelayan terlihat mengantarkan segelas kopi untuk tamu Rio itu.

" Semua berubah. Lila mendadak diam. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Kupikir dia akan marah dan mengamuk pada kami. Dugaanku salah, dia hanya diam tanpa suara. Bahkan saat aku khilaf dan menamparnya, dia hanya menatapku tajam. Tidak ada makian, tidak ada tangisan. Sejak hari itu, dia berhenti melakukan tugas sebagai istriku. Dia hanya melayani kebutuhan kedua adek dan ayahku. Urusanku dan ibu dia angkat tangan. Apa yang harus aku lakukan agar dia kembali mau berbicara?." Arfan menyeruput kopi miliknya sambil mengangguk - angguk.

" Lebih baik kamu pikirkan cara untuk membawa Lila ke dokter. Terkadang sesuatu hal yang traumatis dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan berbicaranya. Walaupun tidak menutup kemungkinan Lila hanya sedang mogok bicara untuk menghukummu." Jawab Arfan santai.

" Traumatis?. Aku ini cuma nikah lagi lho. Bagaimana mungkin dia traumatis?." Tanya Rio tak percaya. Ucapan Arfan seolah sebuah lelucon.

" Bagimu mungkin hal biasa, namun bagi Lila ini sebuah pengkhianatan besar. Mana ada perempuan mau dimadu dengan ikhlas. Bisa jadi itu menimbulkan luka besar yang membuatnya trauma. Menurutku sudah jelas dia terluka. Dan akh...jangan lupakan kekuatan seorang istri yang tersakiti. Kita tak akan tahu apa yang bisa dia lakukan dalam diam." Rio mencerna ucapan Arfan, sepertinya bukan ide buruk membawa Lila berobat. Mungkin ini juga dapat memulihkan hubungan mereka yang merenggang.

Terlihat seorang karyawan menghampirinya dengan tergopoh - gopoh.

" Pak, ada yang mencari istri bapak." Rio mengernyit menatap tiga orang berbadan besar memasuki warung. Arfan berbalik menatap ke arah pintu masuk, satu tangannya memegang lengan kursi , memandang ketiga orang itu sambil menyeringai.

" Maaf ada yang bisa saya bantu?." Tanya Rio sopan.

" Saya ingin bertemu dengan istri anda untuk memberikan kekurangan uang pembelian mobil. Sesuai perjanjian, hari ini kami mengambil mobil yang beliau jual pada bos kami." Rio menggerakkan kepalanya kebingungan.

" Pembelian mobil? Maksudnya?."

" Mending kamu panggil Ayu sekarang, Rio" Ucap Arfan santai sambil menyesap kopi dan mengigit kentang goreng miliknya.

Terlihat Rio menyeret tangan Ayu dan membawanya kehadapan ketiga orang itu.

" Selamat siang bu. Sesuai kesepakatan, hari ini kami ingin mengambil mobil yang ibu jual. Dan ini kekurangan uangnya." Ayu menerima amplop cokelat tebal itu sambil kebingungan.

" Saya tidak pernah menjual mobil. Anda jangan mengada - anda." Ujarnya sambil melirik ke arah Rio dengan ketakutan. Suaminya itu bahkan sudah memasang wajah singanya.

Salah satu dari ketiga orang itu mengeluarkan sebuah map berisi berkas jual beli. Arfan bangkit berdiri lalu meminta ijin memeriksa berkas tersebut.

" Ini berkasnya asli, ada tanda tangan dan ktp istrimu sebagai pihak penjual. Lebih baik kamu serahkan sekarang mobilnya. Takut jadi melebar kemana - mana." Kata Arfan pada Rio yang mematung.

Salah seorang dari mereka mengulurkan tangan meminta kunci mobil agar diserahkan. Dengan gamang Rio menyerahkan kunci dan stnk kepada ketiga orang itu.

" Mas, aku ngga pernah jual mobil itu. Ngga ada uang sebanyak itu dalam rekeningku." Ucap Ayu ketakutan. Rio tidak menjawab, dia merampas amplop di tangan Ayu.

" Cuma sepuluh juta?. Mobil itu second saja masih di kisaran seratus enam puluh juta, Yu. Kamu jual harga berapa.?" Teriakan Rio menyita perhatian para karyawannya. Hanya sekejap setelah itu mereka sibuk dengan pekerjaannya masing - masing.

Arfan mengamati berkas di tangannya.

" Istrimu menjualnya seharga seratus lima puluh juta. Seratus empat puluh juta sudah langsung di transfer ke rekening atas nama Ayundra." Ayu menggelengkan kepala sambil tergagap. Dia kebingungan karena dalam rekeningnya tidak ada transferan sejumlah itu.

Rio mengamati nomor rekening yang tercantum disana, membandingkan dengan nomor rekening milik Ayu yang dia miliki.

" I...itu. "