webnovel

Perdebatan Berujung Dendam

Firman menatap Revan putranya sinis.

"Apa kamu sendiri bahagia setelah kamu menikah dengan perempuan itu, si Karin?" bentak Firman kepada Revan, putranya.

Revan terdiam, menatap bingung dengan pertanyaan ayahnya. Tiba-tiba Karin istri Revan datang langsung menyelonong masuk ke dalam. Firman, Kania terkejut melihat kedatangan Karin dengan tatapan sinis melihat mereka. Revan pun menoleh ke samping menatap istrinya. Karin tersenyum membelai dada suaminya.

"Udahlah, Sayang, kita nggak mungkin diperbolehkan untuk ikut campur masalah Adik kamu ini dengan papa kamu ini. Lagian Papa kamu ini selalu membenci kita, kan, Sayang? Jadi lebih baik kita pulang sekarang," ucap Karin menaruh dendam atas perlakuan Ayah mertuanya.

"Iya! Memang! Karena awal masalaah saya dengan Revan itu adalah kamu! Karena Revan menikah dengan anggota keluarga yang hidupnya di dunia yang kotor!" jawab Firman dengan tegas.

Karin menghela nafas panjang melirik melotot menaruh kebencian dan kesombongan kepada Ayah mertuanya. Ia pun tersenyum mengejek menggelengkan kepalanya. Sementara Revan hanya diam menundukkan kepalanya, dan Kania mencoba menenangkan kemarahan ayahnya.

"Saya beberkan satu kepadamu!" Emosi Firman semakin memuncak dan menunjuk tangannya ke arah Karin.

"Saya sudah laporkan semua ini ke polisi. Sekarang tinggal tunggu waktu Kakak kamu diperiksa oleh pihak kepolisian!" bentak Firman.

Karin semakin geram dan melotot kepada Ayah mertuanya penuh dengan kebencian. Ia pun menghela nafas dalam menahan emosinya.

"Pah sudah dong, Pah, jangan mulai. Kak Karin itu,kan, adiknya, sementara yang punya pekerjaan, kan, bukan kak Karin, tapi kakaknya," ucap Kania.

Firman melirik sinis putrinya, Kania.

"Lalu kamu pikir semua uang Revan dari mana? Kalau dia bekerjasama dengan Gino, itu artinya uang Revan juga uang haram!" ucap Firman menjawab ucapan Kania.

Kania menatap ayahnya, sementara Karin begitu sangat emosi mendengar ucapan Ayah mertuanya.

"Kalau kamu tetap bekerjasama dengan Giorgino itu, siap-siap saja kamu berurusan dengan hukum dan itu artinya kamu adalah kaki tangan orang jahat!" lanjut Firman menasehati putranya Revan.dengan tegas.

Karin menelan air ludahnya tercengang dengan kemarahan yang begitu besar. Sementara Revan dan Kania menggelengkan kepalanya tidak percaya jika ayahnya tega mengatakan semua itu dengan lantang.

"Orang tua mana yang bisa terima anaknya menikah dengan keluarga yang hidupnya di jalan yang kotor seperti Giorgino itu!" ucap Firman kepada Kania.

"Revan menikahi Karin itu karena Revan mencintai Karin, Pah! Bukan karena latar belakang keluarganya. Seharusnya Papa mengerti hal itu!" jawab Revan dengan tegas.

"Iya, tapi kenapa Karin?" tanya Firman.

Perdebatan terus terjadi diantara keduanya. Karin semakin geram menahan emosinya memjawab semua hinaan Ayah mertuanya.

"Kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih baik, lebih pintar dan tentunya dari keluarga baik-baik! Tapi, kamu egois! Kamu tidak memikirkan perasaan papa dan Adik kamu, sampai kamu memutuskan untuk menikah dengan perempuan ini!" ucap Firman sambil menunjuk wajah Karin.

Karin mulai geram dan mencoba menjawab ucapan Firman.

"Om dengar baik-baik, kalau Om mau saya hormati terlebih dahulu maka Om harus.menghormati saya terlebih dahulu. Kalau memang saya orang jahat, sudah dari dulu saya bisa menghancurkan hidup, Om!" seru Karin membalas menunjuk wajah Firman

"Karin! Kamu jangan bicara seperti itu sama Papa. Semua itu bukan salahnya Papa, tapi aku yang salah. Aku yang dulunya bikin Papa emosi" sahut Revan menjelaskan kepada istrinya.

"Revan! Papa kamu yang sudah menginjak-injak kehormatan keluarga istri kamu. Harusnya kamu belain aku!" bentak Karin geram menujuk dada suaminya, Revan.

"Tolong Karin, ini semua cuma salah paham!"

"Revan, kamu pikir aku gak punya telinga? Dari tadi sudah jelas-jelas di depan mata kamu sendiri, kalau Papa kamu terus-terusan menginjak-injak kehormatan istri kamu dan kamu bilang ini semua salahpaham? Suami macam apa kamu!" jawab Karin menggeram melepaskan emosinya dengan penuh kemarahan.

Kania berjalan mendekati Karin berusaha menenangkan emosinya.

"Kak, aku minta maaf kalau Papa sudah menyinggung perasaan kak Karin," ucap Kania dengan lembut dan sedikit takut menghadapai kemarahan Karin.

Karin berbalik arah dan langsung menunjuk wajah Kania.

"Kamu! Kamu dan Papa kamu berdua sama-sama busuk, tau gak!" bentak Karin.

Kania, Firman dan Revan tercengang mendengar perkataan Karin.

"Astaghfirullahaladzim, Kak. Kak maaf, Kak," ucap Kania mencoba memegang tangan Karin.

