Sore harinya, Gilang sudah pulang dari kantor. Dia langsung masuk kamar dan mengganti bajunya. Matanya menatap keberadaan ku, yang seolah menjadi pengganggu dikamar itu. Tapi aku tidak perduli, aku tetap duduk ditepi tempat tidur sambil menatap wajahnya.
"Apa yang kau lihat?" tanya Gilang dengan wajah datar.
"Kenapa? Aku tidak lihat apa-apa," ucapku.
"Jangan menatap kearah ku. Aku tidak suka dengan caramu menatap wajahku!" katanya.
"Apa masalahmu? Mata ini mataku kan! Terserah keinginan mataku," ucapku sambil tertawa.
"Jangan melampaui batas. Kau tidak tahu sedang berbicara dengan siapa? Aku tidak segan-segan mengusir mu dari kamarku ini, jika kau terus menggangguku," ucapnya dengan nada kesal.
"Maaf..." ucapku, seketika aku mengunci mulutku.
"Dimana kau menaruh baju tidurku?" tanya Gilang, sambil menatap kearah ku.
Aku tidak bicara, hanya bangun dan memberikan baju tidur itu pada Gilang. Melihatku tidak membantah perintahnya, senyumnya tiba-tiba saja melebar. Senyum manis yang langka, keluar dari bibir robot angkuh itu. Bahkan aku tertegun menatap kearahnya.
"Kau tidak pantas jadi wanita pendiam. Sudah, bicara lagi," ucapnya.
"Kau izinkan aku bicara?"
"Iya. Sekarang aku mau tanya, berapa umurmu?" tanya Gilang.
"Baru kemarin aku berulang tahun yang ke 17 tahun. Memang kenapa?"
"Bahkan, umurmu sama dengan Kesya adikku. Ayah dan ibu benar-benar menjodohkan aku dengan seorang anak ingusan," ucap Gilang.
Aku hanya diam, mendengar ucapan dari bibir Gilang yang mengatai ku anak ingusan. Aku ini memang masih bocah. Aku terpaksa menerima pernikahan ini, untuk melunasi hutang-hutang Ayahku.
"Apa tujuanmu menikah denganku? Kau tahu tidak? Umurku sudah 29 tahun, itu berarti perbedaan umur kita lebih dari 10 tahun. Apa kau masih mau menjadi istriku?" katanya.
"Aku tidak punya pilihan. Ayahku berhutang besar pada Ayahmu. Karena tidak bisa membayar hutang, terpaksa aku harus menerima pernikahan ini," ucapku pelan sambil menangis.
Gilang menatap kearah ku, lalu menarik ujung dagu ku, agar menatap kearahnya. Bola mata kita berdua saling bertemu. Tiba-tiba saja, hatiku merasakan getaran yang berbeda. Ada debaran jantung yang kuat, memenuhi isi hatiku.
Gilang mengusap air mataku, bibirku membisu, menerima semua hal yang dilakukan Gilang padaku. Aku merasa sentuhan hangat dari sikap laki-laki misterius ini. Kenapa misterius? Karena sampai detik ini, aku tidak tahu apa-apa tentang suamiku.
"Sudahlah. Tidak usah menangis! Aku mau mandi dulu, tolong buatkan aku teh hangat!" ucapnya.
Aku segera keluar kamar menuju dapur untuk membuatkan teh hangat. Tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh kehadiran Keysa disana.
"Kakak ipar, sedang apa?" tanyanya.
"Membuat teh hangat untuk Kakakmu," ucapku.
"Sungguh? Dia berbicara denganmu? Ini hal luar biasa," ucap Keysa kegirangan.
"Apa maksudmu? Memangnya apa yang aneh, jika Kakakmu berbicara? Apa dia itu bisu?" tanyaku heran.
"Bukan begitu. Kakakku itu tidak banyak bicara. Dia bahkan berbicara, jika itu sangat penting. Aku bahkan bisa menghitung jumlah ucapannya dalam sehari."
"Tapi, tadi kami malah mengobrol" ucapku.
"Apa?"
"Saat aku menangis, dia mengusap lembut air mataku. Ternyata dia itu baik juga," ucapku.
"Mengusap air matamu? Kau yakin, itu Kakakku? Mungkin kau sedang bermimpi," teriak Keysa histeris.
Padahal apa masalahnya, jika laki-laki angkuh itu bicara dan bersikap baik seperti itu. Kenapa malah terlihat aneh untuk Keysa? Apa selama ini robot angkuh itu tidak pernah berbicara? Apa selama ini robot angkuh itu tidak pernah baik pada orang? Ah, mungkin Keysa berlebihan saja!
