webnovel

Judes

Tiupan angin terhembus sahdu menerpa tirai. Senja beranjak dan datang waktu malam. Azam menjadi imam solatnya, tanpa berdizikir Naya berdiri dan segera mengambil ponsel.

"Heh Nona ... kamu manusia kan? Kok tidak berdzikir, itu sama saja manusia berakal kera tolah toleh cus. Pergi begitu saja, lupa sudah diberi kekayaan dan kesehatan?" tegur Azam lalu mengaji tidak mau mendengar kebisingan dari suaminya Naya malah pergi.

"Ih ... dasar, semoga aku bisa sabar," gumam Azam lalu lanjut mengaji.

Sementara Naya sudah berada di dalam mobil dia berusaha menyalakan mesin.

"Ceh kehabisan bensin, niat mau menghindari pria cerewet malah tidak tepat, lebih baik aku tidur di sini," gumamnya.

Angin malam ngiungan nyamuk membuatnya dia terbangun, akhirnya dia kembali ke kamarnya.

Melihat Azam tertidur dengan sarungnya, terlihat jelas wajah ayu berseri yang cerpancar.

"Hai ... bangun, heh ... Hai ...."

"He tarik tanganku ...." pintanya dengan suara serak dan terlihat malas, dia melepas sarung tepaksa berdiri lalu kakinya terlilit sarung, dia menjatuhi tubuh istrinya untung saja Azam memakai boxer, seketika mata indah itu menatap bersamaan di satu tujuan.

Azam tidak menyingkir malah terus menindih istrinya sambil meletakkan kepala dan telinga di dada yang di dalamnya penuh dengan guncangan jantung berdetak.

Naya mengangkat lengan Azam, namun Azam sengaja melemaskan tubuhnya agar Naya tidak kuat. Ada sesuatu yang bergerak di bagian, Azam segera mengangkat kepala sepertinya dia malu.

"Heh kalau minta tutup dulu tirainya," ujar Naya menantang, Azam segera bangun dia terlihat panik dan sangat cemas.

'Apa dia benar akan melakukannya? Aku harus bagaimana ... bodohnya kenapa aku tadi memancingnya kalau aku sendiri belum berani, aduh ....' batin Naya terdiam dan terus berpikir sambil mengigit kukunya, wajah cemas gelisahnya membuat Azam menahan tawa.

"Setelah menawarkan diri kamu malah ketakutan," gumam Azam.

Azam bangun dia menarik semua tirai sampai tertutup, Naya meneguk ludah tegang saat tau suaminya menutupi tirai. Dugapan jantung yang semakin tidak terkendali seperti ada kembang api yang menyala-nyala.

Raut wajah yang sulit dijelaskan tangan yang mulai mendingin berkeringat dia meremat kain roknya. Kakinya terus bergerak senada dengan detak jantungnya.

"Kurang wangi, bersihkan dirimu," titah Naya dengan melempar handuk. Lalu berbaring di ranjang.

'Sok menggoda aku tau kamu ketakutan saat aku tantang, tidak mungkin juga aku mengeluarkan air cinta denganmu, lebih baik dengan bantal,' batin Azam.

Azam menghela napas, lalu berjalan ke kamar mandi. 'Mungkin ini memang sudah waktunya aku melepaskan kesucianku, semoga dengan baktiku dia bisa mencintaiku sepenuh hati,' Azam akan pasrah namun terlihat jelas ada ketakutan kegelisan yang paling banyak adalah rasa gugup.

Setelah selesai Azam menepuk dahinya dia lupa tidak membawa baju dia akan memakai baju yang tadi, namun tiada disangka dia malah menjatuhkan bajunya yang tadi.

"Aduh ... groginya aku hingga lepas kendali, aduh ... masa aku hanya sarungan, ah ... biar lah, laki-laki kan harus gantle," gumamnya lalu meneguk ludah berkali-kali.

Dia membuka pintu, Naya tengkurap dengan ponselnya, dia melangkah pelan. Setiap tiga detik sekali dia meneguk ludah dan debaran yang sangat mengacaukan, dia dengan pelan membuka lemari.

