webnovel

Dijodohkan

"Sya kamu di mana? Aku pamit Guh," Kanaya bergegas dan berjalan cepat. Dia masuk kedalam mobil, menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Ya Allah ... Aku kira tadi Oma hanya pura-pura makanya aku abaikan, namun ternyata Oma serius, bagaimana jika Oma, hef ... Mending aku turuti apa maunya," dia terus bicara sendiri dengan penuh penyesalan.

Mobil berhenti di parkiran depan Rumah Sakit Ar Rahmah Jakarta pusat. Kanaya turun dari mobil. Dia segera berlari, langkahnya semakin cepat, melihat Risya meronta dan menangis tersedu-sedu.

"Hah ... Pasti ekting karena Galih dan Nisya tidak terlihat jelas, saja ini modusnya Opa dan paman," gumam Kanaya masuk dengan akting menangis.

"Opa ... Aku akan menuruti semua keinginan Opa, oke aku mau di jodohkan, dengan pria pilihan Opa, Opa ... Opa ..." Kanaya menangis sesenggukan di lengan keriput Opanya.

Opa dan Risya saling melirik, Kanaya mengangkat wajah dan memergoki Opanya yang mengode Adiknya.

"Aku tau ini hanya hoax, kalian pura-purakan? Sya, bohong karna butuh uang sungguh tidak layak, dan Opa karna masalah perkawinan. Baiklah Opa nikahkan saja aku, tapi jangan salahkan jika aku tetap acuh kepada suamiku," ucapan Kanaya membuat Omanya menangis.

"Hek hek heks, kamu malah berkata seperti itu, terserah kamu jika mau melajang jangan lagi bicara sama Opa," ujar Opanya menghapus air mata dan sangat kesal dengan Kanaya.

Kanaya duduk di sofa merasa lelah dengan penat saat membahas soal nikah.

"Kak, lagian pria itu pelindung, Kak ayolah pikirkan Kakak sendiri, kami sudah baik-baik saja, giliran Kakak hidup bahagia," sahut Risya ikut duduk dan merangkul Kakak pertamanya.

"Kak, selama ini setelah Mama dan Papa meninggal Kakak sibuk kantor, Kak Galih juga sibuk dan sekarang Nisya juga mulai kerja, jadi sekarang ayo pikirkan kehidupan Kakak. Hidup akan berwarna dengan adanya keluarga, apa lagi kalau Kakak melahirkan." Risya terus membujuk.

"Masalahnya aku tidak ada hati, masa menjalani pernikahan karena terpaksa, kan malah menyiksa, dengar remaja baru gede. Semua itu butuh proses, masa ujug-ujug nikah?" Kanaya menatap Adiknya penuh curiga.

"Kak, ih serem jangan memandangku. Aku beneran dukung," Risya risih dan takut akan tatapan tajam Kanaya. "Ih takut ah ...." Risya melarikan diri.

Di ruangan itu Kanaya mendekat ke Opanya, menarik kursi lalu duduk menggenggam erat tangan yang kendor dan keriput.

"Sudah cukup baktimu, Adik-adik mu sudah mulai dewasa, Risya walau begitu sudah tidak nakal lagi, sudah berhenti dugem walau kuliah belum lulus, dan Nisya juga sudah sibuk di kantor, kini tinggal kamu CEO merana," ucapan Opanya meledek.

"MasyaAllah, aku tidak merana ada Opa dan yang lain apalagi si kecil Fariz. Opa ... Aku rilex dengan kehidupanku, tapi jika Opa memintaku untuk menikah, baik aku akan berusaha cinta, tapi kalau tidak bisa cinta aku harus bagaimana? Bukankah aku akan menyakiti hatinya. Opa pasangan yang aku lihat sempurna yaitu Galih dan Almarhum istrinya, saling cinta dan bahagia. Aku sendiri tidak tau bagaimana cara menumbuhkan cinta sedang aku hanya memcintai Opa semata,"

"Gombal Nis," karena usia Opanya sering keliru memanggil nama.

"Naya Opa," sahutnya cepat.

"Mereka bisa saling bahagia dengan adanya landasan ilmu agama, Adikmu itu religi beda dengan kamu dan si kembar, dia merasa mudah karna tidak memberatkan masalahnya, dia rilex dan tawakkal dan ikhtiar, melakukan apa pun yang sudah dicontohkan bahkan mengambil sikap pun dia mencontoh sunnah Rosul, kamu saja solat masih di gabung-gabung, masa boleh seperti itu," protes sang Opa sambil memencet hidung mancung milik Kanaya, Kanaya hanya cenge-ngesan.

"Kamu sibuk kerja tapi lupa Allah lah yang sudah memberi segalanya dan seharusnya rasa syukur itu cukup dengan lakukan yang diwajibkan, menambah sunnah akan lebih sempurna, tapi Opa belum percaya sama kamu, jadi ... Yang terpenting adalah jangan tinggalkan solat lima waktu," tegur Opanya.

"Bagaimana ya Opa, takut tidak diterima sih karna tidak khusyuk," bantahnya.

"Sombong kali kau," tegur Opanya berlogat Batak dengan nada marah. "Diterima atau tidak yang penting solat, jangan sok. Jangan lagi membantah, Opa tidak suka, kamu mau Ayah dan Mamamu disiksa karena putrinya membangkang, kamu itu sama saja masa Galih, eh siapa itu lupa aku," Omanya berpikir.

"Risya Oma ...." jawab Kanaya.

"Oh iyo, Nisya, dengar Nis eh ... Naya

tetap harus solat, kalau kamu berprinsip seperti tadi setan akan tambah senang dan terus membujukmu agar kamu tidak melaksanakan solat, kalau kamu nunggu kamu bersih tanpa dosa itu namanya takabbur, dan kamu tidak tau panjang pendeknya umurmu, kamu mau is death dengan banyak dosa?" tanya Opanya, Naya tertunduk pasrah dan hanya meneguk ludah, dia menggelengkan kepala.

"Makanya solat, eh tapi kamu paling tidak hapal Doa qunut, tahyat akhir iya kan?" tanya Opanya serius wanita itu hanya memainkan bibirnya.

"Oma itu sudah jelas," jawabnya ringan.

"Heh ... Ya Allah ... Yang dibawa mati itu amal bukan harta, Opa pusing kali ini mikirin kamu dan Nis, eh Sya, kalian yang paling sulit di atur, kamu mau di jodohkan dengan pemuda benama Khairul Azam? Dia pemuda solih IngsyaAllah."