webnovel

Perintah Dadakan

"Aku kira kamu tadi meragukanku. Aku lebih baik diacuhkan ketimbang aku tidak dipercayai. Terima kasih," ujarnya. Keduanya menikmati perjalanan.

Setelah mengantar suaminya Kanaya merasa tidak tenang, dia menyibukkan diri agar tidak teringat Azam.

Akhirnya setelah seharian tidak bersama Kanaya menjemputnya. Namun, keduanya saling canggung dan Kanaya sadar jika Azam lelah juga. Azam terlihat tidur pulas di dalam mobil. Diam-diam pun Kanaya teringat akan awal pernikahannya.

Flashback.

Di depan Rumah megah dan besar bercet putih salju, terlihat sosok pria penuh beruban yang sedang sibuk memotong rumput, dan seorang pria paruh baya menyiram tanaman bunga yang sangat mahal.

Jenis bunga apapun ada.

"Paman Opa ... Aku berangkat, Opa ... Sudah, nanti lelah sudah usia seratus tahun itu harus istirahat, ayolah pria tampanku." Wanita berkemeja yang jasnya diletakkan di lengannya, dia berjalan sambil merapikan bajunya.

Wanita cantik berkulit putih dengan tinggi semampai.

"Makanya itu kamu cari suami, jangan yang matre, yang tulus gitu lo. Oh ya, Kanaya. Paman akan mengajakmu ke Bogor, jadi cepat selesaikan tugas kantor agar bisa cuti," jelas Opanya.

"Opa jangan mikirin aku kalau ada jodoh pasti bertemu kok, jika Opa tetap membahas soal wanita nanti kita malah berdebat."

"Naya, Oma sudah tua apa salah jika ingin melihat cucu pertamanya menikah, lihat Risya dari remaja sukanya bawa cowok, sebenarnya Opa selalu sesak jika dia bertingkah seperti itu, sedang Nisya sama, sama kamu, dia belajar terus, ya ... Opa minta ya sama kamu," ujar Opa, Kanaya mainan ponsel tapi dia menyimak ucapan pria renta itu.

"Opa, aku sayang sekali sama Opa, cari jodoh itu bukan hal mudah, plis deh ... Mending Opa cariin istri untuk Galih kasihan tuh Fariz, baby sister sudah berumur carikan yang muda, agar bisa di halalin juga sama Galih, kan Ponakanku yang butuh Ibu," ujar Kanaya meraih tangan Omanya dan segera berjalan melarikan diri dari teguran Omanya.

"Kanaya, jantung," bicara Opa dengan penuh tenaga Kanaya tidak memperdulikan karna tahu itu hanya ekting dari Opanya.

Kanaya berumur 31 tahun ini paling malas kalau membahas soal pria. Dia mengendarai mobil mewah pajero terbaru berwarna putih. Wanita keren ini sangat disiplin, tegas dan sangat bersih, sampai di kantor, para gadis berpakaian rapi berjejeran intuk memberikan map. Kanaya mengambil satu persatu, tanpa melirik salah satu skertarisnya.

"Hai Ria," panggilan Kanaya membuat semua merasa iri. Salah satu wanita melangkah. "Stop," suara Kanaya sangat menakutkan.

"Iya Pak," jawab Ria dengen suara bergemetar.

"Kurangi lipstikmu, dan kalian bukan seperti pekerja tapi malah seperti penggoda, rok kurang ke bawah, jaz kurang besar dan make up kurang tipis," tegurnya lalu berjalan masuk ke ruangan.

Di dalam ruangan ada gadis berpakaian biru, itu adalah seragam OB.

"Jeh ... Siapa namamu? Lain kali ... Kurang pagi, oke!" nada bicara Kanaya, gadis itu hanya mengangguk dan akan pergi. Kanaya melihat debu.

"Hai ..." Kanaya memanggil tapi sibuk dengan laporan di mapnya.

"Iya Nona."

"Lihat nih, masih kotor! Bisa kerja tidak sih, suasana bersih itu nyaman, yang bersih! Atau kamu ingin aku pecat, Ha! Heh ... Bikin nggak mood, pagi-pagi sudah membuat emosi," ujarnya lalu pergi dengan membanting map, map itu.

Gadis itu hanya merunduk dan menangis sambil terus memedang dadanya yang sakit. Dia mengambil satu-persatu kertas yang berserakan.

"Pastas saja tidak dapat jodoh galaknya MasyaAllah," gumamnya.

Kanaya berada di parkiran ponselnya berdering.

"Hai ... Kanaya kan?" panggil pria tampan Kanaya segera masuk ke dalam mobilnya karna tidak mendengarnya.

Wanita angkuh itu segera menginjak Gas mobil, namun rem mobil juga di injaknya.

"Heh ... Aku melupakan sesuatu, jika pulang dan bermain dengan Faris, Opa pasti mencari cara agar berhasil menjodohkanku. Lebih baik aku bayar orang saja untuk jadi pacar bohongan," pikirnya, dia kembali turun dari mobil.

"Naya ... Ih," keluh pria yang lalu menghampirinya.

"Aku lupa, siapa?" tanya Kanaya acuh dan fokus ke ponselnya.

"Bagaimana bisa kau mengingatku jika penglihatanmu fokus ke layar ponsel," tegurnya lalu menarik dagu Kanaya.

"Jangan pegang-pegang! Ups. Teguh, iyakan?" tanya Kanaya, mereka berjabat tangan.

"Mari makan, sibuk tidak?" tanya Teguh.

"Aku sih selalu sibuk," jawab Kanaya.

"Sesekali tiga puluh menit, yuk," ajak pria itu, Kanaya mengangguk dan mengunci mobil lalu berjalan dan masuk ke salah satu kafe di depan kantornya.

"Hih ... Sibuk muluk sih," tegur Teguh ke Kanaya yang fokus dengan ponselnya, semua perhatian Kanaya ke ponsel itu.

"Bagaimana lihat tuh tugasku," Kanaya melihatkan layar ponselnya. Teguh tertawa saat tau bukan tugas penting melainkan menyelesaikan game.

"Hehehe Ya ampun ...."

"Baiklah, kita boleh saja bertemu kapanpun, asal satu jangan membahas soal pria," tegur Kanaya sebelum masuk ke topik perbicangan.

"Naya. Naya, bagaimana bisa dulu kamu playgirl dan sekarang seperti muak pada pria,"

"Plis jangan bahas itu, tolong kisahkan saja cerita hidupmu," pinta Naya, Teguh tertawa kecil.

Dretttt

Dretttt

"Halo Risya,"

"Kak. Opa ...." teriak Risya, Kanaya terkejut dia berdiri.

"Sya kamu di mana? Aku pamit Guh," Kanaya bergegas dan berjalan cepat. Dia masuk kedalam mobil, menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Ya Allah ... Aku kira tadi Oma hanya pura-pura makanya aku abaikan, namun ternyata Oma serius, bagaimana jika Oma, hef ... Mending aku turuti apa maunya," dia terus bicara sendiri dengan penuh penyesalan.