webnovel

1. Telaga Wangi

'Aku tidak melakukannya, Kangmas. Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk membalas dendam atas kematian ayahku karena peperangan itu memang sudah berlalu. Tolong percayalah padaku. Aku mencintaimu dengan segenap jiwa dan ragaku sehingga aku sudah berusaha untuk melupakan semua kesalahan yang sudah kamu lakukan pada Ayahanda."

"Bohong. Aku tidak percaya pada apa yang kau ucapkan. Aku menemukan keris ini di bawah bantal tempat tidur kita. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu memiliki niatan buruk untuk membunuh suamimu. Aku memang sudah membunuh ayahmu tapi ketika aku menikahimu aku sudah melupakan semuanya tentang permusuhan dan kudeta yang dilakukan oleh ayah. Tapi sekarang, aku sama sekali tidak percaya ketika istriku tidak menaruh dendam atas perbuatan yang sudah kulakukan kepada ayahnya."

Putri Anjani menjatuhkan tubuhnya mencoba untuk membuat Pangeran Brama percaya atas apa yang dia katakan kepadanya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau suaminya terkena provokasi dari adiknya sendiri yang merupakan adik ipar Putri Anjani. Selama ini Putri Andira memang tidak menyukai kehadirannya di istana kerajaan Baha. kerajaan besar yang dipimpin oleh pangeran Brama. Putri Andira selalu mengatakan pada Anjani kalau kehadirannya di istana Baha merupakan aib yang membuat keluarganya malu.

Beberapa kali Putri Anjani melaporkan semua hal yang melanda dirinya saat di istananya, namun Pangeran Brama sama sekali tidak mau mendengar ceritanya. Anjani sudah putus asa melihat suaminya bergeming. Dia kesal karena Brama tidak memandangnya sama sekali.

"Suamiku, tolong tatap mataku. Ada kejujuran yang tidak bisa tergantikan oleh apapun. Semua isi hatiku terpancar dari mata dan tidak ada kebohongan di dalamnya. Kalau engkau tidak mau mendengar apa yang aku ucapkan, maka turutilah permintaanku dengan menatap mataku ini. Aku ingin kamu melihat kejujuran di mataku. Jangan pernah membuat kamu merasa bersalah dan menyesal karena engkau sama sekali tidak pernah mengerti dengan apa yang aku katakan."

"Bangunlah! Tidak ada gunanya mendengarkan apa yang kamu ucapkan karena aku lebih percaya kepada adikku sendiri. Aku sudah mengenalnya lama dan aku tahu bagaimana i hatinya selama ini. Dia gadis yang baik dan tidak mungkin mencelakakan kakaknya sendiri."

Putri Anjani akhirnya bangun. Ia hanya bisa memandang suaminya dengan menggigit bibirnya menahan sakit yang teramat sangat.

Air mata Putri Anjani sudah tak terbendung. Putri Anjani tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat suaminya tidak membuangnya dari istana Baha. Ia tetap ingin mendampingi suaminya memimpin Baha. Melihat istrinya menangis, Pangeran Brama mencebik. Dia kesal dengan tangisan istrinya yang baginya hanya sebagai pemanis agar dia percaya pada apa yang dia ucapkan.

"Hentikan tangismu dan jangan pernah bermimpi aku akan menghentikan hukumanku. Aku tahu kamu memang memiliki dendam kepadaku karena aku sudah membunuh ayahmu. Jangan menangis karena aku tidak suka melihat air mata buayamu. Sekarang ikut denganku dan jangan pernah menolak. Aku akan menceburkan kamu ke telaga yang ada di belakang istana. Pengawal!"

"Baik, Yang Mulia."

"Bawa wanita ini ke telaga dan kita akan memberikan hukuman yang layak untuk seorang pengkhianat."

"Baik yang mulia kami akan melaksanakan titah Paduka yang mulia raja." Para pengawal istana kemudian melangkah mendekati Putri Anjani yang masih berdiri di tempatnya. Putri Anjani yang melihat tidak ada keraguan dalam wajah suaminya hanya bisa menurut pada ajakan para pengawal istana. Air matanya masih berlinang di wajahnya yang cantik. Kesedihannya murni terjadi karena Pangeran Brama sama sekali tidak melihat kepadanya. Tidak ada empati dari suami yang selama ini sangat dicintainya. Ia juga kesal karena suaminya sama sekali tidak mau mendengar apa yang dia ucapkan."

