Saat aku kembali kerumah, aku langsung bergegas ke kamar mandi karena aku takut lukaku terlihat oleh ibu. Aku langsung mandi dan melihat tangan ku yang mendapatkan luka sayatan akibat pisau pencopet tersebut.
Aku membersihkan luka tersebut dan mengobatinya.
Setelah aku mengobati lukaku itu di kamar mandi, aku langsung keluar dan mencari perban luka. Namun ibu ku melihat aku yang sedang kebingungan membuka lemari dan terlihat seperti mencari kemana kemari.
"Kamu nyari apa?" ucap ibu
"Ah nyari sesuatu Bu" ucap ku
Ibu terlihat curiga dan langsung mendekati ku.
"Tangan kamu kenapa?" ucap ibu
"Ah ini bu tadi jatuh" ucap ku mencari alasan agar ibu tidak khawatir
"Kamu jangan boong" ucap ibu
"Beneran Bu ini jatuh" ucap ku
"Kamu abis berantem?" ucap ibu
"Ga berantem Bu" ucap ku
"Ya udah kalo kamu gamau bicara jujur" ucap ibu
Ibu langsung mengambilkan perban dan menutupi lukaku. Ibu hanya diam dan tidak berkata sedikit pun. Aku merasa sangat bersalah karena tidak berani untuk berbicara jujur kepada ibu.
Malam pun tiba dan aku makan malam bersama ayah dan ibuku. Kami menyantap makanan sambil berbincang bincang. Lalu ayah pun melihat tangan ku yang di balut oleh perban kecil untuk menutup luka.
"Kenapa tangan kamu rul?" ucap ayah
"Gapapa yah" ucap ku
"Kamu abis berantem?" ucap ayah
"Ga kok yah" ucap ku
Aku terdiam sesaat, aku merenungi bahwa semestinya aku membicarakan ini kepada mereka. Aku tau aku masih lah bagian dari keluarga ini dan tidak ada yang bisa aku sembunyikan di keluarga ini. Aku memutuskan untuk bercerita kepada mereka.
"Ayah, ibu, aku abis ngelawan pencopet" ucap ku
Mereka terlihat tidak percaya dan mereka menatap ku dengan mata yang sangat tajam.
"Kamu seriusan lawan pencopet?" ucap ayah
"Iya yah" ucap ku
"Kenapa kamu ngelawan mereka?" ucap ayah
"Teman ku, Annisa dan Salju dicopet sama dua orang pemuda" ucap ku
"Dimana kejadiannya?" ucap ayah
"Di arah pulang ke rumah salju yah" ucap ku
"Kamu melawan mereka dengan apa?" ucap ayah
"Aku melawan dengan penggaris besi yang ada di tas ku yah" ucap ku
"Bagus lah, kamu masih memiliki keberanian untuk melawan mereka" ucap ayah
"Apa ayah benci aku?" ucap ku
"Ga, ayah salut sama kamu" ucap ayah
"Makasih yah" ucap ku
"Ga banyak orang yang mau melawan para pencopet atau penjambret, mereka biasanya langsung pasrah dan memberikan barang mereka, mereka ga berani untuk memberikan perlawanan" ucap ayah
"Iya yah aku ga terima teman ku di sakitin begitu" ucap ku
"Terus salju dan Anisa gimana?" ucap ayah
"Mereka ga kenapa kenapa yah, cuma luka dikit karena jatuh dari motor" ucap ku
"Mereka ditusuk pisau ga?" ucap ayah
"Ga yah" ucap ku
"Alhamdulillah" ucap ayah
"Tapi mungkin mereka bakalan trauma karena kejadian itu yah" ucap ku
"Yah mungkin itu sisi negatifnya tapi sisi positifnya adalah mereka bakalan lebih menjaga diri lagi saat sedang diluar" ucap ayah
"Terus pencopet itu gimana? udah ketangkep?" ucap ayah
"Aku berteriak ke warga sekitar, karena mereka sempet kabur jadi mereka lebih deket ke pemukiman warga" ucap ku
"Dihajar lagi sama warga?" ucap ayah
"Kayak nya sih iya yah, tapi seingat aku mereka langsung di giring ke polisi" ucap ku
"Baguslah kalau begitu, besok besok kamu harus jaga diri lebih baik lagi" ucap ayah
"Ya udah sana kamu selesai kan makan kamu terus langsung tidur" ucap ayah
"Iya siap yah" ucap ku
"Besok kamu mau izin sekolah atau masuk?" ucap ayah
"Sepertinya aku masuk saja yah" ucap ku
"Emang gapapa?" ucap ayah
"Gapapa yah luka kecil ini mah" ucap ku dengan senyum yang ku tunjukkan kepada ayah
"Ya udah kalau gitu" ucap ayah
Aku meninggalkan meja makan dan langsung beranjak ke kamar ku, aku menatap layar handphone ku.