"Udah gak usah berpura-pura sok baik kamu!" jawab Karin mendorong Kania hingga kepalanya membentur meja.

Melihat putrinya terjatuh dan kepalanya membentur meja, Firman segera menolongnya.

"Astaghfirullahaladzim, Kania," ujar Firman.

Revan yang berusaha menolong Kania langsung digandeng tangannya oleh Karin.

"Gak usah tolongin dia!" kata Karin kepada Revan, suaminya.

Firman kemudian membantu Kania berdiri.

"Kamu gapapa?" tanya Firman kepada putrinya.

"Iya, Pah," jawab Kania yang masih dalam keadaan syok.

Firman menatap Karin dengan amarah yang begitu besar.

"Yang jadi masalah saya dan kamu! Bukan Kania! Kalian berdua bukan Kania! Kalian berdua ankat kski dari rumah ini!" bentak Firman dengan mata melotot penuh amarah.

"Satu hal lagi, Om harus hati-hati sama mulut Om, karena kalau sampai kak Gino itu tau apa yang Om lakukan kepada saya, dia gak akan tinggal diam!" jawab Karin mengernyitkan dahinya penuh dengan kemarahan mengancam Firman.

Firman dan Revan menatap Karin.

"Ayo, Dayang kita pulang," ajak Karin dengan lembut tapi penuh emosi yang sangat besar terhadap ayah mertuanya.

Karin langsung menggandeng Revan pergi dari rumahnya.

"Kak," panggil Kania dengan suara merdu menatap ke arah Revan yang berjalan pergi meninggalkannya.

****

Sementara itu di tengah meetingnya, Gino tiba-tiba menghamburkan berkas karena marah.

"Kurang ajar!" seru Gino melemparkan berkas ke atas meja di depan semua orang yang hadir dalam meeting tersebut.

"Masalah ini saja tidak bisa kalian selesaikan?! Harus saya yang kerjakan! Lalu buat apa saya mempekerjakan kalian semua?" tanya Gino geram.

"Maaf pak Gino, semua sudah kita kerjakan dengan baik, tapi entah kenapa masih saja ada orang yang berusaha menggagalkan semua rencana kita, Pak," jawab salah satu karyawan Gino yang ada di ruang meeting tersebut.

Gino menatap ke arah anak buahnya yang mencoba memberikan penjelasan.

"Iya, Pak, dan semua kontainer sudah pada disita karena tidak memiliki izin resmi," sahut kayawan lainnya.

Gino kembali duduk memikirkan ucapan karyawannya dengan penuh rasa kesal.

'Ini pasti ulah Firman! Setelah Karin menikah dengan Revan, Firman langsung menyelidiki bisnisku!' batin Gino penuh dengan kemarahan.

"Sekarang kalian keluar dari ruangan saya! Keluar!" ucap Gino membentak anak buahnya.

Semua karyawan pun pergi meninggalkan ruang meeting dengan perasaan penuh dengan kekhawatiran. Gino menghela nafas panjang memikirkan cara lain agar bisnisnya bisa kembali berjalan dengan baik.

Sementara Gino sedang tersulut emosinya, Karin yang habis dari rumah Kania langsung datang menemui Gino sang Kakak di kantornya. Namun, saat Karin hendak masuk ke dalam, beberapa penjaga yang berdiri di ruang meeting menghentikan Karin.

"Ada apa ini?" tanya Karin merasa kesal.

"Maaf, Bu, tapi pak Gino sedang meeting di dalam," jawab sang penjaga.

"Kalau orang lain boleh kamu larang! Tapi, kan, kamu tahu siapa saya!" jawab Karin dengan kekuasaannya membentak para penjaga.

Sang penjaga hanya menundukkan kepalanya setelah Karin membentaknya. Karin kemudian masuk ke dalam menemui Gino, kakaknya.

"Kak, tadi keluarganya Revan menghina keluarga kita habis-habisan!" ucap Karin melaporkan Firman ayahnya Revan.

Gino menoleh dan berkata "Mau apalagi si dia?" tanya Gino emosi.

"Karin juga gak tahu maunya dia apa. Tapi, kali ini dia sudah sangat keterlaluan menghina keluarga kita dengan keterlaluan, dan parahnya lagi Revan sama sekali tidak membela aku dan malah diam aja!" jawab Karin sambil memukul meja.

"Kakak sudah pernah bilang ke kamu berkali-kali, dia itu anak yang tidak bisa diandalkan! Itu didikan Papa. Kamu nikahi dia, sekarang dia tidak bisa diandalkan!" ucap Gino.

"Kakak stop! Aku datang ke sini bukan untuk di ceramahin, tapi aku datang ke sini untuk mengadu kepada kakakku sendiri karena ayahnya Revan sudah mengancam untuk menghancurkan bisnis keluarga kita dan melaporkannya ke polisi!" jawab Karin yang masih merasa kesal dengan ucapan ayahnya Revan.

Gino menatap Karin, ia terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh adiknya, Karin.

"Bahkan dia juga bilang kalau dia sudah mulai memiliki bukti-buktinya dan mulai lapor polisi," lanjut Karin.

"Jadi benar, Revan itu mau menghancurkan bisnis kita?" tanya Gino geram dan sangat marah.

"Iya, makanya aku datang ke sini untuk memperingatkan Kakak!" jawab Karin.

Karin menatap Gino.

"Jadi Kakak mau datang ke rumah papanya Revan?" tanya Karin kembali.

"Kamu tunggu saja di rumah! Biar Kakak yang urus ini semua. Pokoknya tidak ada yang bisa menghina keluarga kita. Anggap semua urusan ini selesai!" jawab Gino dengan santai penuh dengan kebencian.

Karin menatap Gino, dia tidak tahu apa maksud perkataan kakaknya itu.