webnovel

Pengumuman Perjodohan

Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada semuanya yang sudah menyempatkan hadir malam ini untuk merayakan hari ulang tahun putri kesayangan saya, tapi juga saya ingin mengumumkan sesuatu, kalau putri kesayangan saya ini sudah dilamar oleh seorang pemuda lulusan Amerika!" ucap ayahnya Kania.

Kania terkejut. Wajah yang tadinya memasang senyum semeringai berubah menjadi penasaran. Kania kaget bukan kepalang.

"Papa! Papa kok ngomong seperti itu? Kan gak ada orang yang melamar aku?" tanya Kania.

"Kania, tetaplah tersenyum. Nanti papa akan jelaskan semuanya kepadamu, ya," jawab Firman ayah Kania.

Kania pun harus terpaksa tetap tersenyum di tengah banyaknya tamu undangan yang menghadiri pesta ulang tahunnya.

"Mari, silahkan nikmati hidangannya," ucap Firman kepada seluruh para tamu undangan.

Suara tepuk tangan pun begitu semaraknya. Sang Ayah merangkul Kania dan kemudian turun dari pelataran tempat berjalannya pesta.

"Selamat, Kania!" ujar para tamu yang hadir.

"Makasih, makasih, makasih," jawab Kania saat menerima ucapan terima kasih dari kolega bisnis ayahnya.

Kania dan ayahnya pun masuk kembali ke dalam rumah.

"Pah! Bisa Papa jelaskan maksud ucapan Papa tadi?" tanya Kania.

"Kamu tenang dulu, Kania. Papa cuma mau kamu bahagia. Om Sopian menginginkan kamu berjodoh dengan putranya yang bernama Angra. Dia ingin kamu dan Angra bertunangan. Kamu tahu om Sopian, kan, teman baik papa?" jawab Firman.

"Iya, Pa, Kania tahu. Tapi kenapa semuanya serba mendadak begini, Pah?" tanya Kania.

Firman tersenyum menanggapi pertanyaan putrinya.

"Sebenarnya, Kania, papa sudah membicarakan hal ini sama, om Sopian. Anggap saja besok kamu mau di lamar, tapi papa membuat pengumumanya sekarang."

"Itu bukan berarti Papa bisa membuat pengumuman ke semua orang kalau aku mau dilamar, Pah."

Firman kembali tersenyum.

"Sudah anggap saja kamu beneran besok dilamar, Nak."

"Papa, aku belum ketemu loh sama anaknya om Sopian!"

"Tapi papa sudah!" senyum bahagia terpancar di wajah Firman.

"Kamu ingat kemarin papa pergi ke Amerika? Itu papa ketemu sama Angra, anaknya om Sopian. Angra itu anaknya baik, perhatian, setia. Pokoknya pas buat kamu. Kamu harus percaya sama papa," jawab Firman meyakinkan Kania.

Kania meneguk salivanya. Dengan wajah cemberut Firman kembali mengajak Kania bicara.

"Papa tau, zaman sekarang memang agak sulit untuk menerima rencana perjodohan," ucap Firman sambil berjalan ke arah sofa.

Firman kemudian duduk menatap putrinya dengan senyum dan kembali menjelaskan agar Kania mau mengerti maksud baiknya.

"Papa minta tolong, jangan kamu anggap perjodohan ini sebagai pemaksaan, ya," lanjut Firman.

Kania menarik nafas panjang dan menatap ayahnya. Kania lalu menghampiri ayahnya dan duduk di sampingnya.

"Bukan begitu, Pah! Hm, aku kan gak kenal sama Angra, Pah. Aku gak tahu karakter Angra seperti apa? Apalagi Angra itukan tinggalnya di Amerika. Sudah pasti kehidupannya kebarat-baratan, lingkungannya moderen! Sedangkan aku, Pa? Aku, kan, beda, Pah. Aku, ya, a--ku orangnya sederhana! Apa nanti kita akan cocok?" jawab Kania.

"Kania, tadi, kan, papa bilang dia yang paling cocok dan paling pas buat kamu, jadi kamu tidak usah berpikir yang macam-macam lagi, ya," ucap ayahnya.

Kania menunduk dengan wajah cemberutnya.

"Kania, kamu, kan, juga tahu, papa nggak bisa terus-terusan menjaga kamu. Kamu harus segera punya pendamping hidup, Nak. Makanya papa kepikiran untuk mencarikan jodoh yang terbaik buat kamu," lanjut ayahnya.

Kania menatap sang Ayah dengan penuh kasih sayang.