Grup wa kelas ku sangat ramai, kemungkinan berita bahwa kami berempat melawan pencopet sudah menyebar luas. Karena sosial media sekarang sangat mempercepat laju dalam sebuah berita atau pun gosip.
Aku langsung membuka grup wa dan melihat isi percakapan digrup kelas ku. Benar saja, mereka sedang membahas aku dan Joe yang tadi sore melawan pencopet, yah bagiku itu bukan aksi heroik, karena aku sangat panik dan tidak mengerti apa yang aku lakukan. Aku langsung mengetik di grup.
"Aku dan Joe baik-baik saja" ucap ku di pesan grup wa
"Hey rul, lu beneran ga kenapa-kenapa?" ucap salah satu teman ku
kemudian teman ku yang lain pun juga menyambut chat ku tersebut, aku bersyukur bahwa teman-teman ku masih saja mengkhawatirkan diriku.
"Rul besok-besok kalo begitu lagi, lu telpon gua aja, biar kita pukulin rame rame" ucap Syawal
"Ya nanti gua kabarin lu" ucap ku
Aku pun dihibur oleh candaan teman teman ku . lalu tiba tiba ada pesan masuk dari Salju
"Rul" ucap salju
"Iya kenapa?" balas ku
"Lu udah ngobatin luka lu?" ucap salju
"Iya udah kok" ucap ku
"Makasih ya udah dibantuin tadi" ucap salju
"Iya sama-sama, udah semestinya begitu" ucap ku
"Lu udah ga takut lagi kan?" ucap ku
"Udah mendingan kok" ucap salju
"Ya udah istirahat" ucap ku
"Iya rul makasih" ucap salju
"Besok lu masuk sekolah?" ucap ku
"Iya masuk" ucap salju
"Ya udah sampai ketemu di sekolah" ucap ku
"Oiya besok ngumpul kir" ucap salju
"Iya makasih di ingetin" ucap ku
Kami pun mengakhiri percakapan dan tak terasa hari sudah semakin larut. Aku pun langsung tidur agar tubuhku segar dan siap beraktivitas esok hari.
Di dalam kamar ayah dan ibu, mereka saling bercakap cakap
"Yah Rullan makin dewasa" ucap ibu
"Iya" ucap ayah
"Apakah dia akan baik baik saja kalau seperti itu yah?" ucap ibu
"Santai saja, dia sedang mencari jati dirinya, biarkan dia melakukan apapun yang ia ingin lakukan" ucap ayah
"Tapi yah, takut nya dia bertemu dengan orang orang seperti itu lagi" ucap ibu
"Kalau dia bertemu orang orang seperti itu lagi, dia sudah tau apa yang dia lakukan'' ucap ayah
"Ya sudah, semoga kita semua diberikan perlindungan oleh Allah" ucap ibu
"Aamiin" ucap ayah
Mereka pun tertidur, pagi pun tiba dan aku bangun dan melaksanakan sholat subuh.
Aku siap melaksanakan hari ku dengan penuh semangat.
"Rul" ucap ayah
"Apa yah" ucap ku
"Apapun masalah yang kamu hadapi, jangan lupa dengan Allah, selalu sertakan Allah dan pasti hidup mu akan baik baik saja" ucap ayah
"Baik yah aku bakalan inget" ucap ku