webnovel

Psychopathic Love

“Apakah kamu menyukai aroma darah ini." ucap Alena dengan senyumnya yang penuh hingga membuat satu keluarga itu menjadi merinding ketakutan. Alena mengabadikan momen ‘menyenangkan’ itu dengan memotretnya melalui kamera hp. “Kenapa kalian takut?, hei this’s party!!." sambung Alena riuh. “LO GILA!." bentak salah satu anggota keluarga itu. “Heiii, bukannya semua orang akan menggila jika sedang berpesta!," jawab Alena enteng dan mengambil segelas wine. “Ah sudahlah, baiknya kita hentikan permainan ini. Aku sangat menyukai aroma darah anak laki-laki mu itu," ucap Alena sambil menunjuk satu korbannya. “Tapi aku belum puas," sambung Alena tanpa menghilangkan senyuman penuhnya. °°°°°°°°°°°°°°° Alena Sasyana, seorang gadis yang dianggap hampir sempurna oleh semua orang terlebih lagi di mata laki-laki, namun berbeda jika di mata keluarganya ia tak dianggap lebih dari sebuah aset berharga. Pernyataan yang ia terima saat masih duduk di bangku TK membuatnya mengerti tujuan hidupnya. Ia akan bergerak layaknya sebuah boneka, ia mampu memasang topeng yang tebal hingga tak ada satu orangpun yang mampu mengenalinya 100%. Ia menutup cahaya yang ingin masuk ke kehidupannya, namun akankah semua cahaya itu gagal? Atau kelak ada cahaya yang mampu menembus masuk ke kehidupannya?.

Meisy_DS · Urban
Zu wenig Bewertungen
236 Chs

Rencana Riana?

°

°

°

"Pastiin lo datang ya, Len. Soalnya gue malas gabung sama anak-anak perusahaan lain." pinta Arga yang entah untuk keberapa kalinya melalui sambungan telpon.

Alena menghela nafasnya sedikit panjang, ia menarik bola matanya melirik jam dinding kamarnya kemudian kembali menatap tumpukan gaun, yah hasil ulahnya sendiri.

"Gue ga bisa janji, gue lagi belajar soalnya." jawab Alena berbohong.

Bukan pelajaran yang menjadi penghalangnya saat ini melainkan gaunnya. Untuk pertama kalinya Alena bingung hendak memakai gaun seperti apa untuk mendatangi sebuah acara makan malam perusahaan.

"Kata bokap lo, lo udah dibeliin beberapa gaun, pakai itu aja."

"Ogah." tolak Alena cepat, ia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Alena benar-benar tidak menyukai gaun itu. Menurutnya gaun itu sangat tidak cocok untuk gadis seumurnya, pada bagian paha atas serta dadanya terlalu mencolok. Dan jika Alena pikirkan lagi, jika ia datang ke acara itu menggunakan gaun pemberian Appa-nya ia malah akan terlihat seperti pelacur di sana bukan seperti seorang gadis penerus perusahaan ternama.

"Yaudah, belanja sama gue sekarang? Mau?." tawar Arga.

"Ga...gapapa?." tanya Alena memastikan ajakan Arga.

"Yaudah, siap-siap sono. Setengah jam lagi gue jemput."

Alena mematikan sambungan telpon itu. Ia langsung bergegas mendekati tumpukan gaunnya kemudian memasukkan semuanya secara paksa ke dalam lemarinya.

"Non..." panggil Bi Ina dari ambang pintu.

"Kenapa Bi?." Alena berjalan mendekat, melepaskan beberapa gaun yang ada di tangannya, meletakkan gaun itu di atas ranjangnya.

Alena menarik pegangan pintu, kemudian memperbolehkan Bi Ina masuk.

"Kenapa Bi?." tanya Alena ulang.

"It-ituu anu Non. Kata Tuan Besar...Non Alena tidak diperbolehkan keluar. Dan pakai saja gaun yang sudah Tuan belikan."

"Cih, tidak diperbolehkan?," Alena mengubah raut wajahnya, ia kembali menunjukkan 'senyuman penuhnya' yang sudah lama tak ia tampakkan di rumah itu.

"Sebentar lagi Arga akan datang, biarkan saja dia yang meminta izin untuk membawaku keluar Bi." Alena melipat kedua tangannya di depan dada kemudian menyenderkan bahu kanannya di kusen pintu.

"Lagipula, Tuan Besar tidak akan pernah menolak permintaan calon menantunya, bukan." sambung Alena.

Tangan Bi Ina bergetar tanpa alasan, aura dingin nan mencekam itu sudah lama tak menyapa dirinya. Namun berbeda dengan Alena, ia seakan menikmati suasana ini. Melihat sorot ketakutan dari lawan tatapnya membuatnya senang, ah entahlah Alena hanya ingin sedikit bergurau setelah sekian lama.

"Ba-baik Non. Saya permis-."

"Tunggu sebentar, Bi..." Alena berjalan lebih mendekat pada Bi Ina, ia memutari ART itu beberapa kali kemudian berhenti tepat di belakang Bi Ina.

"Jangan beri tahu siapapun jika...aku kembali seperti dulu, oke? Bi Ina...calm down." sambungnya yang kemudian meninggalkan Bi Ina yang mematung di tempatnya.

°°°

"Itu doang, Len?!." ucap Arga sedikit berteriak dengan langkah cepatnya yang mengejar Alena. Arga membantu Alena untuk membuka bagasi mobilnya kemudian ia masuk ke dalam mobil itu.

"Ya, ini doang." jawab Alena sembari meletakkan beberapa paperbagnya di bagasi mobil Arga kemudian menutupnya.