"Sudah siap?" tanya Naya lalu berbalik arah duduk namun matanya tetap menghadap ponsel.

Glek ...

"Kamu tegang ya? Suara menelan ludah sampai kemari," ujar Naya semakin menggoda, Naya lalu meletakkan ponselnya.

Azam malah mendekat dengan melepaskan sarungnya lalu entah melemparnya kemana dan hanya menyisakan boxer yang dikenakannya.

Langkahnya mendekat kepada istrinya, Naya berbalik badan, berdiri tepat di belakang Azam.

'Niatnya aku hanya menggodanya, namun kenapa ada yang bangun,' batinnya, bagaimana tidak datang gairah jika wanita di depannya sangat wangi dengan kulit putih yang mulus.

"Ayo siapa takut!" tantang Naya lalu membuka kancing piamanya.

Datang angin menerpa bagian atas terlihat jelas itu sangat menggoda, Azam kembali meneguk ludah dan menyatukan.

"Jangan kepedean. Aku belum akan memberikan," bisik Naya lalu melangkah berbalik arah, Azam menarik lengannya lalu menginjak kaki istrinya.

"Au ...." teriak Naya lalu duduk di pinggir ranjang.

"Jangan bercanda lagi, menafkahi batin itu wajib, kalau kamu takut dosa makanya kamu mau ... tapi kamu dengan mudahnya mengatakan kepedean," ucapan Azam sangat cepat, pria tampan itu segera mengambil pakaian di lemari.

Selang beberapa menit dia kembali Naya masih sibuk merasakan sakit di kakinya.

"Maaf, ih ... gara-gara mandi, haccing ... ha_ha hah ... tidak jadi, est ... demi kamu malah tersiksa," gumam Azam lalu berbaring dengan menutup semua dengan selimut.

Naya melihat suaminya lalu ikut naik ke atas ranjang dan berbaring. Naya membelakangi suamiya, Azam tidak henti bersin suaranya mengigil kedinginan. Tapa kata dan tanpa basa-basi Naya mendekat lalu memeluk suaminya dari belakang.

"Apa lagi?" tanya Azam.

"Jangan cerewet!" tegur Naya segera menyelah suaminya. Azam berbalik arah membalas pelukan itu.

"Apa ini sebuah rasa bersalahmu? Penebusan?" tanya Azam. tanpa berkata tangan besarnya menyumpat bibir tipis kecil itu.

"Ih, lepas. Kamu ingusan, Huh ... jorok banget sih," keluh Naya bangun dari tempat tidur.

"Kan kamu tadi yang minta, jadi ya seperti ini hajjcing ... ha_hajjcing, est ..."

"Heh ...." Naya benar-benar muak, dia tidak betah lalu bangun dan keluar dari resort.

Azam duduk di atas ranjang sambil main ponsel, karna hidung yang tersumbat dia tidur dalam posisi duduk.

Semenatara Naya menikmati malam berbintang lalu berbalik tanpa sengaja matanya melihat sepintas lalu mengulangi apa yang dilihatnya.

"Hi ... kenapa tadi aku memeluknya. Ih ... kok merinding sih." Naya merinding lalu bergegas masuk, dia segera menutup tirai lalu beranjak naik ke ranjang.

"Pernikahan itu bukan sekedar memasakkan, kalau hanya masak kan bisa belu ke Bude Nah, Yah, Sati. Pernikahan itu juga bukan sekedar mencucikan baju salah satu pasangan, kalau mencuci laundry juga banyak. Pernikahan itu sama-sama belajar, menerima kelebihan dan kekurangan, jika mandi malam aku begini terus bagaimana Ha ..." ucap Azam mengrutu dengan mata tertutup rapat.

"Tidak terjaga tidak terlelap tetap saja cerewet, heh ..." Naya sangat pusing dia mengambil bantal lalu menutupi telinganya.

'Kenapa aku merasa jahat dan judes ya, ah ... dia tipe suami patuh istri sih. Ah ... jangan merasa bersalah Naya. Lagian ini pernikahan sementara,' batin Naya berusaha tidur.