webnovel

Part 6

" Rio, mana jatah bulanan ibu. ini sudah tanggal lima. Biasanya Lila memberi ibu satu juta. Sekalian buat bayar arisan lima ratus ribu. Jadi total satu juta lima ratus ribu rupiah." Rio melongo mendengar penuturan ibunya. Setahu dia, Lila hanya memberikan lima ratus ribu setiap bulannya kepada sang ibu.

" Ngga...ngga. Ngga boleh mas. Kenapa ibu mintanya sama kita?. Ya minta sama mbak Lila donk, bu. Masa sama mas Rio. Toh yang pegang keuangan kan mbak Lila." Jawab Ayu sinis. Dia tidak mau membagi jatahnya dengan sang mertua.

" Aku udah ngga ada uang, bu. Aku cuma pegang penghasilan dari satu warung. Itupun akhir - akhir ini mulai sepi." Rio menimpali ucapan Ayu sebelum sang ibu bertambah marah.

" Ngga usah bohong kamu Rio. Apa semua uangmu sekarang dipegang Ayu?." Hardik Surti jengkel.

" Ya ampun ibu. Buat apa aku bohong. Aku ngga bohong. Lila sudah angkat tangan dengan semua urusan warung pusat. Entah kenapa pembeli ikutan berkurang." Surti mencembik kesal. Pasalnya dia tak percaya begitu saja dengan ucapan Rio.

" Lagian ni ya, bu. Sekarang uang mas Rio itu buat aku juga sah - sah saja. Ibu minta mbak Lila aja. Ayu ngga mau bagi jatah bulanan Ayu buat ibu." Surti setengah geram pada mantu barunya. Setengah mati dia membela hubungan terlarang mereka, tapi Ayu seperti kacang lupa kulitnya. Bahkan sekedar uang lima ratus ribu saja wanita itu tak hendak memberikannya.

" Gara - gara kamu sembrono bikin ibu jadi ngga punya uang. Pakai bawa perempuan ini pulang. Lihat sekarang, Lila sama bapakmu ga pernah kasih ibu uang. Lila juga kerjanya cuma di kamar. Mana mungkin pegang uang." Sungut Surti. Dibantingnya tas yang sedari tadi dia pegang. Surti membatalkan niatnya untuk pergi arisan bersama teman - temannya.

" Kalau ngga pegang uang, kenapa persediaan sayur selalu komplit?. Padahal aku tidak pernah lagi memberikannya jatah bulanan. Lila pasti keluar kan?. Dia juga pasti tiap pagi ke warung mengantar bumbu. Nyatanya semua warung cabang masih beroperasi, bahkan lebih ramai dari pusat." Kata Rio sambil meneruskan sarapannya. Sementara Ayu masih menatap sang mertua seksama. Dia tak mau kecolongan. Jangan sampai Rio memberikan uang pada sang ibu.

" Ibu ngga pernah liat dia keluar. Ibu kan sibuk sama teman - teman ibu. Kulkas selalu penuh karena Rara sama Ridwan yang belanja setiap pagi. Uangnya dikasih bapak. Jatah bulanan ibu sekarang buat nutup semua yang biasanya dibayar Lila. Mana banyak lagi, uang listrik, sampah, belanja bulanan." Gerutu Surti sambil mengawasi kondisi dapurnya yang seperti kapal pecah. Ayu baru saja mencoba membuat soto, namun yang dirasakan oleh Surti bukanlah rasa soto. Melainkan hanya air bening berwarna kuning dengan rasa asin yang mendominasi. Bahkan sepertinya menantu barunya itu tak bisa membedakan mana kunir, jahe ataupun Laos. Semua berbaur menjadi satu. Sejenak Surti menyesali keputusannya membiarkan Rio menikah kembali. Perempuan di hadapannya ini bahkan tak ada seujung kuku dengan Lila kelebihannya.

" Aku jadi susah mau shoping - shoping." Terusnya geram. Surti memutuskan memasak makanan karena tak berselera dengan hasil masakan Ayu. Tangannya masih memilah - milah sayuran yang hendak dia masak. Dia tak bernafsu dengan masakan Ayu yang tidak aja buruk di rasa tapi juga penampilannya.

Setiap pagi dia melihat Lila memasak, namun menantunya itu seperti tak melihat kehadirannya. Selalu hanya empat porsi yang tersaji dan langsung mendarat tepat di hadapan suami dan kedua anaknya. Surti tak pernah lagi mencicipi enaknya masakan Lila.