Aku berjalan meninggalkan Keysa yang masih tidak percaya dengan ucapan ku. Aku melangkah masuk kedalam kamar.
Lagi-lagi aku dikejutkan dengan ini. Gilang baru selesai mandi, rambutnya basah dan bertelanjang dada. Hanya ada handuk yang melingkar di pinggangnya. Aku buru-buru berbalik badan. Untung saja, teh hangat yang ku buat tidak tumpah.
"Kenapa kau terkejut? Mana teh hangatnya?" tanya Gilang.
Aku memberikan teh hangat itu, tanpa menatap kearah Gilang. Lagi-lagi ku dengar dia tertawa. Memangnya apa yang lucu?
"Buka matamu!" perintahnya.
Aku membuka mataku pelan, menatap kearah Gilang yang semakin dekat kearah wajahku. Sontak aku mendorong tubuh laki-laki itu. Tapi bukan marah, Gilang malah tertawa keras. Kenapa dia?
"Kenapa? Kau tidak suka aku menyentuhmu? Aku ini suamimu kan!" ucapnya.
Suami macam apa yang kau maksud? Aku ingat jelas, kau memintaku tidur dilantai semalam.
"Hei, tatap wajahku!" katanya.
"Mau apa? Pakai bajumu dulu!" kataku.
"Kau bercanda? Kau menerima pernikahan ini, tapi kau tidak mau disentuh olehku. Bukankah itu aneh?" kata Gilang sambil tertawa.
Hah, apa jangan-jangan dia mau, melakukan itu denganku! Bagaimana ini?
Aku tidak mendengar suara laki-laki itu, tiba-tiba tawa kerasnya itu menghilang. Aku mencoba membuka mataku, aku menatap laki-laki itu sudah berbaring ditempat tidur. Dia sudah memakai baju tidurnya. Matanya terpejam seolah dia benar-benar sudah tidur.
Aku merapikan baju-baju kotor yang berserakan dilantai. Huh, laki-laki ini bahkan bisa tidur melihat kondisi kamar yang berantakan seperti ini.
Aku membereskan sepatu Gilang yang dilempar ke sembarang tempat. Memangnya tidak bisa, disimpan saja di tempatnya. Buang-buang tenaga saja, jika harus melemparnya kan!
Tok... Tok... Tok...
Ketukan pintu, mengagetkanku. Aku segera membuka pintu, tampak Ibu Gilang berada didepan pintu kamarku.
"Ada apa Bu?" tanyaku.
"Gilang kemana?"
"Tidur."
"Kok tidur? Bangunkan dia, ajak dia makan malam dulu," ucap Ibu lalu pergi meninggalkan kamarku.
Aku dapat tugas lagi, bagaimana cara membangunkan robot angkuh ini? Salah-salah aku malah kena marah.
Aku duduk ditepi tempat tidur, lalu mendekatkan wajahku ke telinganya. Aku berbisik pelan, agar dia tidak terkejut.
"Mas, bangun! Ibumu meminta kita untuk makan malam dulu."
Tapi tidak ada pergerakan sama sekali, apa dia pingsan?
Aku membalikkan tubuhnya, menghadap kearah ku. Aku memeriksa detak jantungnya dan denyut nadinya. Tapi semua baik-baik saja!
Gilang membuka matanya, tersenyum menatap wajahku yang panik dan cemas.
"Apa yang sedang kau lakukan? Berani-beraninya kau menyentuh tubuhku tanpa izin," ucapnya.
"Maaf. Aku pikir, tadi kau pingsan!"
Gilang menarik tanganku, lalu mendekap ku dalam pelukannya. Mata kami saling beradu. Lagi-lagi jantungku berdebar tidak karuan. Ada apa ini? Mau apa dia?
Gilang seperti tahu, jika aku benar-benar ketakutan saat disentuhnya. Dia menjadikan pelukan itu sebagai cara membuatku takut. Tapi, cara macam apa ini? Kenapa ketakutan di wajahku, menjadi senyuman manis di bibirnya?
"Lepaskan aku!" ucapku pelan.
"Ini hukuman. Karena kau telah mengganggu istirahatku. Ini peringatan, jika aku sedang tidur, jangan coba-coba membangunkan aku," ucapnya sambil kembali menutup matanya.
Aku mencoba keluar dari dekapan laki-laki itu, tapi pelukannya malah semakin erat dan membuatku sesak nafas.
"Mas, lepaskan. Tubuhku sakit, aku sesak nafas," ucapku pelan.
"Tidurlah! Sebelum aku benar-benar melakukan hal lebih buruk dari ini!" ucap Gilang tanpa membuka matanya.