"Hentikan tangismu karena aku tidak suka melihat buaya menangis."

Putri Anjani menyeka air matanya dengan kasar lalu ia memandang suaminya. Dia ingin mengatakan sesuatu kepada Pangeran Brama. Sampai di telaga mereka berhenti. Pangeran Brama memandang istrinya dan dia yang ingin melakukan eksekusi terhadap Putri Anjani.

"Kamu boleh menghukumku dengan menceburkan aku ke telaga itu. Ingat apa yang aku katakan. Lihat! Air telaga itu keruh saat ini. Ketika engkau menyeburkan aku ke dalamnya dan air itu berubah menjadi jernih dan wangi, itu artinya aku tidak bersalah. Tapi ketika air itu tetap keruh dan berbau busuk maka apa yang kamu duga semuanya benar, bahwa aku akan melakukan pengkhianatan dan pembalasan dendam atas kematian ayahku."

"Tidak usah terlalu banyak bicara karena aku tidak akan pernah percaya kepadamu. Seorang pendendam tetaplah pendendam dan aku tahu kamu tidak memiliki kapasitas apapun untuk mengubah air itu menjadi jernih dan berbau wangi."

"Terserah apa yang kamu ucapkan.. Aku akan tetap berpesan kepadamu untuk melihat perubahan air telaga itu."

"Sudah jangan pernah membujuk aku. Pejamkan matamu dan saat ini juga aku akan menceburkan tubuhmu ke telaga itu."

Dengan sekali dorong tubuh Putri Anjani jatuh ke telaga sedalam 15 meter. Putri Anjani mencoba untuk berenang dan menyelamatkan dirinya agar tidak tenggelam ke dasar Telaga, sedangkan Pangeran Brama yang baru saja melakukan eksekusi pada istrinya, kini terpana menyaksikan perubahan yang terjadi pada air telaga. Air yang awalnya keruh, kini berubah menjadi jernih. Bukan hanya itu. air telaga benar-benar beraroma wangi. Semerbak harum wewangian bunga menyebar ke seluruh istana membuat Pangeran Brama menjatuhkan tubuhnya di bumi.

"Tidaaaak, istriku Putri Anjani. Maafkan aku! Aku sama sekali tidak pernah menyangka kalau kau tidak bersalah. Maafkan aku, Sayang. Aku memang bodoh karena tidak pernah mau mendengarkan apa yang kau ucapkan. Aku menyesal sayang, kembalilah kepadaku saat ini juga."

Semua yang melihat kejadian aneh di hadapan mereka hanya bisa terpana. Mereka semua menjatuhkan badan, mengikuti tindakan rajanya dan meratap menangisi kepergian permaisuri raja yang sangat bijaksana. Beberapa kali mereka melihat Putri Anjani dan permaisuri itu menyapanya dengan ramah. Tidak ada kesan angkuh dan sombong yang ditampakkan di wajah wanita ayu itu.

"Yang Mulia Permaisuri, Maafkan kami yang sudah durhaka kepada Yang Mulia. Kami sama sekali tidak mempercayai apa yang diucapkan oleh putri Andira yang jahat, namun kami sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun. Kami khilaf Yang Mulia, maafkan kami!'

Pangeran Brama kemudian bangun. Ia pandang telaga yang di dalamnya ada tubuh istrinya. Ia ingin sekali mencebur dan mencoba menolong Putri Anjani namun Putri Andira tiba-tiba datang.

"Kanda, Jangan pernah melakukan tindakan bodoh dengan mencoba menceburkan diri di telaga. Apa yang kau lakukan semuanya benar. Kau sedang melindungi dirimu sendiri dari rongrongan musuh dalam selimut yang selalu mengatakan bahwa dia mencintaimu namun pada kenyataannya dia munafik."

Pangeran Brama memandang Andira. Dia mengeraskan rahangnya, lalu ia melangkah mendekati adik yang selama ini sangat disayanginya.