Rio melihat Lila keluar kamar. Langkahnya mantap menuju ke arah dapur. Lila berjongkok mengambil beberapa bahan yang dia butuhkan dari dalam Kulkas. Surti memilih mundur dan membatalkan niatnya memasak. Siapa tahu kali ini Lila berbaik hati membagi sedikit untuknya. Rara dan Ridwan yang baru saja datang melihat semangkuk soto panas terhidang di atas meja makan.

Ridwan dan Rara mengambil sendok kemudian mencicipi kuah soto didepannya. Tak sampai lima menit keduanya berlari ke wastafel lalu bergantian mengeluarkan isi perut mereka. Lila mengulum senyum menahan tawa.

" Mbak, itu soto apa rendaman cancut?. Rasanya ya ampun, nggilani. Tumbenan banget sih masaknya ngga berbentuk. Itu mbak Lila yang masak kan?." Lila hanya mengedikkan bahu sambil melirik ke arah Ayu saat mendengar pertanyaan Ridwan. Selarik senyum mengejek terpampang di bibir Lila.

" Huwaaa kita nyobain rendaman kolor kunti." Rara tiba - tiba berteriak histeris saat menyadari itu bukan masakan Lila melainkan masakan Ayu.

Ayu menekuk wajahnya mendengar ucapan kedua iparnya itu. Lila masih sibuk menggoreng telur, namun bibirnya menyunggingkan senyum geli. Menggigit bibir bawahnya agar dia tak tertawa terbahak.

Satu tangannya mengambil dua piring nasi goreng dan hendak menaruhnya di hadapan iparnya.

Tangan Ayu dengan cepat menyambar kedua piring itu lalu memberikan pada Rio. Satu piring langsung dia lahap tanpa permisi.

Rara dan Ridwan yang hendak mengambil kembali piring itu terdiam saat Lila menyeringai sambil menggeleng. Dengan tenang mereka duduk kembali di sebelah Kamto yang baru saja datang.

" Biarkan saja, maklum mereka jarang makan enak." Sindir Kamto. Surti yang melihat Rio makan segera meminta pada Lila untuk dibuatkan seporsi nasi goreng juga.

" Ibu sekalian ya, Lil. Laper banget ini." Ujarnya memelas. Tanpa memandang sang mertua, Lila mengulurkan sepiring nasi goreng ke hadapan Surti.

Lila berjalan menuju lemari di sudut. Sebenarnya dari pagi tadi dia bahkan sudah menyiapkan sarapan sekaligus memantau orang kepercayaannya mendistribusikan bumbu.

Sepiring nila goreng dan cumi tepung tersaji di depan kamto dan kedua anaknya. Rio serta Surti hanya dapat menelan liur membayangkan kelezatannya. Kamto terkekeh sementara Rara dan Ridwan membekap mulutnya menahan tawa.

Lila dengan santai mengambil sepiring nasi dan mengalasinya dengan cumi tepung. Ayu memberengut kesal, tangannya masih sibuk memasukan suapan demi suapan nasi.

" Dek, habis ini kita ngobrol ya. Mas, udah lama ga denger suara merdunya dek Lila. Mau kan?."

" Huek....Tiba - tiba pengen muntah denger buaya buntung ngegombal." Kata Kamto ketus. Rio hanya menunduk tak berani memandang wajah ayahnya.

Rio mengekor di belakang Lila yang sibuk membereskan meja makan. Ayu yang melihat Lila membereskan meja pun dengan santai beranjak hendak pergi. Langkahnya terhenti ketika tanpa suara, Lila melempar piring bekas makan Ayu dan Rio tepat di depan keduanya.

Wajah Ayu pias melihat Lila menatapnya tajam tanpa suara.

" Beresin itu, jangan cuma tahunya makan doank. Terlalu menghayati peran jadi benalu juga ga bagus buatmu." Tegur Kamto sambil melewati Ayu dan Surti begitu saja.

" Kamu juga bu. Hentikan foya - foya dan arisan ngga jelasmu itu. Nanti kalau Lila pergi, minimal kamu ga kaget dengan semua pekerjaan di rumah." Perkataan Kamto seakan menampar telak Rio. Istrinya Lila sudah mulai mempersiapkan diri untuk pergi.