Aku yang mendengar ucapan dari bibir Gilang, langsung tidur. Aku tidak ingin, hal lebih buruk terjadi padaku. Akhirnya, aku pun tidur dalam pelukan robot angkuh itu.
****
Pagi harinya, Gilang masih memeluk tubuhku. Apa laki-laki ini tidak bergerak sedikitpun? Aku benar-benar lapar, perutku lapar sekali.
Aku melepaskan pelukan itu pelan-pelan, agar robot angkuh itu tidak terbangun. Tapi tiba-tiba, tubuhku kembali ditarik kedalam pelukannya.
"Mau kemana?" tanyanya, masih enggan membuka matanya.
"Aku mau ke dapur. Perutku lapar sekali," ucapku.
Gilang segera membuka matanya, lalu menatap tajam kearah ku. Apa yang sedang dua pikirkan?
"Sudah. Cepat kau mandi! Aku akan mengajakmu makan diluar. Kebetulan ini hari libur kantor." Ucapnya.
Aku melangkah masuk kedalam kamar mandi, tapi tiba-tiba aku menjerit. Ada kecoa didalam kamar mandi. Sontak Gilang masuk kedalam kamar. Aku langsung memeluk tubuh laki-laki itu. Aku lupa kalau saat itu aku tidak memakai sehelai pakaian pun.
Kecoa kecil pengganggu itu, berhasil disingkirkan. Tap, aku baru sadar, jika aku memeluk tubuh Gilang tanpa pakaian. Gilang tersenyum, tapi tetap menatap kearah ku.
"Apa yang kau lihat? Keluar!" ucapku.
"Kenapa? Ternyata tubuhmu seksi juga," tawanya sambil mendekat kearah ku.
Aku benar-benar takut. Tapi ternyata, dia mengambilkan handuk, lalu menutupi tubuhku dengan handuk itu.
"Cepat pakai bajumu. Kita akan berangkat hari ini," katanya.
Huh, aku pikir dia mau apa? Melihat aku tanpa pakaian, harusnya dia menghabisi ku kan! Laki-laki mana yang tidak bernafsu melihat seorang wanita tidak pakai baju berada dihadapannya. Mungkin hanya robot angkuh ini!
Aku segera memakai pakaianku, lalu berjalan pelan mendekati Gilang yang berada didepan pintu kamar.
"Ayo berangkat!" ucapku.
Gilang hanya diam, memperhatikan penampilanku dari atas kepala sampai ujung kaki. Memangnya apa yang aneh!
"Ganti bajumu!" ucapnya.
"Kenapa dengan bajuku?"
"Jelek, norak dan kampungan! Ambil ini!"ucap Gilang sambil menyerahkan sebuah paper bag ke tanganku.
"Kenapa diam? Cepat ganti bajumu," teriak Gilang.
Aku berjalan masuk kedalam kamar mandi, mengganti bajuku dengan baju yang diberikan Gilang padaku. Aku menatap diriku di cermin. Ternyata baju yang diberikan Gilang, baju modis yang membuat aku tampil cantik.
"Cepat! Mau sampai kapan aku menunggumu," teriaknya ketus.
Aku mendekat kearah Gilang berdiri, lalu mengikuti langkah kakinya menuju luar rumah itu. Huh, laki-laki ini benar-benar angkuh sekali! Dia bahkan tidak perduli denganku yang berjalan bersamanya.
Aku masuk kedalam mobil itu, masih menatap pria angkuh yang berada disebelahku. Matanya hanya fokus pada jalanan saja. Dia bahkan seperti tidak merasa sedang membawaku jalan dengannya. Aku mulai kesal, menatap tajam pada laki-laki itu.
"Kau itu membosankan! Memang kau tidak bisa mengajakku bicara? Aku ngantuk!" ucapku keras.
Laki-laki itu hanya tersenyum sinis menatapku. Benar-benar laki-laki yang menyebalkan! Tenanglah Andini, kau harus kuat menghadapi robot angkuh itu.
Mobil itu berhenti disebuah rumah mewah, kami disambut dengan sangat baik. Tiba-tiba datang seorang wanita tersenyum sinis padaku.
"Jadi ini, wanita yang Ayah dan Ibumu jodohkan denganmu? Wanita dari kalangan rendahan? Ya ampun Gilang. Ibu dan Ayahmu tidak merestui cinta kita, hanya karena dia ingin menjodohkan kau dengan wanita kampungan seperti dia?" ejek wanita itu.
Gilang bahkan tidak menggubris perkataan wanita itu, dia berjalan masuk kedalam pesta itu. Siapa wanita itu? Apa hubungan dia dengan Gilang?