"Setahu gue nih, cewek kalau belanja tuh ga bisa dikit. Lah lho, cuma beli tiga doang? Mana belinya pakai uang sendiri." dari nadanya berbicara dapat dipastikan sekarang Arga tengah kesal dengan Alena yang terus menerus menolak untuk menggunakan uangnya.

"Ya kan ga semua cewek sama, Ga. Ada yang suka belanja, ada yang mau hemat. Lagian kita belum nikah, jadi belum ada kewajiban lo buat belanjain gue. Apalagi uang lo bukan hasil lo sendiri."

Arga hanya ber-oh ria menanggapi penjelasan Alena, sebetulnya menurut Arga yang dikatakan Alena ada benarnya juga. Apalagi dirinya saat ini hanyalah manusia yang masih menyandang status pelajar, belum mempunyai pekerjaan apapun.

°°°

Alena duduk di tepian ranjangnya, menyentuh kain gaunnya yang halus dengan arah bolak-balik, wajah Alena sedikit memancarkan ekspresi tegang dan juga takut. Tapi 'senyuman' itu tak surut, matanya bergerak menyapu lantai kamarnya seakan tengah memikirkan sesuatu.

Tak lama kemudian, mata Alena langsung melotot, tangannya meremas gaunnya dengan kuat dan tentunya ini bukanlah hal yang ia sengaja. Alena berdiri dengan nafasnya yang memburu, ia kemudian beralih mendekati balkonnya dan memandang pemandangan di bawah sana.

"Seberapapun gue berusaha untuk ikut kata hati, tetap saja hidup gue harus mengikuti logikanya Eomma. Seperti katanya, terlalu menurut terhadap keinginan hati dapat menghancurkan diri sendiri Dan gue ga mau hancur!." ucap Alena pada dirinya sendiri dengan emosi yang kian membara di relung hatinya.

°°°

2 jam kemudian…

Alena, Cecil, dan Haru memasuki rumah megah milik keluarga Arga. Kedatangan ketiganya disambut dengan penuh kehangatan. Banyak sapaan yang menghampiri keluarga itu. Sayangnya kehangatan itu tidaklah dirasakan oleh Alena, ia tetap merasa semua ini hanya kepalsuan.

Alena sedikit mendongakkan kepalanya, berjinjit, dan memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari seseorang. Ia bahkan memisahkan dirinya dari Cecil dan Haru.

"Dia dimana?." tanyanya dalam hati sembari melewati puluhan orang dengan jas mahal yang menghiasi mereka.

Setelah berjalan mengitari ruangan itu akhirnya langkah Alena terhenti, Alena membeku di tempatnya. Matanya bergerak turun dan perlahan-lahan naik, memperhatikan tiap detail yang dikenakan oleh orang yang ia cari sedari tadi. Sudut bibir Alena terangkat, ia tersenyum tipis.

"Len?." sapa orang itu yang terlihat bingung, mungkin ekspresi Alena-lah yang membuatnya seperti itu.

"Arga! Sini!." ujar Alena sedikit berteriak sambil melambaikan tangannya.

Di tempatnya, Arga tersenyum ramah, ia menggaruk tengkuk lehernya kemudian berjalan secara perlahan mendekati gadis yang sudah dijodohkan dengannya. Tak dapat ia pungkiri, ia telah menaruh hati kepada Alena, gadis cantik nan dingin itu.

"Udah lama, Len?." tanya Arga setibanya ia di depan Alena.

Gadis di hadapannya itu tersenyum dan menggeleng pelan. Alena menggerakkan tangannya menyentuh bahu Arga, tentu saja Arga bingung tapi ia hanya tersenyum seakan mengatakan 'kenapa?' kepada Alena. Seakan merasakan sebuah beban di punggungnya, Alena menghela nafasnya dengan berat dan panjang. Hal itu berhasil membuat Arga khawatir, ia takut jika Alena sedang sakit.

"Kenapa, Len?." Arga menarik tangan Alena dan memapah gadis itu untuk duduk di kursi terdekat.

Setelah Alena duduk, Arga langsung mencarikan gadis itu air mineral. Beberapa menit kemudian Arga kembali ke hadapan Alena dan tentunya dengan air mineral di tangannya. Arga langsung menyodorkan air mineral itu. Namun Alena menolak untuk meminumnya.

"Minum, Len. Ayolah, please." pinta Arga dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.

"Lo sakit? Pusing? Atau kenapa? Bilang sama gue, jangan diam aja." sambungnya frustasi.

"Sini, duduk samping gue." ujar Alena mengalah, ia mengambil air mineral itu dan meneguk isinya hingga tersisa seperempat saja.

"Lo kenapa?." Arga duduk di samping Alena, menempelkan punggung tangannya di dahi gadis itu.

"Gue ga kenapa-kenapa." jawab Alena.

"Terus tadi apaan? Lo hampir pingsan, Len."

"Ngga kok, gue cuma menghela nafas doang, berlebihan lo. Gue ga sakit atau apapun, cuma aja ada hal yang bikin gue kepikiran, dan itu mengganggu banget." jawab Alena yang memancing rasa keingintahuan Arga.

"Gimana? Gue bingung. Rencana Eomma udah ga bisa dihentikan lagi...Arga, maafin gue." ucap Alena didalam hatinya.

"Apa it-."

"Ga…sebelumnya gue minta maaf sama lo, ya." ucap Alena yang langsung berdiri meninggalkan Arga tanpa berkata apapun lagi sebagai penjelasan.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Assalamualaikum.

Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.

Happy reading

Instagram : @meisy_sari

@halustoryid

Maafkan bila terdapat typo🙏🏻

Tinggalkan saran kalian❤

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius

SEMOGA KALIAN SUKA YA DENGAN CERITA INI❤️

Meisy_DScreators' thoughts