"Jangan kayak gitu dong, Pah. Aku, kan, selalu doain papa agar papa tu panjang umur, selalu dilimpahkan berkah sama Allah, supaya papa nanti bisa melihat anak aku dan Angra tumbuh besar," ucap Kania dengan senyum manisnya.

Firman membelangak membulatkan matanya penuh dengan kebahagiaan saat mendengar ucapan Kania.

Kania tersenyum. Bagai orang yang memenangkan lotre Firman terbatuk kecil.

"Papa kenapa?" tanya Kania memegang tangan ayahnya dengan senyuman.

"Papa gapapa, Sayang, papa cuma terharu mendengar kata-kata kamu tadi, mendengar kata-kata kamu mengenai Angra tadi. Kamu setuju, kan, dengan perjodohan ini?

"Iya, aku setuju, Pah. Apapun keputusan Papa aku setuju, karena sejak kecil Papa gak pernah mengecewakan aku dan membuat aku sedih. Jadi sekarang gantian, aku yang akan membalas semua pengorbanan Papa, dan aku janji, aku gak akan ngecewain Papa," jawab Kania tersenyum menatap ayahnya.

Firman benar-benar bahagia mendengar jawaban dari Kania.

"Terima kasih, Sayang, alhamdulillah!"

Kania kemudian bersandar dipelukan ayahnya. Firman membelai kepala putrinya dan memberikan kecupan sayang kepada Kania.

*****

Keesokan paginya, Firman masuk ke dalam kamar Kania yang saat itu sedang terbuka lebar. Kania yang masih berada di dalam kamar mandi mendengar suara sang Ayah memanggilnya.

"Kania! Kania!"

"Iya, Pah," jawab Kania dengan lembut.

"Ini papa mau kasih lihat foto wajahnya Angra," ucap Firman ayahnya.

"Iya, Pah, tarok di atas meja saja, Pah," jawab Kania dari dalam kamar mandi.

*Tok! Tok! Tok!*

Mendengar suara ketukan pintu, Firman menaruh foto Angra di atas meja makan. Firman pun pergi untuk melihat siapa yang datang. Namun, saat Kania keluar dari kamar mandi, foto tersebut sudah tidak adalagi di atas meja karena tertiup angin yang masuk dari luar. Foto itu melayang entah kemana.

"Di mana fotonya?" tanya Kania saat melihat foto tersebut sudah tidak ada di meja.

Kania mencari disekelilingnya.

"Kok, gak ada! Apa diambil lagi sama Papa?" ucap Kania lirih kebingungan.

Kania terus mencari keberadaan foto tersebut. Sementara Firman dikejutkan dengan kedatangan putranya Revan. Revan tersenyum dan menyapa ayahnya. Namun, Firman terlihat marah dan meninggalkan Revan.

"Pah, Pah," panggil Revan dengan wajah sedih.

Firman sama sekali tidak menggubris Revan. Ia meninggalkan Revan sendiri di luar. Revan kemudian masuk menemui ayahnya.

"Pah," sapa Revan putra sulungnya.

"Kamu datang sendirian, kan? Mana istri kamu?" tanya Firman yang tidak menyetujui pernikahan putranya.

Kania yang mendengar suara keras ayahnya mendekati ayahnya dan juga kakaknya, Revan.

"Pah, papa kok ngomong begitu dengan anak sendiri?" tanya Kania.

Kania mencoba mendamaikan keduanya.

"Pa, aku kok yang menelepon kak Revan dan menyuruhnya datang. Habis aku dilamar masa kakakku sendiri gak datang," ucap Kania meredakan susana tegang yang sedang terjadi.

Revan tersenyum kepada Kania saat Kania tersenyum kepadanya.

"Tapi ini, kan, acara keluarga! Dia gak perlu ikut!" jawab ayahnya dengan nada emosi.

Revan tersentak. Hatinya merasa tertegun mendengar ucapan ayahnya.

"Papa kenapa sih. Masih aja gak anggap kak Revan anak Papa? Lagian aku perlu masukan dari kak Revan mengenai Angra. Dia laki-laki yang baik atau tidak?" ucap Kania.

Firman diam dipenuhi rasa kesal.

"Kamu tidak percaya sama papa?"

"Percaya, Pa, ta--tapi!" jawab Kania menghentikan ucapannya.

"Pa, Kania bener, Pa. Bagaimana mungkin Papa bisa menikahkan Kania dengan pria yang sama sekali belum di kenalnya!" celetuk Revan kepada ayahnya.

Next chapter